Senin, 31 Desember 2012

About someone who made me falling in love 2 - SunSmile (My Sunshine) Bagian 02

Holllaaaahup!

Kali ini Sufi mau post foto editan dari screen capture SunSmile Music Video oh! Japan Version :D

This is.... OUR SUNSHINE!










Nah, special SunSica





Ngomong-ngomong, saya emang suka banget sama SunSica ^^, biasa, dicocok-cocokin xD


Special picture (bias list in SNSD)

1. LEE SOON KYU a.k.a SUNNY



2. Kim Hyo Yeon a.k.a Hyoyeon



3. Jung Soo Yeon a.k.a Jessica



4. Choi Soo Young a.k.a Sooyoung



5. Kim Tae Yeon a.k.a Taeyeon



6. Seo Jo Hyun a.k.a Seohyun



7. Park Min Young a.k.a Tiffany



8. Kwon Yu Ri a.k.a Yuri



9. Im YoonA a.k.a Yoona

About someone who made me falling in love 2 - SunSmile (My Sunshine) Bagian 01


Holaaahup!
Annyeong haseyo...
Welcome!
Hello!
Halooo
Ke blog yang jarang pengunjung, sekalinya ada pengunjung paling cuman liat-liat terus pergi tanpa meninggalkan jejak *kacang garing, sumpah segaring-garingnya kacang itu ya kayak suasana sekarang -,-*
Ngomong-ngomong tentang jejak, saya jadi keingetan Jejak petualang, kalau inget jejak petualang saya jadi ingin matahari subuh *lha, subuh kan belum terbit mataharinya --"*, kalau inget matahari saya jadi inget Sunshine! Kalau inget Sunshine, pasti inget Sunshiners, kalau inget Sunshiners pasti inget....SUNNY! Kalau denger SUNNY, pasti langsung kenal sama LEE SOONKYU yang ada di SNSD xD *sumpah nggak nyambung*
Hehe, postingan kali ini emang ngebahas tentang SUNNY kok :D . Walaupun nggak ada yang baca atau ninggalin jejak...yasudahlah nggak apa-apa, itu artinya saya harus instropeksi diri kenapa sampe tulisan saya nggak pernah laku *nggak mendidik sih -,-*
Jadi-jadi, tulisan yang mendidik itu kayak tulisan saya yang cerita yaoi itu? Kalau yang itu kadang-kadang ada yang ninggalin jejak, apalagi kalau di posting di pesbuk. Yaampunnnn xD . Nggak kok, nggak nyindir xD kiak kiak xD *eh?
Beneran, aku hanya bercandaaa maafkannn dakuuu D: D:

Hem-hem, yasudahlah, daripada terjadi pertengkaran sengit antara negara api dan dunia ini(?), lebih baik saya langsung aja bahas “Seseorang yang bisa bikin gue kelepek-kelepek” selanjutnya *setelah Yesung-oppa si bapak ddangkoma xD* #ini orang heboh sendiri, padahal mah nggak ada yang baca --"

Sekali lagi saya peringatkan, tulisan saya ini bukan tentang fakta orang itu *ada sih beberapa* cuman keseluruhan itu penilaian saya pribadi atau tentang perasaan saya ke orang itu *ini kenapa gue pake ‘saya’ sih ._.* #pantesan nggak ada yang respon -,-

OKE!

LEE SOONKYU a.k.a SUNNY a.k.a QUEEN of AEGYO a.k.a ENERGY PILL a.k.a QUEEN of VARIETY a.k.a SUNSMILE*buatan gue* a.k.a lain-lain xD
*ini sumpah cantik banget, SUNNY di teaser ‘I GOT A BOY’ drama version

Oh my Sunshine, kau benar-benar udah Got my heart deh *eaa, norakk*. Beneran, ini serius duarius tigarius Darius Aldyfairus *eh?* aku suka kamu. Aku suka senyum kamu, aku suka aegyo kamu, aku suka suara bocah(?), aku suka kerja keras kamu saat mencapai sesuatu *semua anggota SNSD dan SM Family juga kerja keras kok*, aku suka sama kekuatan tersembunyi kamu di acara ‘Invicible youth’, aku sukaaa semuanya dari SUNNY :* #kecuali agamanya #eaaa rasisss xD #bercanda-bercanda.

Tapi beneran deh, aku suka banget sama SUNNY-eonnie.

Eits, mungkin ada pertanyaan, “Loe kan cewek, kenapa bisa suka banget sama cewek?”
Eits eits...kayaknya itu pertanyaan yang gue buat sendiri deh *emang*. Gue juga bingung kenapa gue suka banget sama SUNNY-eonnie. Apa karena gue lesbok? *naudzubillah* Apa karena gue bermimpi punya badan sebohai SUNNY-eonnie? *mungkin* Apa karena... oke! Gue jawab!
Gue suka banget sama SUNNY-eonnie karena gue melihat sosok ideal seorang kakak di dalam diri SUNNY-eonnie, gue pengennn banget punya kakak kayak dia :* bukannya nggak bersyukur punya kakak cewek yang sekarang, tapi gue bener-bener mendambakan kakak kayak SUNNY-eonnie. “Punya kakak yang tingkahnya masih kayak bocah?” Buset deh, kata siapa SUNNY-eonnie masih kayak bocah -,- dia itu cuman melakukan sarang to fan (cinta untuk fans) kalau kata orang-orang sih fanservice *hahaha, ada-ada aje*. Aslinya SUNNY-eonnie itu dewasa kok! Dia eomma di SNSD, dia pribadi yang easy going, dia baik, dia dari keluarga terhormat, dia agak centil *yang ini harusnya...* dia pokoknya MY ULTIMATE BIAS di SNSD :D ULTIMATE banget sampe mata gue langsung ngeh kalau SNSD lagi perform, mata gue pasti otomatis ke dia xD hahahai.



Coba, SUNNY-eonnie dimana?
Itu ketutupan Yuri-eonnie -,-

Ini baru keliatan, plus rambut brokolinya xD


Rambutnya bener-bener kayak brokoli! Yaampun EONNIE! LUCUUUU :D :D


Senyummu Eon...sungguh membuat hatiku kelepek-kelepek



SUNNY-eonnie serem sedikit -,-



Waeee URI SUNNY di pinggir? Mungkin karena SUNNY-eonnie itu penjaga pasukan yang baik :D eh, maksudnya termasuk orang paling kuat di SNSD. Liat di sisi lain bari barisan ini *pinggir juga*, itu ada Sooyoung-eonnie, dia juga orang paling kuat di SNSD :D . Kuat di sini itu...eum...maksudnya kuat...kuat buat jadi penjaga, yabegitudeh kira-kira. SONE pasti ngerti :D



OKE! Lanjut ke bahasan selanjutnya dan kayaknya masih dengan gambar-gambar ria ^^ . Soalnya membosankan kalau cuman kata-kata *itu sih gue*



Liat foto ini
Foto ini ngeselin! Aku cemburu-cemburu-cembuuuruuu *ini orang apaan deh*
Hehe, bercanda deng, aku siapanya SUNNY-eonnie? Aku cuman fansnya... :’( aku fans setianya.
Tapi beneran deh, rada kesel sama ni cowok, di teaser I GOT A BOY drama version, dia ngembat semuanya -,-, lelaki buaya darat, enyahlah! *gila sendiri


Ini gue kenapa jadi promosi MV sih -,- hehe, ayolah ke pokok masalah yang lain... (ngomong2, besok rilis ya I GOT A BOY! :D :D)



Aku suka banget liat pipinya SUNNY-eonnie yang chubby itu, apalagi warna rambutnya yang sekarang! *maksudnya di video ini* ungu-ungu pink gitu *pink addict*



Adooohh, mata itu mattaaa bikin gue meleleh!



Maap ya buat cowoknya kupotong xD abisnya cembokur liat SUNNY-eonnie senyum semanis itu ke kamuh. (lebih tepatnya, maap Kim Ian *eh? bener nggak sih cowok itu Kim Ian?)



Siapa yang nggak meleleh liat gambar ini? Ayo jawab! *maksa deh*




Nah, itu kan gambar-gambar di teaser I GOT A BOY, sekarang mau share gambar-gambar yang lain beserta komentarkuuu :*





Kalau ngikutin panah itu... 2007-2008-2011-2012(3 gambar)
SUNNY-eonnie itu debut pas umur 18, sekarang umurnya udah 23 :D jadi wajar dong kalau wajahnya dari polos sampai secantik dan se-mempesona seperti sekarang! Jadi jangan dibilang oplas ya! Benci banget kalau ada yang bilang SUNNY-eonnie atau anggota SNSD lainnya oplas!



Hahaha, daripada ngomel-ngomel, mari kita lihat gambar yang lain :D





Wadoh! Udah liat gambar/video yang ini? Di sini Eonnie cantekkk sekaleee :* :* bener-bener kayak gulali! Jadi inget Yesung-oppa, rambutnya juga pink sekarang xD *udah ganti deng jadi pirang*



Dua-duanya kayak gulali kan ya? Mantep banget! sumpaahh sesuatu banget :D *eaeaaa mulai deh




Eum, kayaknya segitu dulu ya tentang SUNNY-eonnie :) nanti dilanjut lagi habis MV I GOT A BOYnya di rilis :D :D Bakalan lebih banyak deh dari ini :D :D


Ngomong-ngomong, saya suka SUNNY-eonnie dari MV Seoul ^^
 cr: Korea blog , lingzim@snsdchina


sama-sama lucu :D :D


Senin, 17 Desember 2012

A Fanfiction - Paranoid (Oneshot)_BaekYeol


Paranoid



Tittle: Paranoid (terror) – sequel of Mysterious secret
Author: Fie
Genre: Horror, Shounen-ai (boys love), romance, little humor
Rated: 15+
Languange: Bahasa
Length: Oneshot
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Main cast:
- Byun Baekhyun
- Park Chanyeol

Support cast:
- Kim Joonmyun or Suho
- Kim Jongin or Kai
- Do Kyungsoo or D.O
- Oh Sehoon or Sehun
- Kim Minseok or Xiumin
- Shinji Mitsuki (OC)
- Shinji Ikkirou (OC)
- Kim Sangwook (OC)
- Eomma Kim Sangwook (OC)







Sesak...
Di sini benar-benar sesak...
Tolong aku...

Rabu, 07 November 2012

Star in My Heart - ONE_Reminiscence


Star in My Heart

ONE - “Reminiscence”




CINTA itu bisa kita sebut keajaiban karena hanya cintalah yang bisa membuat orang-orang terus tersenyum, menangis, bisa juga menjadikan orang jadi buta, bukan hanya buta mata, tapi juga buta hati. Seperti bintang-bintang yang menempel erat pada bahtera langit ciptaan Allah SWT Yang Maha Agung yang selalu menerangi hati ini, dengan pesona kerlap kerlip yang sungguh tak seindah senyuman cinta. Hanya cinta yang bisa membuat seorang anak merelakan apapun yang ia punya untuk kedua orang tuanya begitupun sebaliknya, hanya cinta yang bisa membuat seorang gadis menangis karena hati yang sudah susah payah dia jalin, akhirnya patah karena kerapuhan hubungan cinta, hanya cinta memang yang bisa. Hanya cinta yang bisa menerangi jalan hidup yang sungguh kelam ini, kurasa.
Kadang kala, jika kita pejamkan mata dan merasakan suara hati, maka pikiran kita akan berlari ke hal-hal indah, sekalipun kita sedang terpuruk, dan apa kau tahu ulah siapa itu? Cinta. Atau mungkin saat kita meresapi suatu bacaan, pasti semua pikiran kita akan berpusat di hati terlebih dahulu barulah sampai pada daya imajinasi. Imajinasi itu kian bersinar ketika hati ini terus berbicara, berbicara tentang cinta. Sekali lagi, cinta.
Begitu banyak orang berkata tentang cinta, padahal bisa saja semua itu hanyalah omong kosong belaka jika belum dirasakan sendiri oleh si pembicara, tapi siapa peduli? Yang penting itu cinta. Kalau dibilang cinta itu pasti ada di hati semua mahluk hidup, memang benar adanya, karena semua mahluk hidup pasti memerlihatkan cintanya pada Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan beberapa yang kadang terbilang dalam daftar kebencian seumur hidup pada cinta, takkan luput oleh cinta Tuhan yang tiada duanya.
Berbicara lagi tentang omong kosong tentang cinta dan ketidakpedulian kita pada omong kosong itu. Terkadang orang-orang yang suka omong kosong tentang cinta, malah di juluki sang pecinta sejati, padahal merasakan cinta sejati pun tak pernah. Karena apa? Karena pecinta sejati di sini, artinya senang mencintai tetapi itu berlangsung sesaat, jadi hal ini bukan cinta, melainkan angin lalu atau orang yang tahu cinta hanya karena ia banyak membaca teori tentang cinta.
Seperti yang dialami gadis ini, yang selalu berkata cinta, cinta, dan cinta. Tapi satu cinta sejatipun, ia tak punya, mungkin, dulu dia punya, tapi sekarang? Sungguh seperti terpendam di dasar bumi, karena sebuah alasan yang berat untuk diungkapkan.

***

The Story, begin...

Gadis bernama Tian itu masih saja sibuk dengan komputernya karena ia sedang mengerjakan makalah proyek yang akan ia berikan pada teman-teman perempuannya, makalah perawatan wajah agar tetap berseri di depan pasangan. Tian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat ia membaca ulang tulisannya yang berasal dari berbagai sumber itu. Ia tak percaya makalah yang lebih tepat seperti majalah itu sudah menghabiskan lebih dari tiga puluh lembar kertas ukuran A4, margin masing-masing satu inci, dengan banyak gambar peragaan bertebaran hampir di setiap lembar, font bermacam-macam, mulai dari Calibri, Times New Roman, Batang, Bradley Hand ITC, dan banyak lagi, warnanyapun manis dipandang, dan pasti topik ‘makalah’ ini menarik dibaca. Ditemani secangkir susu coklat dan sepiring biskuit Oreo membuatnya semangat untuk menyelesaikan ‘makalah’ itu, padahal jam dinding bentuk hati di kamarnya sudah menunjukan pukul 21.00. Terkadang Tian mendesah kesal ketika ada kata yang salah ketik, atau salah pemahaman, karena ia ingin semua nyaris sempurna. Sebagai pakar cinta, ia ingin terlihat sebagai orang yang penuh cinta, dan salah satu syarat orang yang penuh cinta adalah selalu rapi dan hampir sempurna mengerjakan sesuatu.
Sebenarnya Tian tak usah bekerja keras untuk ini, ia bisa saja langsung tidur ssejak jam 7 tadi, ia juga bisa hanya asal-asalan mengerjakan artikel-artikel yang menurutnya membosankan ini, tapi ia menyukai kata ‘kepercayaan’. Dalam hidupnya, kata itu termasuk di daftar kata-kata ajaib yang mampu membuatnya semangat, asalkan mendengar kata-kata ajaib itu, ia akan rela melakukan hal yang mungkin di luar akal sehat tapi dibatasi oleh hukum. Dalam pikirannya, kata kepercayaan itu berada pada taraf nomor satu kehidupannya, karena bagaimanapun juga tindakan yang kita buat pada masa kini akan berdampak di masa depan. Terkadang Tian membayangkan akan membuat mesin waktu suatu saat nanti, karena ia ingin mengulang kejadian itu. Kejadian yang takkan pernah ia lupakan, kejadian bodoh yang berdampak hingga kini.
“Non Tian, tidur, Non, udah malam,” sahut seorang wanita paruh baya, yang selalu setia menemani Tian sampai gadis berumur enam belas tahun itu tidur, bernama Mbok Jami, “nanti dimarahin Nyonya dan Tuan lho, Non,” lanjutnya.
Tian hanya melirik Mbok Jami sekilas lalu kembali sibuk pada bacaannya, Mbok Jami hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena pusing menghadapi atasannya yang keras kepala ini, kalau sudah menyangkut hal yang berbau teman atau cinta, Tian memang susah dikendalikan.
“Bentar ya, Mbok. Jam sebelas-an juga udah kelar,kok.” Tian mengelus pundak Mbok Jami, “Mbok tidur duluan aja, Tian nggak apa-apa.” Mbok Jami mengangguk dan menyanggupi perintah Tian lagipula matanya yang sudah berat karena kantuk yang tak tertahankan. Tian tersenyum melihat kelakuan Mbok Jami yang berjalan sempoyongan sambil sesekali memejamkan matanya.

***

Tian tertidur di meja komputer yang berada di ruang tengah, Tian sudah sangat mengatuk ketika ia sedang asik membaca halaman terakhir makalahnya yang sudah di cetak. Mbok Jami yang biasa bangun jam 3 pagi hanya bisa geleng-geleng (lagi) melihat kebiasaan Tian.
“Non Tian, bangun, Non.”
Ah...suara itu lagi, batin Tian. Tian membuka matanya perlahan, sentuhan halus Mbok Jami telah menyadarkannya dari alam bawah sadar dengan bunga-bunga tidurnya yang abstrak. Tian memang bangun, tapi kenyataannya dia hanya menggeliat dan memejamkan kembali matanya.
“Lho? Kok bisa tidur lagi to, Non. Tadi sudah buka mata. Waduh-waduh.” Bingung Mbok Jami masih dengan logat jawanya yang kental. Terpaksa Mbok Jami menggendong tubuh berat Tian ke kamar, setelah menidurkan Nonanya itu, Mbok Jami mematikan komputer dan merapikan makalah mentah Tian. Tiba-tiba Mbok Jami tersenyum geli ketika melihat judul tumpukan kertas A4 bertinta itu.
“Dasar, Non Tian ini ada-ada saja, padahal masih SMA.”

***

“Putri, kamu janji ya, kita akan sama-sama terus?”
“Iya, Kal. Putri janji kok.”

***

“Ikal, maafin Tian ya...Tian udah ninggalin kamu diam-diam, tapi Tian janji, Tian udah netapin kamu sebagai satu-satunya lelaki di hati Tian, Tian nggak akan suka sama orang lain sampai kapanpun, cuma kamu satu di hati.”
Tian kembali mengucapkan kalimat wajibnya setiap subuh sehabis sholat subuh dan berdoa, ia pasti mengucapkan kata-kata itu, sampai-sampai Mbok Jami yang menemaninya sholat di mushola keluarga hapal kalimat itu
“Mbo’ yo dicari to, Non. Siapa namanya? Ikal?”
“Ih, Mbok dengar aja sih.”
“Yo denger to, Non. Wong Non Tian itu selalu mengucapkan kalimat yang sama setiap subuh, Mbok sampai hapal.”
“Hihihi, dasar Mbok Jami aneh!” Ledek Tian seraya lari dari mushola.
Tian duduk di dekat kolam renang, matahari belum sepenuhnya muncul, hanya sedikit sinarnya yang menerangi langit subuh, bulan pun masih terlihat cukup jelas di langit, walau tak ada bintang. Jauh dari keadaan alam, Tian punya bintangnya sendiri, bintang yang tersimpan di dalam hatinya, melekat di pikirannya, dan memenuhi seluruh kehidupannya. Bintang yang membuatnya merasa, bahwa ia adalah seorang manusia yang masih mempunyai cinta sejati. Bukan seperti yang dikatakan teman-temannya.
“Tian itu memang pakar cinta, tapi nggak pernah punya cinta!”
Ledekan teman-temannya itu terngiang kembali di telinganya, Tian bukannya tidak punya cinta, tapi untuk saat ini, dia tak mau mencintai orang lain kecuali cintanya pada “Bintang” yang pernah terkubur dan suatu hari nanti ia yakin akan muncul kembali
“Iya, suatu saat nanti..”
Ia celupkan kedua kakinya ke dalam kolam renang agar ia bisa merasakan dinginnya air itu menjalar naik dari ujung kaki hingga rambutnya, hatinya membeku sesaat, merasakan karunia Allah SWT yang telah memberinya kesempatan untuk memunyai keluarga, walaupun harus mengorbankan seorang anak kecil yang saat itu sangat ia sayang.
“Maafin aku, Ikal..”
Pagi yang begitu syahdu baginya dan ia tak  mungkin menyia-nyiakan pagi itu, ia bergegas mengambil kamera merk Canon kesayangannya lalu ia potret keadaan langit berbulan bulat sempurna walau samar itu. Ia tak lupa memotret keadaan sekitar yang kiranya menjadi saksi keagungan Tuhan. Tian tak henti-hentinya mengucap asma Allah, ia yakin Allah punya sebuah surat berisi takdirnya yang memang seharusnya terukir di dalam surat tersebut. Ia hanya harus menjalaninya dengan baik.

***

“Mama-Papa. Tian berangkat dulu, ya.”
Tian mengambil 1 lembar roti gandum kesukaannya lalu berlari ke luar. Saat tiba di samping mobil pribadinya, ternyata supir mobil itu, Pak Nandra, tertidur saat menunggu Tian. Tian mana tega membangunkan bapak dua anak ini. Jadi Tian diam-diam meninggalkan mobilnya dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju jalan raya untuk naik angkutan umum saja, lagipula rumahnya tidak jauh dari jalan raya. Dia tahu Pak Nandra kemarin kerja lebih keras dari hari-hari sebelumnya, kemarin Pak Nandra mengantar Tian kesana kemari untuk mencari bahan makalah.
Tian terkekeh sejenak dan mulai berjalan. Biasanya, jika dia jalan kaki, Tian akan bertemu dengan anak sekolahan lain dan itu menyenangkan, karena dengan begini Tian bisa mendapat inspirasi untuk proyeknya yang lain, ada-ada saja. Tidak jauh dari tempatnya berada, Tian melihat seorang anak SMA Harapan, sekolah swasta untuk orang-orang berada, dan anak itu adalah kawan Tian semasa SMP.
“Gita!”
“Eh, Tian. Tumben nggak dianter?”
“Iya, Git. Pak Nandra lagi capek banget, itu juga gara-gara gue.”
“Kenapa memangnya?”
“Kemarin gue nyari sumber-sumber buat makalah ini.”
Tian memberikan makalah tersebut pada Gita dan gadis yang lebih kecil dari Tian itu langsung tertarik pada makalah Tian.
“Wah, keren nih. Biasa, loe pinter banget kalau bikin kayak ginian!”
“Kalau loe mau, nanti gue pinjemin soft copynya.”
“Mau-mau! Nanti sore gue ke rumah loe, ya?”
“Jangan hari ini, Git. Keluarga gue mau ke acara syukuran temen Papa,” jelas Tian, “gimana kalau besok pagi aja? Besok kan minggu.”
“Boleh deh, Yan.”

***

Hal yang paling disukai Tian salah satunya adalah memejamkan mata sambil membayangkan wajah lucu Ikal. Ia baru sadar kalau Ikal sebenarnya lucu, tapi dulu dia tak pernah mau mengakuinya.

“Aku imut kan, Ti?”
“Idih, nggak ah, Kal!”
“Hah, parah kamu.”
“Hehehe, aku kan bilang yang sebenarnya.”

Kalau sudah begitu, pasti Ikal mencubit pipi Tian sekencang-kencangnya dan Tian tak mau kalah dengan cubitan Ikal, diapun mencubit Ikal. Mereka berdua saling mencubit setelah itu pasti tertawa sekencang-kencangnya.
“Woy! Melamun aja, Ti!”
“Eh, loe, Ki.”
“Hahaha. Loe pasti ngelamunin tentang..teori-teori cinta ya?”
“Hah? Teori cinta?”
“Iyap, biasanya loe itu kalau udah melamun, pasti habis itu langsung ngambil secarik kertas dan mulai ngelukis wajah anak kecil, terus mulai terinspirasi bikin sesuatu yang berhubungan tentang cinta, atau nggak, loe ngambil kamera, terus motret hal-hal indah deh.”
“Tapi kan itu bukan teori.”
“Hehehe, tapi menurut gue, itu cara loe mendeskripsikan teori-teori yang loe baca. Iya, kan?”
“Ah, sok tahu loe.”
“Ahahaha, biarin aja gue sok tahu, daripada loe? Loe itu terlalu terobsesi sama cinta, tapi sampai sekarang, loe nggak pernah punya pacar. Kelas dua SMA men...”
Tian hanya terdiam menanggapi ledekan teman sekelasnya, yang lagi-lagi menyinggung cinta. Tian tidak pernah membalasnya karena hanya dia yang tahu, apa itu cinta dalam hatinya.

***

Ikal, atau lebih dikenal Haikal, saat ini bersekolah di Sekolah Tingkat Atas New York, tapi baru tahun pertama Haikal sudah tidak nyaman berpisah dengan keluarga barunya yang tinggal di Indonesia. Jadi ia putuskan tahun ini ia akan pindah lagi ke Indonesia. Walaupun kenangannya dengan Putri yang sudah dia kubur bisa saja kembali muncul, tapi Haikal berjanji akan berusaha menguburnya, sesulit apapun itu. Rasa marahnya pada Putri yang sudah meninggalkannya selama 10 tahun itulah yang akhirnya bisa Ikal lenyapkan satu persatu, kenangan yang seperti bagian kaca yang terbentuk kokoh karena rasa sayangnya pada Putri.
Haikal yang saat itu masih berumur 6 tahun, sama seperti Putri, hanya bisa menangis di dalam kamar ketika paginya, dia tidak menemukan Putri di ruang makan.

“Bunda, Putri kok nggak kelihatan? Apa masih tidur?”
“Putri udah pergi, Ikal. Putri udah punya keluarga baru.”

Bagai tersambar petir, Ikal langsug berlari ke kamar perempuan dan meneriaki nama “Putri”, tapi percuma, Putri yang ia sayang sudah tidak ada. Dia pergi berbahagia dengan keluarga barunya. Beberapa minggu setelah itu, Ikal diangkat oleh sebuah keluarga kaya dan langsung diberangkatkan ke luar negri untuk menempuh pendidikan hingga lulus perguruan tinggi. Di luar rencana, Ikal sudah lelah belajar di luar negri, bukannya tidak mampu, Ikal adalah anak yang pintar, dia pasti bisa menyelesaikan pendidikannya dengan luar biasa, tapi ini bukan masalah pendidikan, melainkan kasih sayang. Ikal merasa ada yang kurang jika keluarganya tinggal jauh darinya, ini sama saja Ikal hidup yatim piatu. Akhirnya setelah merundingkan semuanya, Haikal dibolehkan kembali ke Indonesia dan melanjutkan pendidikannya di sana.
“Oke, gue nggak akan terpengaruh lagi sama yang namanya cewek. Gue adalah Haikal, bukan Ikal yang cengeng kayak dulu. Kalaupun gue harus ketemu lagi sama tu cewek, gue akan bikin dia sakit hati duluan.”

***

Walaupun guru Bahasa Indonesia yang sedang mengajar adalah pelawak sejati, atau biasa anak-anak di sini panggil Pelawak 39 (SMA Tian bernama SMAN 39 Jakarta) Tian masih saja melamun tentang Ikal dan sepertinya guru bernama Bakri ini menyadari keganjilan pada seorang muridnya, yang memang satu-satunya tidak tertawa karena lawakannya.
“Putri Titian Asih,” panggil Pak Bakri dengan suara bassnya.
Mata Tian terbuka lebar, lengan yang menopang dagunya lepas hingga keseimbangannya terganggu, dia langsung duduk tegap karena ketahuan melamun oleh Pak Bakri.
“Eh, i-iya, Pak?”
“Kamu ini kenapa, Nak?”
“Nggak apa-apa, Pak.”
“Kalau lawakan Bapak nggak lucu, bagaimana kata dunia?!” Pak Bakri mulai mengeluarkan lawakannya tapi menurut anak-anak jaman sekarang sih lawakannya itu “garing”.
“Hahaha, Bapak tetep lucu kok!” Celetuk seorang anak bernama Esa.
“Hei Rere, kamu itu kok rambutnya makin serupa landak?” Tanya Pak Bakrie sambil menunjuk seorang gadis berambut ikal. Tawa pun memecah kelas, Tian hanya tersenyum karena mati kutu saat ketahuan memikirkan Ikal, eh, salah, ketahuan melamun.

***

Tian bersama para sahabatnya, Esa dan Yuki, saat istirahat selalu memakan bekal masing-masing di markas mereka, di atas pohon apel nan kokoh. Tempat yang mampu menampung semua isi hati mereka. Sebenarnya dulu ada satu anak lagi yang selalu bersama mereka, namanya Odi. Tapi semenjak Odi terang-terangan menyatakan perasaannya pada Tian, dan tentu Tian menolaknya, jadilah Odi merasa bahwa persahabatan mereka selama ini akan sukar. Sebaiknya dia dan Tian tidak terlalu dekat lagi. Sebenarnya Tian menyesal karena sudah menolak Odi, tapi bukan penyesalan akan cinta, melainkan akan pecahnya sebuah bagian persegi empat persahabatan ini.
“Hoaaahmmm..”
Tiga anak ini menguap bersamaan, Esa bahkan sudah tiduran di jaring tidur, sedangkan Yuki hanya duduk bersender seraya memakan bekalnya. Tian memandang taman belakang sekolah yang selalu lekang pengunjung. Bukan karena angker segala macam, tapi taman belakang sekolah hanya dibuka jam 12 siang, dan sekarang masih jam 10 pagi, pertanyaannya, kenapa Tian dan dua kawannya bisa masuk? Juga, kenapa mereka bisa punya markas di tempat ini? Jawabannya karena penyumbang dana terbesar sekolah ini adalah Ayah Yuki, Yuki benar-benar seorang putri di sekolah ini, banyak anak lelaki yang menyukainya, tapi Yuki belum bisa menerima mereka semua, untuk saat ini ia hanya menyukai satu anak lelaki yang sangat misterius untuknya.
“Yuki, loe tahu nggak tempat ngeliat bintang di Jakarta? Selain Planetarium lho.”
“Tempat ngeliat bintang? Di Jakarta? Mana ada...”
“Yah, padahal gue pengen banget ngeliat bintang...”
“Ke Bandung aja, ke Boscha maksud gue.”
“Dih, ini kan masih hari sekolah, lagian liburan masih lama kali.”
“Yaudah, tungguin aja sampe liburannya dateng.”
“Tapi gue pengen sekarang, Yuki.”
“Udah gue bilangin, Jakarta itu cuman punya Planetarium, Tian.”
“Ah, nggak seru. Kalau begini mending gue nggak pernah...eh, bohong ding, bercanda.”
“Nggak pernah apa?”
“Nggak-nggak, lupain aja.”
“Aneh deh mulai. Ini lagi, si Esa kerjaannya molor melulu.”
“Yaudah sih, dia capek banget kali, kemarin kan dia nemenin loe ngobrol semaleman, kan?”
“Lha, darimana loe tahu, Yan?”
“Dari Esa sendiri, kemarin dia sms gue, hahaha.”
“Ooh, jadi ceritanya dia nggak ikhlas?”
“Bukannya nggak ikhlas, nyong. Dia malah seneng banget.”
“E-eh, yang bener?”
Tian hanya membalas pertanyaan Yuki dengan senyuman, senyuman penuh arti.

***

Odi men-drible bola basket dan dengan lihai memasukannya ke ring. Pandangannya tiba-tiba pudar lalu akhirnya terduduk lemas di lapangan basket yang besar nan megah itu. Sekarang ruangan ini sepi, karena belum ada pertandingan besar melanda sekolah ini. Pemilik nama lengkap Jourast Jordi ini mengeluh lelah, lelah menunggu Tian yang tak kunjung mampu mencintainya.
“Kapan loe bisa suka sama gue sih, Ti?”
Tiba-tiba saat sedang melamun begitu, Odi merasakan dingin di pipinya, dia langsung terlonjak.
“Nih.”
Seorang gadis memberi Odi sebotol minuman isotonik dingin, Odi seperti melihat bayangan Tian pada gadis itu, tapi ia langsung sadar gadis itu bukan Tian, melainkan Chika, adiknya.
“Loe masih aja ya ngarep sama Kak Tian.”
“Loe nggak usah ikut campur,” ucapnya lalu meneguk minuman dingin itu.
“Kak, kalau loe nggak mau terpuruk kayak gini, deketin lagi dong Kak Tiannya.”
“Maksud, Loe?”
“Masa’ persahabatan kalian dari SMP harus pecah karena loe suka sama Kak Tian dan Kak Tian nggak suka sama loe? Menurut gue itu konyol.”
“Eh, loe nggak usah sok tahu gini ya!”
“Idih, gue cuman kasih saran, Kak. Kalau nggak mau juga nggak apa-apa, yang pasti gue setuju banget kalau Kakak jadian sama Kak Tian.”
“Hah? Kok?”
“Kak Tian itu orang yang gue kagumin selain Ayah dan Bunda, dia itu sosok Kakak yang gue idam-idamin deh.”
“Jadi loe kira, gue apa?”
“Kan beda, Kak. Cewek sama cowok.”
“Oh..”
“Jadi gimana?”
“Gimana apanya?” Odi mendelik heran melihat senyum jahil itu.
“Gimana, kalau gue bantuin loe jadian sama Kak Tian?”
Odi terdiam, dia sebenarnya tidak suka saat-saat seperti ini, di satu sisi dia ingin melupakan Tian, tapi di sisi lain… dia sungguh menyayangi gadis itu. Awalnya memang Odi tidak mau kehilangan Tian, tapi kalau memang Tian sudah memunyai orang lain di hatinya, siapa yang bisa menyangkal?
“Tapi Kak Odi harus jadi sahabat Kak Tian lagi kayak dulu.”
“Apa?”
“Jiah, nggak mau?”
“Gue sebenarnya masih mau kumpul lagi sama anak-anak, tapi gimana, rasanya tu kayak ada tembok pembatas antara gue sama mereka.”
“Hancurin aja tu tembok.”
“Susah oneng.”
“Demi Kak Tian, menurut loe ini susah?”
Odi kembali berfikir keras, tapi ia juga agak ganjil melihat prilaku Chika yang tiba-tiba baik padanya, apa mungkin dia juga mengincar Tian? Maksudnya, Chika sudah berulang kali minta tolong pada Tian soal percintaan, saking seringnya, lama kelamaan Chika jadi tidak enak hati untuk minta bantuan lagi pada Tian. Jadi mungkin ini rencananya supaya dia bisa lebih dekat dengan Tian.
“Loe mau bantuin gue, cuma-cuma?”
Chika tersentak dengan pertanyaan Odi, sepertinya Odi tahu dengan rencananya.
“Ih, yaudah deh kalau nggak mau juga nggak apa-apa!”
Chika langsung meninggalkan Odi, Odi tertawa kecil melihat prilaku adiknya itu. Ia kembali membayangkan Tian berada disampingnya, bercanda dengannya, main basket, berfoto ria, dan yang paling sering Tian lakukan berdua dengannya adalah Tian selalu bercerita tentang seorang anak bernama Ikal. Bahkan Odi sering melihat Tian yang melukis wajah Ikal. Selama ini Tian hanya 2 kali melukis Odi, itupun harus Odi yang minta.
“Ikal...jadi anak itu yang sudah merebut hati Tian.”
Nada bicara Odi mengucap nama itu agak meremehkan. Mungkin karena dia sudah terlewat cemburu pada Ikal, sosok yang tak pernah dia kenal. Tak berapa lama Handphone Odi bergetar, tanda ada SMS masuk.
“Haikal?”

From Haikal to Odi
Di, gue bakal pulang ke Jakarta, gue udah nggak betah di sini.

From Odi to Haikal
Beneran? Wah, gue seneng banget! Loe harus sekolah di sekolah gue!

From Haikal to Odi
Sekolah loe bagus nggak? Gue sih oke-oke aja.

From Odi to Haikal
Kalau buat sahabat SD gue, sekolah ini pasti keren, basket di sini udah terkenal dimana-mana!

From Haikal to Odi
Hahaha, sip lah, nanti gue bilang ke nyokap.

From Odi to Haikal
Sip, gue bakal tunggu loe. Kapan harus gue jemput?

Senin, 05 November 2012

A Fanfiction - Still here_Baekyeol/Chanbaek Chapter SEVEN (END)


Still here


Tittle: Still here
Author: Fie
Genre: Mystery, romance, Shounen-ai (Boys Love), drama
Rated: 15+
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Length: multichapter
Main Cast:
- Byun Baekhyun
- Park Chanyeol
- Cho Jinho (Jino)
- Lee Soonkyu (Sunny)
- Lee Sungmin
- Cho Kyuhyun

Support Cast:
- Kim Jongin (Kai)
- Oh Sehun
- Do Kyungsoo (D.O)
- Kim Joonmyun (Suho)
- Kim Minseok
- Xi Luhan



Summary:

Aku masih di sini dan akan menjadi orang yang bisa kau percaya sampai kapanpun.



TUJUH



_flashback_

“Namaku Lee Soonkyu.”

“Namaku Cho Jinho.”

“Apa kau menikmati acara yang dibuat orangtuaku?”

“Ne, orangtuamu benar-benar hebat membuat acara!”

“Hei, apa yang sedang kau bawa?”

“Oh, ini. Ini petasan,” ucap Jinho seraya mengangkat bungkusan yang ia bawa.

“Petasan itu apa?”

“Kau tidak pernah bermain petasan? Petasan ini bersuara sangat kencang dan bisa membuat kita kaget!”

“Benarkah? Aku tidak pernah mendengar suara yang mengagetkan.”

“Kalau begitu, kau mau dengar? Tapi tidak di sini.”

“Kenapa?”

“Karena kalau ketahuan yang lain, jadinya tidak menyenangkan. Ayo kita ke taman belakang panti asuhan.”

“Ayo!”

...

DARR

DARR

DARR

“Soon—“

Soonkyu memegangi dadanya setelah mendengar suara ledakan itu. Keadaan yang mereka kira akan menyenangkan berubah sebaliknya. Soonkyu terjatuh sambil terus memegangi dadanya.

“Soonkyu, kau kenapa?”

“Dadaku sakit sekali, Jinho.”

“Ke-kenapa...”

“Apa yang kalian lakukan di tempat ini?!”

Seorang anak lelaki mendatangi mereka dan langsung membentak. Dia, Sungmin, membantu Soonkyu berdiri sambil mengelus dada Soonkyu seperti menenangkan.

“Kau kenapa, Soonkyu?”

“Dadaku sakit, Oppa...”

“Apa yang kau lakukan pada adikku?!”

“A-aku...”

Sungmin mendorong Jinho hingga namja kecil itu jatuh.

“Kau hanya anak panti asuhan yang mendapatkan hidup dari orangtuaku! Kau tidak pantas bermain dengan adikku!”

“Ma-maafkan aku...”

Airmata sudah menggenang di pelupuk mata Jinho, tapi Sungmin tidak berniat untuk mengakhirinya.

“Kau punya pikiran tidak, sih? Mengajak adikku ke taman yang sepi seperti ini dan bermain petasan! Permainan tidak jelas begitu tidak pantas untuk keluarga terhormat seperti keluarga kami! Kau jangan sekali-sekali menemui adikku lagi! Kalau kau  masih menemuinya, akan kukeluarkan kau dari panti ini dan kau akan menjadi gelandangan! Kau mau?”

“Sungmin-oppa, tolong...jangan marahi Jinho...”

“Oh, jadi namanya Jinho? Baiklah, akan kuingat namamu!”

Sungmin hampir saja menampar Jinho, tapi tangannya ditahan oleh seorang anak lelaki seumurannya, Cho Kyuhyun. Cho Kyuhyun menatap Sungmin dengan tatapan tajam seraya menggenggam tangan Sungmin sangat erat sampai Sungmin meringis kesakitan. Sungmin langsung melepas paksa pegangan itu.

“Hentikan,” ucap Kyuhyun sinis. Sudah cukup setelah kedua orangtuanya pergi sehingga dia dan adiknya harus berada di panti asuhan ini dan sekarang ada orang yang ingin menyakiti mereka, sekali lagi, sudah cukup.

“Siapa kau?” Tanya Sungmin tidak kalah sinis tanpa rasa takut karena bagaimanapun mereka adalah anak pemilik panti asuhan ini.

“Aku Hyungnya.”

“Oh, jadi kau kakak anak ini? Jaga adikmu baik-baik, jangan sampai dia menyentuh adikku! Ayo, Soonkyu. Kita pergi saja dari sini. Kedua namja kurang ajar ini memang seharusnya tinggal di panti asuhan ini. Kurasa kedua orangtua mereka meninggalkan mereka karena kebodohan mereka.”

Kyuhyun ingin sekali menghajar Sungmin, tapi dia masih punya akal sehat untuk meredam amarahnya. Kyuhyun membantu Jinho berdiri selepas kepergian Sungmin dan Soonkyu.

“Tenang saja, Jinho. Suatu saat nanti, kita akan membuat mereka merasakan apa yang kita rasakan sekarang. Kita akan mengambil kebahagiaan mereka. Dan kurasa...titik kebahagiaan mereka ada pada gadis cilik itu.”

“Apa yang Hyung bicarakan?”

“Sekarang kau harus belajar giat, ne? Agar kita mendapat keluarga yang bisa membantu kita membalas mereka. Keluarga Lee.”

_flashback end_

***

“Chanyeol-ssie, tolong aku...”

“A-ada apa, Sungmin-hyung?”

“Me-mereka...” (DARR)


Tut...


“Baekhyun, ayo! Kita harus ke rumah Sungmin-hyung!”

“Ada apa, Channie?”

“Mereka datang! Kyuhyun dan Jino datang!”

Chanyeol langsung menarik Baekhyun ke luar dan membuat motornya melesat sangat cepat. Chanyeol belum menjawab segala pertanyaan Baekhyun, tentang apa yang mereka bicarakan, atau kenapa Chanyeol bisa menyimpulkan kalau Kyuhyun dan Jino datang.

“Chanyeol-ssie! Aku butuh kejelasan secepatnya!”

“Baekhyun, tidak ada waktu untuk menjelaskannya!”

“Tolong sedikit saja!”

“Tadi aku mendengar suara tembakan dan panggilan Sungmin-hyung langsung terputus!”

“I-itu artinya...”

“Ne, itulah yang kutakutkan, Baekhyun! Aku takut mereka membunuh Sungmin-hyung dan Sunny!”

“Jino tidak mungkin melakukannya. Kami percaya padanya.”

“Sejauh apapun kalian memercayainya, tetap saja dia punya niat jahat!”

“Jino...Jino-hyung...”

***

Tidak lebih dari dua puluh menit, mereka telah tiba di depan gerbang kediaman Sungmin dan Sunny. Di sana begitu sepi dan itu semakin membuat Baekhyun dan Chanyeol cemas. Mereka biarkan motor Chanyeol terparkir sembarang karena di sana tidak ada petugas yang berjaga. Baekhyun dan Chanyeol langsung mendobrak pintu dan berlari menuju kamar Sungmin yang terhubung dengan kamar Sunny. Kamar Sungmin kosong, keadaannya tidak berantakan, menandakan Kyuhyun dan Jino melakukannya dengan baik tanpa bekas.

Baekhyun mencoba untuk membuka kamar Sunny, tapi kamar itu masih terkunci. Dia mendobrak pintu itu seperti orang kerasukan, Chanyeol yang masih memeriksa keadaan kamar Sungmin langsung berlari menghampiri Baekhyun.

“Apa yang kau lakukan, Baekkie?”

“Sunny ada di dalam, Channie! Sunny-ah! Bertahanlah!”

Chanyeol menjauhkan Baekhyun dan berganti mendobraknya. Setelah beberapa lama mendobrak, akhirnya pintu itu terbuka. Butuh perjuangan keras, karena pintu itu memang didesain sekuat baja, badan Chanyeol dan Baekhyun pasti memar-memar dibuatnya.

“Sun—“

Kamar itu juga kosong. Jendela kamar Sunny terbuka sehingga tirainya beberapa kali terbawa angin.

“Kemana mereka, Chanyeol?”

Chanyeol belum menjawab karena dia masih memandangi ponsel Sungmin yang pecah seperti ditembak.

“Chanyeol!”

“Aku tahu kemana mereka pergi.”

“Mwo?”

***

“Bukankah sama seperti dulu? Saat kau melindungi adikmu yang lemah itu?”

“Cho Kyuhyun, kau...,” ucapan Sungmin terputus-putus karena luka di kepalannya.

“Keadaannya sama bukan? Aku bertanya.”

Sungmin tidak bisa menjawab, karena dia sangat khawatir melihat keadaan Sunny yang semakin lemah. Jino tidak bisa menolong karena Kyuhyun sudah membuatnya tidur dan mengikatnya di pohon dekat mereka berada.

“Soonkyu-ah, Oppa akan membawamu ke rumah sakit, tolong bertahanlah sebentar lagi...”

“Bertahan? Sepertinya gadis itu akan mati sekarang juga.”

Kyuhyun mengarahkan pistolnya tepat ke jantung Sunny, sedangkan Sungmin masih bertahan untuk tidak pingsan lagi, padahal darah segar sudah keluar cukup banyak dari kepalanya.

***

_flashback_


Sunny mencoba untuk tidur, tapi perasaannya tidak bisa tenang, jadi dia hanya tidur tanpa memejamkan matanya. Dia pandang langit-langit penuh lukisan awan buatannya. Tiba-tiba, airmatanya menetes karena teringat sesuatu dari lamunannya itu.

“Apa kau akan datang, Jino?”

Sunny memegangi dadanya sambil menahan rasa sakit dari jantungnya yang berdetak semakin lambat. Dia terlalu lemah untuk melawan, tapi setidaknya dia bisa menahannya.

“Rasa sakit di jantung ini...tidak lebih sakit daripada hatiku.”


BRAKK


“Soonkyu-ah! Lari!”

“O-Oppa?”

“Lelaki itu datang! Kyuhyun-ssie datang! Aku yakin Jinho juga ada di belakangnya!”

“Jangan lari lagi, Oppa. Jangan lari...”

Sungmin memandangi Sunny lekat. Dia terdiam, begitu rapuhnya gadis yang berusaha kuat itu. Betapa jahatnya Sungmin yang sudah menimpakan seluruh kesalahannya pada Sunny. Betapa...


BUG


Sebuah balok menghantam kepala Sungmin hingga Sungmin terjatuh. Darah segar mengalir dari kepalanya yang terluka. Sunny bangun dari tempat tidurnya dan menghampiri Sungmin tanpa takut pada si pelaku, Kyuhyun.

“Kau masih menungguku, Sunny? Kau masih menungguku, kan?”

“Jika kau ingin membunuhku, tolong bunuh aku sekarang juga. Jangan sakiti Oppa atau keluargaku. Dan juga...jangan paksa Jino menjadi sepertimu.”

Melihat ada celah kecil, Sungmin langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Chanyeol.

“Chanyeol-ssie, tolong aku... Me-mereka...”


DARR


Ponsel itu seketika pecah karena tembakan Kyuhyun yang sangat jitu. Tangan Sungmin langsung gemetaran karena dia mengira peluru itu mengenai kepalanya juga.

“Kau menghubungi siapa, hah?”

“Aku menghubungi orang yang akan membuatmu masuk penjara!”

“Siapa? Namja manis itu? Atau pacarnya yang super tinggi?”


BUG


Sekali lagi, Kyuhyun memukul Sungmin dengan balok, seperti yang ia lakukan pada seluruh penjaga rumah ini, hingga pingsan.

“Oppa!”

“Sebaiknya kalian ikut aku, karena Jino sudah menunggu kalian di sana.”

“Apa yang kau lakukan pada Jino?”

“Kau peduli pada orang yang sudah membohongimu? Naif.”

“Dia tidak pernah membohongiku, dia mencintaiku.”

“Memangnya kau tahu perasaannya yang sebenarnya? Dia hanya menganggapmu sebagai sisa rokok yang harus di buang. Sesuatu yang harus dilenyapkan agar keluargamu tidak sombong dan merasakan apa yang kami rasakan.”

“Tolong jangan sakiti Jino...aku...aku yang salah...aku yang salah karena menjadi gadis yang lemah...aku...”


_flashback end_

***

Sunny harus menahan sakit di dadanya sekuat tenaga, karena kini hanya dia yang bisa menyelamatkan Sungmin, ya, hanya dia. Sunny tidak peduli jika Kyuhyun menembaknya saat dia mengangkat Sungmin dengan tubuh kecilnya itu, dia tidak peduli, karena sekarang yang dia pedulikan adalah nyawa Sungmin. Setidaknya jika dia harus tiada hari ini, dia masih bisa menyelamatkan Oppanya.

“Oppa, ayo kita ke rumah sakit dan mengobati lukamu.”

“Soonkyu-ah, kau tidak usah memedulikanku. Aku...aku akan membayar semuanya.”

“Ish, aku benci sekali melihat drama seperti ini. Untung saja adikku belum bangun, karena jika dia bangun, dia akan menjadi pemberontak lagi,” remeh Kyuhyun.

Sekarang kondisi Sunny lebih memungkinkan untuk membawa Sungmin pergi, ketimbang kondisi Sungmin yang sudah sangat lemah.

“Kalian kira aku akan mengizinkan kalian untuk lari? Sudah bertahun-tahun aku menunggu saat yang tepat seperti ini. Membawa kalian berdua ke taman belakang panti asuhan, mengintimidasi kalian, lalu...pada akhirnya aku akan membunuh salah satu dari kalian. Bukankah menyenangkan? Tidak setimpal dibanding apa yang sudah keluarga kalian lakukan pada keluargaku.”


“Itu bukan salah keluarga Lee atau siapapun, Cho Kyuhyun.”


Kyuhyun, Sunny, dan Sungmin menoleh ke sumber suara. Ternyata itu suara Chanyeol. Baekhyun juga ada di sampingnya. Sebenarnya Baekhyun ingin segera menyelamatkan Sunny dan Sungmin, tapi Chanyeol menahannya karena Kyuhyun belum tahu yang sebenarnya.

“Oh, pahlawan kesiangan datang.”

“Boleh kutahu apa alasanmu membenci keluarga Lee selain Sungmin-hyung yang memarahi adikmu?”

“Heuh...sebenarnya aku malas menceritakannya, tapi tidak apa-apalah untuk sekedar mengingatkan betapa kejamnya keluarga Lee. Kalian pasti tahu kenapa aku dan adikku masuk panti asuhan. Iya, karena kedua orangtua kami bunuh diri. Orangtua kami bunuh diri karena tekanan dari keluarga Lee. Cih, perusahaan kredit yang memalukan, mengintimidasi klien agar membayar hutang secepatnya. Mereka pergi karena orangtua kalian yang jahat itu mengintimidasi orangtuaku! Saat perayaan ke dua tahun panti ini, aku langsung tahu kalau dua orang itulah pemilik perusahaan kredit tempat orangtuaku meminjam. Kalau bukan karena mereka...mungkin sekarang orangtuaku masih ada, masih memeluk kami.”

“Benarkah seperti itu?” Chanyeol kembali bertanya.

“Lalu apa lagi? Sudah jelas di dekat TKP ada berkas-berkas hutang. Sudah pasti mereka memaksa orangtuaku untuk membayar sampai orangtuaku tertekan.”

“Begitu cepat seorang Cho Kyuhyun yang dinobatkan sebagai lulusan terbaik dari universitas di London mengambil kesimpulan.”

“Sebenarnya apa maumu, Park Chanyeol?”

“Baca ini.”

Chanyeol melemparkan sebuah buku dan buku itu jatuh tepat di hadapan Kyuhyun. Kyuhyun hanya memandang buku itu tanpa menyentuhnya.

“Kenapa? Kau takut jika kenyataan dari simpulanmu itu salah? Ayo baca.”

“Apa ini?”

“Aku tidak menyangka seorang yang rela mati untuk anaknya, memunyai anak sejahat ini.”

***

_flashback_


“Apa kau yakin jika kita menemukan buku diari Eommamu kita bisa menyelamatkan Sunny?”

“Semoga, Baekhyun.”

“Tapi bukankah kau bilang buku diari Eommamu ada banyak? Lalu kita harus mengambil yang mana?”

“Eomma selalu mengarsipkan semuanya dengan rapi, maksudku dia akan menulis kenangannya berdasarkan buku yang sudah dia beri judul. Jadi jika Eomma punya sahabat, dia pasti mengarsipkannya dalam buku tertentu.”

“Jadi...”

“Ah! Ini dia!”


_flashback end_

***

Kyuhyun meletakan pistolnya di saku lalu mengambil buku itu. Matanya membesar melihat semua tentang Eommanya ada dalam buku ini. Bahkan ketika dia baru dilahirkan atau saat Jino masuk TK, semuanya ada di sini. Kyuhyun mencari halaman yang dimaksud Chanyeol, tentang kesalahannya dalam membuat simpulan. Dia terus mencari sampai tangannya berhenti, dia ingat tulisan tangan Eommanya, iya, ini tulisan Eommanya. Ada kertas lain di halaman itu seperti tempelan, seperti pesan terakhir Eommanya pada sahabatnya itu.



Park Soojin. Apa kabarmu?

Maaf ya karena aku jarang menghubungimu lagi. Aku sedang sibuk mencari biaya pendidikan Kyuhyun dan Jinho. Kau ingat mereka, kan? Kalau Kyuhyun kau pasti tahu walaupun aku jarang membawanya ke rumahmu, tapi Jinho itu anak keduaku yang waktu itu berfoto bersama kita. Kau ingat kan sekarang? Sudah lebih dari tiga tahun aku menghilang, ya? Hahaha, aku juga bingung kenapa hidupku jadi seperti ini.

Ahiya, aku mau menceritakan sesuatu padamu. Ini kisah tentang orangtua yang juga bekerja keras demi anaknya yang sedang sekarat, Soojin. Aku meminjam uang pada perusahaan mereka, tapi belum bisa melunasinya. Aku bodoh, ya? Sudah tahu suamiku pasti tidak bisa bayar, tapi aku bersikeras meminjam. Aku tidak kuat melihat mereka yang berusaha menolong anak mereka, Soojin. Mereka begitu tulus meminjamkan pinjaman pada orang sepertiku, bahkan mereka tidak memaksaku untuk melunasinya setelah mendengar ceritaku. Hatiku seakan melemah melihat ketulusan mereka. Tapi apa kau tahu yang lebih menyakitkan? Suamiku belum sembuh juga dari penyakit judinya. Aku benci itu. Aku...ingin membunuh lelaki itu. Aku ingin membebaskan anak-anakku dari belenggunya. Tapi bukankah itu kejam? Bukankah kalau aku membunuhnya, posisiku sama sepertinya? Aku pasti akan membuat anak-anakku sedih.

Soojin...aku tidak punya pilihan lain...

Aku membunuhnya, Soojin...

Saat anak-anakku berkemah, aku membunuhnya...

Aku pembunuh, Soojin...

Aku tidak punya pilihan lain...

Daripada aku hidup sebagai pembunuh di mata anak-anakku, sebaiknya aku juga tiada...

Tolong jangan katakan ini pada anak-anakku kecuali mereka siap membacanya, Soojin.

Tolong biarkan mereka bebas dan hidup seperti anak-anak kebanyakan tanpa kami...

Tolong, Soojin...



Selesai membaca surat itu, tangan Kyuhyun melemas, semua dendamnya meluruh berganti penyelasan mendalam. Dia terlalu cepat mengambil simpulan. Bodoh...sangat bodoh...

“Aku telah mengubah adikku menjadi pembohong...aku menyakiti Sunny yang tidak tahu apa-apa...aku melukai Byun Baekhyun dan adiknya tanpa penyesalan...”

Tubuh Kyuhyun roboh, dia menyesali semuanya, dia...menyesal.


BUG


“Chanyeol!”

“Baekhyun, ini untuk kasus penyeranganmu. Bukankah waktu itu aku sudah pernah bilang, kalau aku akan memukul namja sialan yang sudah melukaimu? Hanya satu pukulan tidak setimpal dengan darah yang keluar dari tubuhmu yang tidak bersalah itu. Aku ingin sekali darah dibayar dengan darah, tapi aku masih punya akal sehat. Aku akan melaporkanmu dan adikmu ke kantor polisi.”

“Tolong tangkap aku saja, aku yang bersalah, adikku sama sekali tidak bersalah.”

“Mau bagaimanapun Jino membantumu dalam rencana ini, dia juga bersalah.”

“Jinho...maafkan Hyung...”

“Eommaku meninggal sebelum mengatakan semuanya padamu, andai saja aku tidak melewatkan diari itu, mungkin semuanya tidak akan rumit seperti ini. Heuh...aku juga bodoh nih.”

“Chanyeol-ssie, aku sekarang yakin, kau lelaki yang tepat untuk Baekhyun,” ucap Sunny tiba-tiba.

“Eh? Hahahaha, tentu saja. Aku mencintainya begitupun dia. Ahiya, ayo kita bawa Sungmin-hyung ke rumah sakit.”

Chanyeol mengangkat tubuh Sungmin dan memasukannya ke dalam mobil taksi yang Baekhyun pesan beberapa saat lalu, dia juga membantu Baekhyun untuk mengangkat Jino yang masih pingsan. Setelah memasukannya, Chanyeol menyuruh Baekhyun dan Sunny untuk ke rumah sakit duluan, karena ada yang harus dia urus sedikit lagi dengan Kyuhyun. Selepas kepergian taksi itu, Chanyeol kembali ke tempat Kyuhyun yang sedang membaca ulang isi surat terakhir Eomma Kyuhyun.

“Jangan salahkan Eommamu atau Appamu, Kyuhyun-ssie.”

“Cih, kau tahu apa, Detektif amatiran.”

“Dulu aku sempat membenci Eommaku karena dia terus-terusan menceritakan anak sahabatnya yang sangat pintar, tidak kusangka itu kau, tapi setelah kupikirkan lagi...untuk apa aku membenci orang yang sudah bertaruh nyawa untuk melahirkanku ke dunia ini. Begitu juga Eommamu, Kyuhyun-ssie. Eommamu melakukan ini karena terpaksa, dia hanya berfikir jika dia dan Appamu pergi, kehidupanmu akan lebih baik dari sebelumnya, karena dia tahu, kau memiliki potensi untuk lebih maju ketimbang Appamu yang gila judi itu. Eommamu rela membunuh dan juga meninggal karena kalian, Kyuhyun-ssie. Jadi jangan membenci mereka.”

“Aku...aku tidak pernah membenci mereka...aku tidak pernah membenci Appaku yang gila judi atau Eommaku yang bisa membunuh Appaku. Aku hanya membenci takdirku.”

“Takdir...kalau kau bilang kau membenci takdir, itu artinya kau membenci Tuhan yang sudah memberikan kehidupan untukmu, Kyuhyun-ssie.”

“Jadi apa yang harus kulakukan sekarang?”

“Yang harus kau lakukan adalah melenyapkan kebencianmu.”

“Mwo?”

“Kebencian yang kau ciptakan di hatimu membuatmu salah dalam menarik simpulan, bukan? Maka dari itu, lenyapkan perasaan itu dan hiduplah tanpa beban setelah kau keluar dari penjara, Kyuhyun-ssie. Aku tahu beban tidak akan pernah hilang dalam hidup ini, tapi...tolong jangan campurkan dendam di dalamnya. Karena beban itu akan semakin berat jika kau mengasahnya dengan dendam dan kebencian.”

“Tidak salah jika dulu Eommaku begitu mengagumimu,” ucap Kyuhyun sambil tersenyum tipis dan berdiri.

“Nde?

“Seorang anak kecil yang mampu mengatakan hal-hal yang hanya mampu diucapkan oleh orang dewasa di depan orang banyak itu kau, kan?”

“Kapan ya? Aku lupa, hehehe.” Chanyeol menggaruk kepalanya bingung.

“Hahaha, kau orang yang menarik, Chanyeol. Kuharap setelah aku keluar dari penjara, aku bisa belajar banyak darimu tentang kehidupan. Kita sama-sama tidak punya orangtua, jadi mungkin kita akan cocok.”

“Kalau itu, aku sudah tidak memermasalahkannya, karena sekarang ada Baekhyun yang sudah kuanggap sebagai Eomma sekaligus Appaku. Dia benar-benar mengurusku seperti anaknya. Haduh...orang itu benar-benar cerewet. Tapi kalau bicara soal cocok, mungkin kita bisa cocok.”

“Ada satu rahasia lagi...”

“Ohya?”

“Aku juga mencintai Sunny, tapi aku tidak mungkin merebut senyum itu dari adikku sendiri. Takdir begitu kejam, bukan?”

***

Sungmin sudah melewati masa kritisnya, tapi dia belum siuman karena obat bius, sedangkan Jino sudah bangun setelah pengaruh obat bius dari Kyuhyun habis. Sunny dan Baekhyun sepakat untuk menemui Jino di kamarnya setelah mendapat izin dari dokter.

Saat Sunny dan Baekhyun masuk ke kamar Jino, lelaki itu tidak berani bertatap muka dengan keduanya, jadi dia hanya menunduk.

“Hya, Cho Jinho-ssie,” panggil Baekhyun, tapi Jino tidak bergeming dari posisinya semula.

“Jino...”

Baru setelah mendengar suara lembut Sunny, namja itu mengangkat kepalanya.

“Aigo...giliran Sunny yang memanggil kau langsung mengangkat kepalamu! Dasar ganjen!” Kesal Baekhyun.

“Byunnie, berhentilah menggoda Jino,” balas Sunny. Baekhyun hanya terkekeh aneh.

“Maafkan aku...,” lirih Jino tiba-tiba, “jeongmal mianhae...,” lirihnya lagi.

Sunny dan Baekhyun duduk mengapit Jino dan merangkul masing-masing sisi pundak Jino.

“Kenapa harus minta maaf?”

“Sunny-ah...”

“Hya, Jino-hyung! Kalau kau minta maaf dengan lemah begini, aku yakin Sunny tidak akan menyukaimu lagi.”

“Byunnie!”

“Ne-ne, Sunny.”

“Aku minta maaf karena sudah membohongi kalian tentang identitasku, dan terlebih padamu, Baekhyun, aku tidak menyangka Hyungku akan menggertakku dengan melibatkanmu dalam rencana ini.”

“Tidak apa-apa, itu seru,” hibur Baekhyun.

“Se-seru?”

“Ne! Aku tidak pernah merasakan sakit seperti itu! Aku juga tidak pernah merasakan marah yang sangat-sangat-sangat...marah seperti itu. Hahahaha.”

“Kau hampir mati dan kau masih menertawai itu?” Heran Jino.

“Aku santai begini karena percaya, uri Jino tidak mungkin melakukannya.”

“Tapi tetap saja...”

“Sudahlah, Jino.”

Jino menoleh ke arah Sunny yang tidak tahan dengan perdebatan kecil itu.

“Aku tidak pernah marah pada Hyungmu dan kau. Aku juga pasti akan melakukannya jika aku dalam posisimu.”

“Benarkah? Kau akan melukai orang juga?” Tanya Baekhyun jahil.

“Byunnie, kau ini benar-benar!”

“Hehehe, maafkan aku, Sunny.”

“Sunny, apa penyakitmu...” Jino bertanya saat ingat perkataan Kyuhyun tempo lalu mengenai penyakit Sunny.

“Aku bisa megatasinya, aku akan terus sehat karena kalian mau itu, kan?”

“Tentu saja, Sunny! Kau itu menanyakan hal yang konyol!” Seru Baekhyun yang sekarang sangat bersemangat untuk mem-bully sahabat-sahabatnya itu.

“Ngomong-ngomong, kalau aku masuk penjara nanti, kalian jangan melupakanku, ya,” pinta Jino.

“Ish, kau bica—“

Baekhyun menghentikan omongannya karena Sunny sudah menatap tajam Baekhyun.

“Kami akan selalu mengunjungimu. Kami masih di sini, Jino, dan akan selalu di sini untuk menjadi orang yang bisa kau percaya sampai kapanpun.”

“Gomawo, Sunny, Byunnie.”

“Aku juga akan menunggumu,” ucap Sunny tegas.

“Nde?”

“Aku akan menunggumu mengatakan hal itu lagi,” ucap Sunny sambil menunduk malu.

“Hal apa?”

“Jino bodoh!” Baekhyun sudah tidak tahan lagi melihat kelakuan Jino yang lambat menangkap suasana.

“Ah, sudahlah, aku keluar dulu, ya. Kyungsoo dirawat di kamar sebelah, kalau kalian mau berkunjung, silahkan. Tapi sebelumnya kalian harus menyelesaikan urusan kalian dulu.”

“Dasar banyak omong,” ledek Sunny.

“Wee.” Baekhyun menjulurkan lidahnya dan berlari keluar.

***

Baekhyun menutup pintu kamar Jino sambil tersenyum. Senyum yang menandakan ia lega...sangat lega.

“Semoga kalian bisa terus bersama dan semoga...tidak ada lagi kesalahpahaman.”

“Salah paham itu wajar kalau di sana ada kasih sayang.”

Baekhyun sangat kaget dengan suara itu, suara bass Chanyeol memang menyeramkan kadang-kadang.

“Hya, kau mengagetkanku,” ucap Baekhyun sambil mengelus dadanya seperti kaget.

“Kau kan sudah sering mendengar suaraku, untuk apa kaget begitu?”

“Aku kan sedang melamun, kau tiba-tiba saja datang dan mengucapkan hal aneh begitu.”

“Hal aneh apa?”

“Pokoknya aku tidak suka yang namanya salah paham.”

“Ne-ne, kalau begitu bagaimana kalau sekarang kita tidur menemani malaikat kecilmu?”

“Sudah malam begini apa Kai masih di sana, ya?”

“Tentu saja dia masih di sana, kalau tidak, akan kuhajar lelaki itu.”

“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan That’s news!, Channie?

“Aku akan mengurusnya besok bersama Suho-hyung. Kau hanya harus duduk tenang dan menungguku kembali dengan kabar baik. Aku juga baru tahu kalau perusahaan kita ditutup itu karena laporan palsu dari Kyuhyun.”

“Nde? Jadi Kyuhyun-ssie juga menyerang kantor kita?”

“Hehehe, tidak apa-apalah, kan dengan begitu kita bisa fokus pada permasalahanmu.”

“Jadi besok That’s news! dibuka lagi?”

“Sepertinya lusa baru bisa, kita kan belum punya berita untuk koran kita.”

“Fiuh...aku lega sekali semuanya sudah selesai.”

“Ne, besok kita ke tempat itu lagi, yuk?”

“Kemana?”

“Tempat kenangan kita yang pertama.”

“Apartemen?”

“Byun Baekhyun! Aish, chinca...kau ini lebih pelupa dariku.”

“Ke tempat apa sih?”

“Ah, sudahlah, malas deh.”

“Eh? Kau marah, Channie?”

“Huh.”

“Chanyeollie...pacarku tersayang...,” goda Baekhyun seraya menoel-toel(?) punggung Chanyeol dengan jahil.

“Hentikan, itu menggelikan,” ucap Chanyeol sambil menahan tawa.

“Hihihi, aku tidak lupa kok. Setelah mengantar Kyungie pulang dan kembali menyuruh Kai menjaganya, kita ke sana.”

“Jadi kau ingat?”

“Rumahmu, kan?”

“Hya! Dasar...”

Baekhyun hanya tertawa melihat ekspresi Chanyeol yang seperti kepiting rebus karena ulahnya, sedangkan Chanyeol terus mencubit pipi Baekhyun sepanjang jalan.

***

Pagi ini Baekhyun, Chanyeol, Sungmin, dan Sunny mengantar Kyuhyun dan Jino yang menyerahkan diri ke kantor polisi. Teman-teman Jino di kantor polisi sangat kaget melihat laporan penyerahan diri itu. Jino hanya tersenyum menanggapi pertanyaan teman-temannya. Awalnya Jino ingin melepas pekerjaannya juga selepas masa hukumannya, tapi pimpinan agensinya tidak mengizinkan Jino pergi, dia ingin Jino menjadi detektif yang lebih baik lagi setelah ini.

“Gomawo sudah mengantar kami, ya,” ucap Jino.

“Hei, kau sudah ingat apa yang akan kau katakan pada Sunny nanti, kan?” Bisik Baekhyun.

“Serahkan saja padaku, Baekkie. Hehe.”

“Oiya, aku masih penasaran dengan kata-kata terakhirmu di buku tahunan tentang kejutan spesial yang ingin kau berikan pada Baekhyun dan Sunny jika kalian bertemu lagi.”

“Ingatanmu hanya kuat dalam masalah seperti ini, Channie,” ucap Baekhyun dibalas tatapan sinis Chanyeol yang terkesan pura-pura.

“Ahiya, aku hampir lupa. Ini...”

Jino mengeluarkan kertas berisi gambar dari pensil, di gambar itu ada dirinya, Baekhyun, dan Sunny. Tapi...gambar itu benar-benar...err...

“Buff...”

“Kalau mau tertawa, tertawa saja.”

“Buahahaha! Kau yang menggambarnya? Je—, aw!” Sunny menginjak kaki Baekhyun sangat kencang untuk menutup mulut Baekhyun yang tergolong ceplas-ceplos.

“Kalau kau keluar nanti, aku akan mengajarimu menggambar lebih baik dari ini, eoh?”

“Ah...sudah kuduga gambar ini tidak bagus, aku selalu berusaha menggambar bagus seperti yang dilakukan Kyuhyun-hyung, tapi tetap saja bakatku bukan menggambar.”

“Itulah gunanya Sunny ada untukmu, Jino,” ucap Baekhyun yang mulai bisa mengontrol kata-katanya. Dia memang seperti itu jika berhadapan dengan dua sahabatnya.

“Ne, tunggu aku, ya.”

“Selalu.”

Jino dan Kyuhyun pun masuk ke dalam ruang tahanan. Mereka sama sekali tidak sedih, mereka justru senang karena penyesalan mereka terbayar. Semoga semua akan menjadi lebih baik setelah hukuman ini selesai.

***

Sesuai rencana, sore itu setelah mengantar Kyungsoo ke apartemen dan menyuruh Kai untuk menjaga Kyungsoo karena Kyungsoo belum sepenuhnya sembuh, Baekhyun dan Chanyeol pergi ke bangku hijau tua tempat mereka berbaikan dulu. Menurut mereka, kebersamaan kali ini sangat spesial, mengingat bagaimana mereka melewati semuanya bersama, melewati semuanya dengan airmata dan tawa, akhirnya...semua selesai, akhir yang bahagia.

“Akhirnya penantianku selesai sudah,” celetuk Baekhyun membuka pembicaraan.

“Penantian seperti apa?”

“Ya semuanya.”

“Semuanya itu seperti apa, Byunnie?”

“Kau juga pasti tahu, Chanyeol. Semuanya itu tentang perasaan kita,” tegas Baekhyun.

“Hihihi, aku jadi ingat pertama kali kita jadian. Waktu itu kita berdebat tentang telepon dari Sunny. Kukira dia benar-benar hantu,” kenang Chanyeol

“Ne, aku juga masih ingat wajah ketakutanmu saat melihat Sunny di depan pintu.”

“Aku tidak takut, hanya lengah.”

“Ih, dasar gengsian.”

“Biar saja, kan di depan pacarku sendiri.”

“Hei, kalau aku di posisi Sunny, kau akan mencelakaiku juga tidak?”

“Tidak,” jawab Chanyeol dengan yakinnya.

“Benar?”

“Ne, aku tidak akan melukaimu. Aku kan mencintaimu lebih dari apapun, wuahahaha.”

Baekhyun kaget mendengar tawa itu, yaampun, sepertinya Chanyeol sedang girang atau...gila?

“Jangan tertawa seperti itu dong! Aku kan kaget!”

“Memangnya tawaku kenapa?”

“Menakutkan! Kau tahu itu?”

“Seperti apa? Coba contohkan.”

“Wuahahaha.”

“Tidak, tawa itu sama sekali tidak menakutkan.”

“Itu kan aku yang tertawa! Oiya, aku baru ingat. Kenapa waktu Eommamu masih hidup, kau tidak kenal dengan Kyuhyun maupun Jino? Eommamu dan Eomma mereka kan bersahabat.”

“Kau kan tahu aku pelupa, mana mungkin aku ingat wajah orang lain yang sudah 15 tahun tidak bertemu.”

“Ne, kau sangat-sangat pelupa.”

“Ya...yang penting aku tidak akan melupakanmu.”

“Cih, gombal.”

“Gombal apanya? Itu kan sungguhan! Daripada kau, kau itu polos, atau mungkin aku bisa bilang kau bodoh?”

“Tega sekali sih! Dasar namja abnormal!” Kesal Baekhyun sambil melipat tangannya di depan dada.

“Hya! Kenapa abnormal?”

“Tinggimu abnormal! Gigimu abnormal! Rambutmu abnormal!”

“Haduh...aku frustasi sekali punya pacar sepertimu!”

“Kalau frustasi ya...jangan frustasi dong!”

“Nde?”

“Jangan frustasi, karena aku tidak mau kau frustasi.”

“Memangnya kenapa kalau aku frustasi?”

“Aku takut...kau meninggalkanku kalau kau frustasi.” Baekhyun menunduk malu karena tidak menyangka akan mengatakan hal seperti itu. Aigo...

“Makanya jangan buat aku frustasi.”

“Kalau kita membicarakan frustasi, aku yang akan frustasi menanggapi perkataan frustasimu.”

“Kau benar-benar menggemaskan, Byunnie.”

“Ciee, kata itu lagi! Aku sudah lama tidak mendengarnya. Kau benar-benar sudah frustasi, ya? Wuahahaha.”

Chanyeol memukul kepala Baekhyun pelan, karena kesal juga mendengar tawa Baekhyun sepanjang pembicaraan. Tiba-tiba Chanyeol memegang pundak Baekhyun seperti mengunci tubuh itu untuk diam. Chanyeol menatap Baekhyun lekat dan Baekhyun hanya tersenyum. Chanyeol ikut tersenyum lalu mengecup bibir Baekhyun lembut. Baekhyun memejamkan matanya dan merasakan setiap detail kelembutan yang Chanyeol berikan untuk hidupnya. Baekhyun berjanji akan menjadikan Chanyeol sebagai satu-satunya pendamping hidupnya. Karena Chanyeol masih di sini, masih di hatinya yang luas. Seperti yang dia bilang dulu, Chanyeol adalah bagian terpenting dalam hati itu dibanding yang lain.

“Aku mencintaimu, Baekhyun. Kau percaya, kan?” Tanya Chanyeol saat melepas ciumannya.

“Ne, aku percaya.”

“Sama, Baekhyun. Sangat sama dengan perkataan yang ingin kuucapkan.”

Chanyeol kembali menyentuh bibir Baekhyun dengan bibirnya, memberikan kehangatan di malam terakhir musim dingin.


Aku masih di sini dan akan menjadi orang yang bisa kau percaya sampai kapanpun.


END

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini