SATU – Bukan
akhir, tapi awal.
Sore
ini masih sama, masih di tempat tidur yang sama, di samping nakas yang sama,
dengan selimut yang sama, di ruangan yang sama. Aku duduk termenung seraya
menatap lurus ke depan. Dengan tatapan kosong, membayangkan sebuah senyum yang
terlukis indah, tawa yang terdengar asri.
Lelaki
yang datang setiap aku membutuhkannya kembali hadir dalam pikiranku. Aku egois,
ya, aku sangat egois karena selalu ingin dia di sampingku, tapi semua berbeda,
sangat berbeda saat kini aku kembali memikirkannya.
Kuputuskan
untuk bangkit dari tempat tidur dan berdiri terpaku menatap hujan yang membuat
langit sore, yang seharusnya indah, menjadi suram. Airmataku turun bersamaan
dengan hujan itu, hujan yang turun dari surga.