Jumat, 28 September 2012

A Fanfiction - Let it Rain (Promise) - Oneshot _ Baekyeol/Chanbaek


Let it rain (Promise)


Author: Fie
Genre: Sad, romance, Shounen-ai (Boys love)
Length: Oneshot
Rated: T
Pairing: Baekyeol/ChanBaek
Main Cast: Byun Baekhyun, Park Chanyeol
Support Cast: Tiffany Hwang, Oh Sehun




Summary:

Biarkan hujan itu turun, karena walaupun hujan itu turun, aku berjanji aku akan tetap melindungimu..


Musim gugur, 2012

Aku melihat lelaki itu terbaring di atas tempat tidur yang berada tepat di sebelahku. Sebenarnya ia tak boleh di situ, tapi karena kamar di rumah sakit ini sudah penuh, jadi pihak rumah sakit mengizinkannya ada di sana. Dari awal aku bertemu dengannya ia sudah tak sadar dan tubuhnya penuh perban. Aku takut melihatnya yang seperti mayat, tapi kata dokter dia koma karena suatu kecelakaan, jadi untuk apa aku takut pada orang hidup? Bagaimanapun aku juga pernah mengalami koma. Bertualang di sebuah dunia yang tak bisa kuingat sepenuhnya.

Ini sudah 2 minggu dia tak sadar. Aku kasihan melihatnya, lama-kelamaan aku penasaran ingin mengetahui nama lelaki itu. Jadi diam-diam aku membuka tirai pemisah dan melihat papan nama yang berada tepat di atas tempat tidurnya.

“Byun Baekhyun…,” desisku.

Kulihat wajahnya seksama, lelaki itu sangat pucat. Beragam peralatan medis melekat di sekitar kepala dan tangannya. Sangat miris melihat orang koma, apa aku semiris itu sebulan yang lalu?

“Hya, apa kau akan terus seperti itu? Sekarang sudah 2 minggu dan kau belum juga sadar. Apa kau tidak kasihan pada keluargamu? Mereka ingin kau cepat bangun. Hya! Bangunlah!”

Hei, kenapa aku jadi marah-marah? Apa karena aku khawatir? Ah, tidak mungkin. Memangnya dia siapa? Eh, maksudku aku ini siapa? Kekasihnya? Bukan. Temannya? Bukan. Tapi entah kenapa aku ingin sekali melihat lelaki itu bangun. Aku yakin lelaki itu adalah lelaki yang kuat, karena luka memar parah yang ia derita hanya membuatnya koma.

***

“Hyung, aku berjanji akan menjadi adik yang kuat. Tapi tolong bangun, Sehun sangat merindukan Hyung.”

Pagi ini aku dikejutkan oleh seorang anak lelaki berumur sekitar 17 tahun yang menangis di samping lelaki itu. Sepertinya dia adik Baekhyun.

“Namamu Sehun?”

Anak itu berpaling dan menatapku dengan matanya yang sendu.

“Ne, Hyung teman Baekhyun-hyung?”

“Aku sudah bersamanya selama dua minggu ini.”

“Apa Hyung terus begini?”

“Uhm...ne, tapi kau harus yakin Hyungmu pasti sadar.”

Sehun mendekatiku dan memberikan sebuah kotak berwarna biru.

“Tolong berikan ini pada Baekhyun-hyung, aku yakin Hyung senang menerimanya ketika ia sadar nanti. Aku tak bisa berlama-lama di sini. Gomawo, Hyung.”

“Kau mau kemana?”

“Ji-jika Hyung bertanya tentang aku atau Eomma. Katakan padanya kami akan kembali, walau akan sangat lama.”

Sehun menghampiri Hyungnya lagi dan mengecup pipi Baekhyun lalu berlari keluar. Kotak ini apa isinya, ya? Ah, bukankah ini titipan? Aku tak boleh melihatnya.

***

Chanyeol merebahkan tubuhnya sambil mengamati kotak biru yang diberikan Sehun, adik Baekhyun, padanya. Ia menimang-nimang sambil menebak berbagai kemungkinan isi kotak itu. Lalu matanya tertuju pada Baekhyun untuk kesekian kalinya.

“Lelaki itu…seperti putri tidur saja.”

Chanyeol merasa tubuhnya sudah bugar kembali, sudah sebulan ia beristirahat jadi pasti tubuhnya keram ingin bergerak. Jadi ia bangun dan menggerakan badannya. Lalu Park Chanyeol bangun dari kasurnya dan berjalan-jalan.

“Aigo…sudah lama aku tak bergerak sebaik ini.”

Chanyeol memberanikan diri untuk mendekati Baekhyun. Setelah ia berada di samping Baekhyun, lelaki itu melihat alat pembaca detak jantung.

“Lemah…”

Chanyeol mengambil kursi dan terus memandangi Baekhyun.

“Lama-lama dilihat lelaki ini manis juga.”

Langsung tangannya menutup mulutnya dan menggeleng.

“Aigo, apa yang kukatakan? Aku tak mengenalnya, benar, aku tak kenal lelaki ini.”

Chanyeol menatap Baekhyun sangat lama, hingga tak terasa sore sudah tiba. Ia harus kembali ke tempat tidurnya. Sebelum ia pergi, Chanyeol kembali melihat Baekhyun, lalu tersenyum tipis.

***

Pagi ini aku ingin bercerita pada Baekhyun, hem. Bercerita apa, ya? Ah, apapun akan kuceritakan padanya agar ia tak kesepian. Kuambil kursi yang kemarin dan menaruhnya di samping tempat tidur Baekhyun. Lalu dengan lagak sok dekat aku menyapanya.

“Pagi, Baekhyun! Apa kabarmu baik-baik saja?”

“Aku yakin kau sedang berada di dunia yang sangat indah, aku juga pernah mengalaminya. Hanya sedikit yang kuingat, tapi aku merasa sangat nyaman di dunia itu. Uhm...tak senyaman yang kau bayangkan. Terkadang aku ingin cepat keluar dan menemui orang-orang yang kusayangi. Maka saat keinginan itu makin kuat, aku bisa sadar. Kau juga sadar, ya? Kemarin aku bertemu dengan adikmu, namanya Sehun, bukan? Ia sangat mirip denganmu dan kelihatannya dia sangat sedih. Bagaimana bisa kau membiarkan adikmu sedih seperti itu?”

“Oiya, adikmu juga menitipkan sebuah bingkisan berwarna biru. Bolehkah aku membukanya? Hahaha, tidak, aku hanya bercanda.”

Sebenarnya apa yang sekarang kulakukan? Berbicara dengan orang asing? Hem, tidak apalah. Lagipula kedua orangtuaku juga sedang pergi ke luar negri, jadi sekarang aku kesepian.

“Sudah 2 minggu kita bersama dan tak terasa seminggu lagi aku akan keluar dari rumah sakit. Kau tidak apa-apa aku tinggal sendiri?”

Hah? Tidak apa-apa aku tinggal sendiri? Hahahaha, Chanyeol-Chanyeol. Kau ada-ada saja.

***

Chanyeol selesai bercerita pada Baekhyun, ia kembali ke tempat tidurnya dan mengambil kotak biru dari adik Baekhyun. Ia sangat penasaran pada isinya, akhirnya ia membuka kotak itu.

“Liontin?”

Chanyeol mengambil liontin itu dan membuka tutup Liontin itu, matanya membesar melihat foto di liontin itu.

“A-apa ini?”

***

Tanganku bergetar saat melihat foto yang terpampang di dalam liontin Baekhyun. I-itu, kenapa aku? Aku dan Baekhyun? Kenapa bisa? Apa ini maksudnya? Kenapa? Aish, kepalaku sakit lagi! Karena kecelakaan sebulan yang lalu, kepalaku jadi sering sakit! Apalagi saat lelaki itu datang, kepalaku semakin sering sakit. Kutekan tombol pemanggil, beberapa suster mendatangiku lalu menyuntikan obat penenang sampai akhirnya aku tertidur.

***

Musim gugur, 2002

Baekhyun berlari sekuat tenaga agar tubuhnya tidak kebasahan karena hujan, tapi tetap saja, secepat apapun langkahnya hujan lebih cepat darinya. Akhirnya Baekhyun tiba di halte bis yang penuh dengan orang yang berteduh juga. Baekhyun melepaskan jaketnya yang sudah basah kuyup karena hujan. Baekhyun kibas-kibaskan jaketnya setelah tadi dia meremas jaketnya dari air. Lalu ia sampirkan jaket setengah basah berwarna abu-abu itu di lengannya. Sesekali Baekhyun menata rambutnya yang acak-acakan karena berlarian tadi.

“Kenapa harus ada hujan, sih? Aku benci hujan,” ucap sebuah suara berat dan itu mengganggu Baekhyun. Baekhyun melirik ke orang di sebelahnya yang sedang mengeluh tentang hujan. Baekhyun hanya mengulas senyum tipis karena sebenarnya dia sedikit setuju pada perkataan orang itu jika keadaannya sudah begini.

“Kalau saja aku ini pengendali hujan, aku akan menghentikan hujan kapanpun kumau,” ucap orang itu lagi. Oke, sekarang Baekhyun agak risih karena keluhan orang itu.

“Maaf, kalau kau terus mengeluh, bukankah itu artinya kau juga membenci Tuhan?”

Lelaki itu mendelik kesal dan memberikan tatapan membunuh pada Baekhyun.

“Apa urusanmu? Aku sedang bicara sendiri.”

“Tapi aku mendengarnya.”

“Tidak usah mengurusi masalah orang lain.”

“Tuhan kita sama, jadi itu urusanku.”

“Ish.”

Baekhyun memberanikan dirinya untuk mendekati lelaki itu.

“Sepertinya kita sekolah di SMA yang sama?”

Lelaki itu hanya mengangguk.

“Namaku Baekhyun, Byun Baekhyun.”

Lelaki itu belum menjawab dan terus mengeringkan jaketnya.

“Namamu siapa?”

“Park Chanyeol.”

“Apa mau kubantu?”

“Tidak usah.”

“Tanganku sangat kuat, aku bisa memeras baju sampai kering!”

Chanyeol hanya menoleh sedikit dan mencoba tidak peduli. Karena tidak sabar dan tidak suka diacuhkan, Baekhyun langsung mengambil jaket Chanyeol dan memerasnya sekuat tenaga. Chanyeol mengerjapkan matanya karena kaget akan kekuatan Baekhyun. Lelaki itu boleh saja lebih kecil dariku, tapi kekuatannya...wow juga, batin Chanyeol dalam hati.

“Nah, sudah agak kering, tapi jangan dipakai dulu.”

“Gomawo.”

Baekhyun membalas ucapan Chanyeol dengan tersenyum, seperti yang biasa ia lakukan pada orang-orang yang telah dibantunya. Chanyeol sedikit melirik tangan Baekhyun, tangan yang kuat itu tidak semulus tangannya. Tangan itu penuh memar dan Baekhyun berusaha menutupinya walaupun Chanyeol sudah terlanjur melihatnya.

“Ma-maafkan aku soal yang tadi.”

“Soal apa?”

“Soal aku mengeluh tentang hujan.”

“Kau seharusnya meminta maaf pada Tuhan.”

Chanyeol menunduk dan memejamkan matanya seperti berdoa.

“Sudah!”

Baekhyun tertawa melihat tingkah polos Chanyeol. Lalu ia menyipitkan matanya sambil menatap langit dan mengulas senyum manis di wajahnya. Chanyeol mengikuti Baekhyun, ia juga menatap langit.

“Langit seperti menangis, ya?”

“Hem.”

“Saat langit menangis, mereka memberikan kehidupan dengan airmatanya. Berbeda dengan manusia. Saat kita menangis, itu hanya menyusahkan orang-orang di sekitar kita saja.”

“Tidak juga.”

Baekhyun menoleh pada Chanyeol bingung.

“Tergantung kita menangis untuk apa dulu,” tambah Chanyeol.

“Tangisan seperti apa yang menyenangkan.”

Chanyeol berfikir sebentar lalu menatap Baekhyun.

“Tangisan saat kau lahir ke dunia ini.”

“Ah, iya,” ucap Baekhyun sambil tertawa kecil.

“Kita pasti akan jadi teman baik.”

“Aku juga berharap begitu.”

“Aku tidak berharap!”

“Mwo?”

“Aku bilang, kita pasti akan jadi teman baik.”

Baekhyun tertawa melihat ekspresi Chanyeol yang seperti anak kecil menuntut mainan.

***

Musim semi, 2005

Baekhyun dan Chanyeol duduk di teras rumah Chanyeol bersama buku-buku pelajaran. Hari ini Baekhyun meminta Chanyeol untuk mengajarinya beberapa materi yang belum ia mengerti, karena 1 minggu lagi ujian negara akan berlangsung. Chanyeol sebenarnya bingung sendiri saat Baekhyun minta diajari olehnya. Pasalnya Baekhyun jauh lebih pintar dibanding Chanyeol dan itu terlihat sekarang, materi yang Chanyeol belum kuasai lebih banyak di banding Baekhyun.

“Kalau persamaan logaritma seperti ini bagaimana menyelesaikannya, Baekhyun?”

“Oh, menurutku seperti ini.”

“Ah! Benar-benar! Lalu?”

Tes...

“Hei? Sepertinya akan hujan sebentar lagi, ayo kita masuk,” ajak Chanyeol.

“Tunggu, aku ingin melihat hujan sebentar.”

“Kau kan sudah sering melihat hujan.”

“Tapi aku paling suka hujan di musim semi.”

“Baiklah, aku akan membawa buku-buku ini sebelum hujan membasahi mereka.”

“Mau kubantu?”

“Kan kau bilang kau mau melihat hujan. Kau di sini saja.”

Chanyeol membawa buku-buku mereka ke ruang tengah. Lalu lelaki itu mengambil beberapa minuman dan makanan kecil untuk Baekhyun. Saat ia kembali, Baekhyun memasang ekspresi itu lagi. Ekspresi yang dulu membuatnya ingin berteman dengan Baekhyun. Ekspresi manis itu...saat Baekhyun menyipitkan matanya dan menatap langit.

Hujan baru turun rintik-rintik. Baekhyun menghirup udara dingin dan menghelakannya perlahan seperti sedang berolahraga yoga. Chanyeol meletakan makanan dan minuman yang ia bawa di samping Baekhyun.

“Belum deras, ya,” ucap Chanyeol sedikit mengejutkan Baekhyun.

“Ah, iya belum deras.”

“Baekhyun-ssie, aku tidak menyangka kita bisa berteman sampai sekarang.”

“Bukannya dulu kau yang bilang kita pasti akan jadi teman baik?”

“Hahaha, iya. Ternyata kau masih ingat itu.”

“Tentu saja. Karena sejak itulah aku tak mau kehilangan Yeollie.”

“Eh? Aku juga.”

Mereka berdua terdiam. Chanyeol mencuri pandang ke tangan Baekhyun. Selama ini ia selalu ingin menanyakan kenapa tangan Baekhyun memar-memar, tapi dia takut Baekhyun tersinggung. Biarlah nanti Baekhyun yang mengaku sendiri.

“Baekhyunnie...”

“Hem?”

“Selama ini kau selalu bersikap seperti tidak ada yang tak kau sukai di dunia ini. Tapi aku yakin kau punya, dan kalau boleh tahu...apa itu?”

Baekhyun terdiam dan kembali menatap langit.

“Hanya satu hal yang tak kusukai di dunia ini.”

Chanyeol tidak sabar mendengar kalimat Baekhyun selanjutnya.

“Hanya satu...kehidupanku.”

“Ke-kehidupanmu?”

“Aku sangat membenci kehidupanku sebagai Byun Baekhyun.”

“Kenapa?”

Baekhyun mengangkat tangannya dan menyikap bagian lengan bajunya sampai siku. Kini Chanyeol bisa melihat dengan jelas memar dan luka yang ia ingin lihat selama ini.

“Ini yang membuatku membenci kehidupanku. Dia...dia selalu membuatku seperti ini.”

“Siapa?”

“Orang yang tidak bisa lagi kusebut sebagai Appa.”

“Baekhyunnie...”

Baekhyun tetap tersenyum walaupun kini airmata menggenang di matanya yang indah. Chanyeol menggapai tangan Baekhyun dan menutup lagi luka itu.

“Jangan perlihatkan luka ini pada siapapun termasuk aku, Baekhyunnie. Cukup tersenyum seperti itu dan jangan menangis, karena tanpa luka ini, aku bisa mengenal Baekhyun sebagai Baekhyun yang kuat dan selalu berfikiran positif. Aku tak mau melihat luka itu, karena aku berjanji, aku akan melindungi Baekhyunnie.”

---

“Sudah kubilang jangan sakiti Sehun!”

Terdengar sebuah teriakan dari dalam rumah Baekhyun, seperti suara wanita. Baekhyun langsung berlari masuk dan menolong seorang anak yang tangannya berdarah. Sedangkan di dalam sebuah kamar, seorang wanita sedang bertengkar dengan seorang lelaki yang penampilannya begitu berantakan. Lelaki itu adalah Appa Baekhyun dan wanita yang sedang berteriak itu pasti Eomma Baekhyun.

“Eomma!” Seru Baekhyun dan masuk ke kamar untuk melawan Appanya sendiri.

“Kau anak tidak tahu diri!”

Appa Baekhyun memukul wajah Baekhyun hingga mulut Baekhyun mengeluarkan darah.

“Aku sudah tidak tahan lagi! Aku akan pergi bersama anak-anak!”

“Kau boleh pergi bersama Sehun! Tapi jangan Baekhyun!”

“Kenapa?”

“Karena bagaimanapun aku harus hidup dengan salah satu anakku!”

“Tidak bisa! Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan Baekhyun!”

“Kau mau aku membunuh anak-anakmu sekarang juga?”

Eomma Baekhyun sangat bimbang, ia tak mungkin meninggalkan Baekhyun. Baekhyun mendekati Eommanya dan mengelus pundak Eommanya.

“Pergilah, Eomma. Aku akan baik-baik saja.”

“Baekhyunnie...”

“Aku ingin Eomma dan Sehun terus tersenyum. Jangan menangis, eoh?”

***

Musim dingin, 2006


Malam ini salju turun cukup deras, membuat suhu di malam musim dingin ini semakin menusuk. Tapi Baekhyun tidak mau beranjak dari tempatnya saat ini. Ia berjanji untuk menunggu Chanyeol, di bandara, yang baru akan kembali dari London setelah mengunjungi orangtuanya.

Baekhyun menggenggam erat syal yang ingin ia berikan pada Chanyeol saat lelaki itu tiba. Sudah sekitar 3 jam Baekhyun menunggu kedatangan Chanyeol, karena dia tidak tahu jadwal kedatangan pesawat London-Korea, jadi Baekhyun berjaga-jaga dengan menunggu Chanyeol dari sore. Chanyeol pun berjanji akan tiba hari ini.

Baekhyun memeriksa ponselnya, belum ada pesan dari Chanyeol. Baekhyun tetap sabar menunggu. Ia terus bersenandung untuk mengusir kebosanannya sampai sebuah suara yang ia rindukan memanggil namanya.

“Baekhyunnie!”

“Chanyeol-ssie!”

Baekhyun berdiri hendak menyambut Chanyeol, tapi ada seorang gadis seumuran mereka di sebelah Chanyeol. Gadis yang manis.

“Bagaimana kabarmu selama 1 minggu ini? Kau tidak mau memelukku?”

Chanyeol mengangkat kedua tangannya bersamaan seperti memberikan peluang pada Baekhyun untuk memeluknya.

“Di-dia siapa?”

“Oh, perkenalkan, namanya Tiffany.”

Gadis bernama Tiffany itu membungkuk sambil tersenyum.

“Annyeong haseyo, Tiffany imnida.”

“Baekhyun.”

“Tiffany adalah teman lamaku saat kami bersekolah di London. Tapi sekarang...dia sudah menjadi kekasihku. Tiffany juga bilang ingin melanjutkan kuliahnya di sini, jadi kami pulang bersama.”

“Ooh...”

“Kau sudah menunggu lama, Baekhyun?”

“Ti-tidak.”

“Ayo kita makan malam dulu untuk merayakan kepulanganku.”

“A-aku...aku harus pulang cepat. Aku tak bisa membiarkan Appaku minum-minuman lagi.”

“Kalau begitu kuantar, ya?”

“Tidak usah, Channie.”

Baekhyun membungkukan tubuhnya lalu berlari pergi dengan sebuah syal yang ia genggam erat. Syal yang harusnya tersemat di leher Chanyeol. Syal yang ia buat semalam suntuk selama seminggu ini. Syal yang ia buat untuk Chanyeol.

“Kau yakin ingin melakukan ini, Chanyeol?”

“Tentu. Bagaimanapun Baekhyun tidak boleh mencintaiku.”

---

Baekhyun meletakan syal itu di atas kasurnya lalu ia duduk di balik jendela kamar. Ia menatap salju-salju yang turun menutupi atap rumahnya, begitu putih, bersih, indah. Baekhyun menyapu salju-salju yang bersarang di pinggan jendelanya dan menggenggamnya erat sampai tangannya memerah.

Tes...

Suaranya seperti hujan yang sering ia nikmati bersama Chanyeol. Tapi itu bukan hujan, itu airmatanya. Semakin lama semakin deras hingga melelehkan salju yang ada di hadapannya.

“Kenapa...kenapa hujan ini tidak berhenti walau aku memintanya?”

Ia memukul dadanya berkali-kali.

“Tolong berhenti, aku tidak mau menangis. Aku mau tersenyum seperti yang Chanyeol minta padaku. Tolong berhenti...”

***

Pertengahan tahun 2011

“Baekhyunnie...”

“Selamat untuk pertunanganmu, Chanyeol-ssie. Aku senang kau bisa menemukan wanita sebaik Tiffany.”

“Bagaimana keadaanmu?”

“Tanganku sudah sehat. Bukankah kau sendiri yang tak mau melihat lukaku? Kenapa sekarang kau menanyakannya?”

“Aku hanya tidak mau kau batal mengisi acara di pernikahanku karena lukamu itu.”

“Aku akan menepati janjiku untuk mengisi di acaramu nanti, Chanyeol. Tenang saja.”

Maafkan aku, Baekhyun. Mulai sekarang kau harus menjadi lelaki normal. Jangan jatuh cinta padaku. Karena aku juga akan meninggalkanmu.

---

Chanyeol dan Tiffany mendapat sangat banyak ucapan selamat pada pernikahan itu. Sampai-sampai Baekhyun tidak bisa menemui Chanyeol untuk sekedar berpamitan. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai pemain piano, Baekhyun memutuskan untuk pergi. Ia akan memberikan ucapan selamatnya besok saat mengantarkan Chanyeol ke bandara.

Sebelum benar-benar keluar, Baekhyun sekali lagi melihat kerumunan itu. Wajah Chanyeol yang bahagia itu...wajah yang selama 5 tahun ini ia rindukan. Entah kenapa sejak Tiffany datang 5 tahun yang lalu, Chanyeol selalu bersikap dingin padanya. Berbicara hanya seperlunya. Chanyeol selalu menghabiskan waktunya bersama Tiffany.

Tidak, Baekhyun tidak boleh sedih. Baekhyun harus tersenyum seperti yang Chanyeol minta dulu agar Chanyeol tetap melindunginya. Melindunginya...

***

Musim gugur, 2012

Aish, bayangan itu lagi. Ya, lagi-lagi bayangan itu. Kenangan yang kudapat saat aku koma dulu. Dan setelah kedatangan Baekhyun, aku makin sering melihat bayangan itu. Sebenarnya siapa lelaki itu? Lelaki yang berada di bayanganku?

Chanyeol kembali memerhatikan foto di liontin tersebut. Kepalanya kembali sakit, kini ia tak mau melawan bayangan itu lagi. Ia ingin mengingat semuanya, ia tak mau hidupnya kembali hampa. Seketika airmatanya mengalir, bukan karena sakit kepala, tapi karena lelaki itu. Byun Baekhyun.

***

Flashback

Baekhyun berlari menelusuri kerumunan orang-orang rumah sakit menuju ruang UGD. Matanya berlinang dan bengkak saat melihat orang yang selama ini menjadi penyemangat hidupnya terkapar di sana. Lelaki itu sangat lemah, sangat berbeda dari biasanya.

“Yeollie, tolong jangan tinggalkan aku.”

Chanyeol dipindahkan ke kamar rawat, tapi kondisi lelaki itu masih koma. Baekhyun mengikuti Chanyeol dan menunggu sampai ia boleh menemuinya.

“Anda siapa?”

“Sa-saya adalah sahabatnya, sahabat baiknya.”

Beberapa hari sebelumnya…

Chanyeol merasa ia harus mengutarakan perasaan yang sebenarnya pada Baekhyun. Ia tidak sanggup lagi menahannya. Setelah Tiffany menyetujui perpisahan mereka, hari ini, tepat setahun ia meninggalkan Baekhyun ke London, diletakannya kotak biru berisi liontin dan surat berisi perasaannya di depan rumah Baekhyun. Ia harap lelaki itu tak marah jika Baekhyun tahu ia benar-benar menyukainya.

Selepas kepergian Chanyeol, seorang lelaki paruh baya berjalan gontai, tak sengaja kakinya menendang sebuah kotak biru kecil. Lelaki itu mengambil kotak biru dengan tulisan “To Baekhyun”. Sambil tertawa kecil, lelaki itu melempar kotak tersebut ke tempat sampah lalu masuk ke rumah kecilnya.

“Baekhyun-ssie!”

---

Baekhyun mendengar pembicaraan dokter yang merawat Chanyeol. Mereka bilang Chanyeol akan hilang ingatan walaupun tidak permanen. Baekhyun merasa dunia begitu tidak adil, semua orang yang ia sayang harus meninggalkannya. Pertama Eomma, Adiknya, lalu sekarang Chanyeol...

Baekhyun mencoba tidak menangis. Ia akan terus tersenyum agar Chanyeol bangun dan melindunginya lagi. Ia memandang Chanyeol dari balik kaca pintu kamar. Ia tak bisa melihat Chanyeol dengan jelas karena banyak orang sedang menanganinya. Dengan hati yang hampa, ia berjalan tanpa arah. Ia tak sadar sudah berada di jalan raya.

BRAK

Tubuh lelaki itu terlempar cukup jauh karena benturan itu, Baekhyun merasa tak ada gunanya lagi dia hidup. Semua orang akan segera melupakannya. Sebaiknya ia pergi...

---

Sehun baru saja tiba di Seoul dan ia langsung pergi ke kediaman Hyungnya. Ia sangat rindu pada Baekhyun, tapi ia merasa ia tak bisa menemui lelaki itu sekarang. Ia terlalu takut menghadapi Appanya yang sangat pemarah, apalagi saat mabuk. Ia bisa merasakan luka Hyungnya, tapi ia terlalu lemah untuk melawan.

“Hyung.”

Tak sengaja Sehun menemukan sebuah kotak biru dari Chanyeol di tempat sampah, secepat mungkin ia ambil dan pergi dari rumah itu.

***

“Kenapa kau bisa seperti ini, Baekhyun-ssie? Bukankah kau lelaki yang kuat? Walaupun kau selalu dipukuli lelaki itu, kau tak pernah menangis. Aku tak mau melihatmu seperti ini. Bukankah kau sudah berjanji padaku untuk tidak memperlihatkan lukamu? Aku akan melindungimu, Baekhyun... Apa kau sedih saat melihatku koma? Itu juga yang aku rasakan saat ini Baekhyun. Kenapa kau tak mau bangun, Baekhyunnie? Apa kau marah padaku? Hya, Baekhyun-ssie! Tolong bangun.”

Chanyeol menggenggam tangan Baekhyun dan mengecupnya, airmatanya mengalir karena ia sangat takut kehilangan lelaki itu. Sudah beberapa hari ini Chanyeol tak meninggalkan tempatnya menunggu Baekhyun sadar.

“Baekhyunnie, tolong bangun...bangun demi aku.”
***

Chanyeol menemui dokter yang merawat Baekhyun, ia bertanya apakah keadaan Baekhyun akan terus keritis seperti itu atau masih ada harapan untuknya. Dokter itu tidak bisa menjawab pasti, mendengar reaksi itu Chanyeol dengan penuh amarah menarik kerah jas sang dokter.

“Apa ini yang kau sebut sebagai jasa? Apa kau tidak mau berusaha untuk menyembuhkan Baekhyun?”

“Maafkan aku.”

Chanyeol melepaskan tarikannya dan kembali duduk. Dokter itu juga duduk sambil merapikan kerahnya.

“Boleh aku tahu kenapa Baekhyun dirawat?”

“Kau ingat lelaki itu?”

“Aku belum yakin, yang kutahu aku sangat sedih melihatnya seperti itu.”

“Menurut saksi mata, lelaki itu menyebrang tanpa melihat sekeliling sampai sebuah truk menabraknya.”

“A-apa? Dia menyebrang tanpa memerhatikan sekeliling? Kenapa bisa begitu?”

“Saksi mata juga menambahkan bahwa Baekhyun berjalan seperti orang bingung.”

“Seperti orang bingung?”

“Ah iya, apa kau ingat kenapa kau bisa dirawat?”

Chanyeol menggeleng.

“Kau koma karena sebuah kecelakaan. Saat kau berusaha menyelamatkan lelaki itu.”

“Lelaki itu?”

“Byun Baekhyun...”

***

Kenapa kau tidak hati-hati, Baekhyun? Padahal aku sudah berusaha menyelamatkanmu dengan nyawaku sendiri. Aku mencintaimu, Baekhyun. Kau dengar itu? Aku mencintaimu...sebuah kalimat yang baru bisa kukatakan sekarang. Dulu aku terlalu takut mengatakan ini, Baekhyun. Kau tahu kenapa? Aku takut orang-orang akan melecehkanmu, menghinamu, mencelakaimu hanya karena kita berpacaran. Hanya? Tidak, menjadi menjadi kekasihmu bukan sekedar hanya. Berpacaran denganmu adalah segalanya untukku. Sampai kapanpun aku takkan melepas janjiku padamu, janji yang kuucapkan saat hujan itu turun. Hujan di musim semi yang kau sukai.

Baekhyunnie...kenapa detak jantungmu terus melemah? Apa kau tidak mencintaiku? Apa kau tidak mau memaafkanku? Maafkan aku, Baekhyunnie. Aku terpaksa menikah dengan Tiffany agar kau membenciku. Aku tahu kau tidak bisa, begitupun aku. Tiffany juga tidak mencintaiku, aku tak pernah menyentuhnya selama kami menikah. Aku hanya mencintaimu dan dia tahu itu. Dia menyuruhku untuk kembali padamu, jadi aku memutuskan untuk kembali ke Korea untuk kembali menunjukan cintaku yang terpendam padamu selama bertahun-tahun.

Aku meletakan sebuah kotak berwarna biru berisi liontin dan surat berisi perasaanku. Tapi sepertinya kau membuangnya, Baekhyun. Karena yang mengantarkan kotak itu adalah adikmu. Namanya Sehun, bukan? Dia ingin kau bangun, Baekhyun, sama sepertiku. Aku juga ingin kau bangun.

Aku ingat saat aku menyelamatkanmu di jalan raya waktu itu, aku melihatmu sedang menyelamatkan seekor kucing liar tanpa memedulikan nyawamu sendiri. Aku terlalu takut dan tak bisa berfikir panjang, jadi aku langsung mendorongmu sampai akhirnya...aku koma.

Apa kau menangis saat aku koma, Baekhyun? Aku harap tidak, karena aku ingin menghentikan satu hujan. Satu hujan saja...air matamu. Aku tahu kau selalu menahan hujan itu karena kau yakin aku akan melindungimu. Tapi aku menyia-nyiakan semuanya, Baekhyun. Aku selalu ingin melindungimu, tapi kenyataannya aku malah meninggalkanmu, membuatmu menahan airmata yang seharusnya bisa membuatmu tenang. Maafkan aku Baekhyun.

***

Chanyeol mendengar sebuah suara dari alat pendeteksi detak jantung Baekhyun. Tubuh Chanyeol membeku, ia tak berani melihat alat itu.

“Baekhyun-ssie...”

Tapi Chanyeol berusaha melihatnya, ia tolehkan perlahan kepalanya dan sekarang jantungnya seperti berhenti berdetak. Sama seperti jantung Baekhyun saat ini.

“Baekhyun-ssie! Dokter! Tolong ke sini!”

***

Aku masih memandangi foto hitam putih itu. Sebuah foto yang dipenuhi bunga-bunga bertuliskan bela sungkawa. Aku melihat beberapa orang menangis melihat kepergian orang itu. Tapi aku tidak mau menangis, untuk sebuah alasan, aku tak mau menangis.

“Baekhyunnie...”

Aku menoleh ke sumber suara, dia, Park Chanyeol yang kurindukan ada di sini. Bersamaku di pemakaman Appaku.

“Kenapa kau tidak menangis?”

“Bukankah kau bilang aku tidak boleh menunjukan lukaku?”

“Menangislah, Baekhyun. Karena walaupun kau menangis atau menunjukan lukamu, aku akan tetap melindungimu.”

Perlahan airmata yang selama ini kupendam karena janji itu mengalir. Di balik air mata itu masih ada sedikit amarahku pada perlakuan Appa selama ini. Tapi aku mencoba ikhlas, karena aku tahu Appa juga terluka karena Eomma selingkuh saat aku masih berumur 5 tahun. Bahkan aku baru tahu kalau Sehun bukan adik kandungku. Aku sudah memaafkanmu, Appa. Aku tahu bagaimana perasaan mencintai seseorang yang mengkhianati hati kita dari belakang, walau orang itu sebenarnya tidak mau. Tapi aku juga tidak bisa marah pada Eomma, karena Eomma melakukan itu untuk kebaikanku, agar aku bisa bersekolah di tempat yang layak lewat uang yang orang itu berikan pada Eomma.

Chanyeol perlahan merangkulku. Aku menatapnya dan tersenyum lembut. Ia membalasnya lalu mengecup keningku seperti menenangkan.

“Sepertinya Sehun dan Eommamu belum datang.”

“Sebentar lagi mereka pasti datang. Kalau belum datang juga...setidaknya mereka harus melihat makam Appa.”

“Apakah sakit?”

“Ne?”

“Apakah sakit saat melihat orang yang kau cintai pergi? Apakah sakit di sini?”

Ia menunjuk dadaku sekilas. Aku hanya mengangguk.

“Tapi lama kelamaan semua orang akan pergi, Chanyeol. Hal yang tak bisa dihentikan oleh manusia. Takdir. Sama seperti hujan, bukan?”

“Hem. Sama seperti hujan yang tidak bisa kita hentikan.”

***

Aku dan Baekhyun duduk di halte tempat kami bertemu untuk yang pertama kalinya. Saat ini tidak hujan, tapi keadaannya begitu menenangkan seperti ada hujan yang mengelilingi kami. Kami bisa mendengar bunyi hujan dalam angan-angan kami. Baekhyun terus menunduk, jadi kuangkat wajahnya menghadap padaku.

“Kau kenapa?” Tanyaku.

“Aku hanya tidak percaya sekarang kau ada di sampingku.”

“Kau harus percaya, Baekhyunnie.”

“Aku...mendengar suaramu saat aku koma.”

“Aku juga, yang ada dalam mimpiku adalah kau dan seluruh kenangan kita, Baekhyun. Maka dari itu aku ingin segera bangun dan bertemu denganmu.”

“Saat aku menahan tangisku, aku selalu percaya kau akan melindungiku. Waktu itu aku menangis, Chanyeol. Saat kau mengenalkan Tiffany padaku, aku menangis diam-diam dan kau langsung bersikap dingin padaku. Maka dari itu...aku tidak pernah menangis lagi supaya kau kembali melindungiku. Aku terus menunggu sampai kau menepati janjimu. Kau melindungiku hingga nyawamu sendiri taruhannya.”

“Kau terus menunggu?”

“Sehari sebelum keberangkatanmu ke London. Tiffany mengatakannya padaku, mengatakan alasanmu dingin padaku selama 5 tahun itu.”

“Maafkan aku, Baekhyun.”

“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Chanyeol. Karena kau telah menepati janjimu.”

“Sekarang...biarkan airmatamu mengalir saat kau sedih, biarkan hujan yang berasal dari hatimu itu keluar dari mata indahmu. Karena aku akan selalu di sampingmu. Aku takkan meninggalkanmu lagi. Pegang janjiku.”

“Jadi, apa aku boleh mengenakan liontin ini?”

“Boleh, mau kupakaikan?”

Baekhyun mengangguk. Lalu kupakaikan liontin itu pada Baekhyun. Liontin yang membuatku ingat padanya. Liontin yang sebenarnya ingin kuberikan pada Baekhyun tepat saat aku mengajak Tiffany dan berfikir untuk melupakan Baekhyun. Kufikir liontin itu bisa kujadikan hadiah terakhirku pada Baekhyun sebelum aku meninggalkannya, sekarang liontin itu memang menjadi hadiah terakhir, hadiah untuk cinta terakhirku. Cinta abadiku.

“Aku mencintaimu, Baekhyunnie.”

***

To Baekhyun...

Baekhyunnie, bagaimana kabarmu selama satu tahun ini? Aku harap kau akan baik-baik saja. Tapi sekarang aku yang tidak baik. Selama lebih dari 5 tahun aku berhubungan dengan Tiffany, aku tidak bisa baik. Baik untuk jiwa maupun ragaku.
Aku sadar, Baekhyunnie, hanya kaulah orang yang ada di hatiku. Aku mencintaimu, Baekhyun. Maafkan aku karena baru sekarang aku bisa mengatakannya. Aku takut untuk melihat kenyataan, aku takut tak bisa menepati janjiku, aku takut kau malah tersakiti karena perasaan ini. Aku bodoh bukan? Aku selalu takut untuk segala hal. Bahkan dulu aku ingin menghentikan hujan karena aku takut pada hujan yang selalu membuatku menggigil.
Tapi sekarang aku sudah tidak takut lagi. Pada hujan, kenyataan, dan perasaan ini. Sekarang aku yakin untuk mencintaimu, Baekhyunnie. Biarkanlah hujan deras menerpa kita, yang pasti, aku akan terus melindungimu dari mereka. Karena mereka jugalah yang sudah mempertemukan kita.
Sekali lagi, aku mencintaimu, Baekhyunnie.



END

11 komentar:

  1. Cerita.a keren o(≧o≦)o
    Sedih banget pas baca.a (˘̩̩̩^˘̩̩ƪ)
    Tapi chanyeol sempet nyakitin baekhyun kan kasian baekhyun.a

    Daebak deh buat ff.a ^^9

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaa, aku nggak nyangka kalau jatohnya beneran sedih xD hehe. Aku kira ffku yang sedih cuman our secret :D . Makasih banyak yaaa :*

      Hapus
  2. gue mewekk huaa TT-TT daebak thorr!!

    BalasHapus
  3. daebak thorr gua baca sambil kena hujan masa #hujaandarimata
    fell nya thor jempol deh pokok nya >-<

    BalasHapus
  4. daebak thorr kebawa fell nya huwee mewek masa T_T >_<

    BalasHapus
  5. Aku kira td malah baekhyun gt mati udh sedih banget kereen tho 👍

    BalasHapus
  6. terharuuuuu :`)
    baekhyunnnnnnn
    keren banget thorr !!!
    daebakkkk ♥♥

    BalasHapus
  7. Aaaa author daebak deh, kebawa suasana ini thor. Hahaha pen nangis ;'( gomawo ceritanya thor, daebak daebak ^^

    BalasHapus

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini