Jumat, 28 September 2012

A Fanfiction - Our Secret (Twoshoot 2 of 2) _ Baekyeol/Chanbaek


Our Secret


Author: Fie
Genre: sad, romance, yaoi
Rated: 15+
Length: twoshoots (2 of 2)
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Main cast:
- Byun Baekhyun as Baekhyun/Pendek
- Park Chanyeol as Chanyeol/Rambut mie
- Oh Sehun as Park Sehun

Support cast:
- Kim Minseok/Xiumin
- Luhan
- Kim Jongin/Kai
- Kim Jongdae/Chen



Summary:

Aku tidak peduli pada kenyataan, aku tidak mau percaya pada takdir, karena aku akan selalu mencintaimu.




Siang ini Chanyeol melancarkan aksinya sedangkan Sehun memerhatikan dari jauh. Dia tak mau hyungnya curang. Chanyeol mendekati Baekhyun yang sedang sibuk memeriksa sebuah naskah dari setumpuk naskah yang ditugaskan padanya. Tapi melihat kedatangan Chanyeol, Baekhyun langsung menghentikan kegiatannya dan menatap heran lelaki itu.

“Ada apa?”

“Kalau sekarang aku atasanmu, bolehkah aku meminta nomor ponselmu?”

“Kau masih mau nomor ponselku?”

“Jangan kurang ajar, atau kau mau kupecat?”

“Kau tidak bisa memecatku hanya karena nomor ponsel!”

“Jadi berikan nomor ponselmu!”

“Aku tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Ya tidak bisa.”

“Iya tapi kenapa?”

“Ponselku rusak, jadi nomorku tidak aktif.”

“Aku akan membantumu memperbaikinya, yang penting sekarang berikan nomor ponselmu.”

“Kenapa kau sangat menakutkan, sih?”

“Lalu kau apa? Kau menyebalkan!”

“Rambut mie!”

“Kau! Dasar...Pendek!”

“Hya! Aku ini tinggi!”

“Tapi aku lebih tinggi! Dan kau yang paling pendek di sini!”

Baekhyun berdiri dan melotot pada Chanyeol, walau ia harus mendongak untuk melihat wajah Chanyeol, itu tidak menyurutkan keberaniannya.

“Tidak ada yang mengejek tinggi badanku selama ini, Rambut mie!”

“Tidak ada juga yang memanggilku Rambut mie!”

“Baiklah, mulai sekarang aku akan memanggilmu Rambut mie!”

“Pendek!”

“Rambut mie!”

“Pendek!”

Kai, Luhan, Jongdae, dan Sehun asyik melihat pertengkaran itu. Sepertinya ini akan menjadi tontonan gratis setiap harinya.

***

Tepat jam 4 sore, semua pegawai pulang termasuk Baekhyun dan teman-temannya. Baekhyun mengambil sepedanya di tempat parkir. Saat dia sibuk melepaskan kunci sepedanya, seorang gadis menghampirinya.

“Baekhyun-oppa.”

Baekhyun belum menanggapinya, sampai dia selesai melepaskan kunci sepedanya.

“Ada apa, Sulli?”

“Apa kau sudah punya jawabannya?”

“Sebaiknya kita bicarakan sambil berjalan saja, ya?”

Baekhyun menuntun sepedanya diikuti Sulli. Tanpa diketahuinya, Chanyeol yang melihat Baekhyun bersama wanita mengikutinya. Mungkin ini bisa jadi bahan ledekan baru, batin Chanyeol. Sebenarnya bukan kebiasaan Chanyeol untuk bersikap kekanakan seperti ini, hanya saja...ia menikmati perkelahiannya dengan Baekhyun.

“Bagaimana, Oppa?”

Baekhyun tersenyum lembut dan belum menanggapi.

“Oppa?”

Akhirnya Baekhyun berhenti dan menatap Sulli.

“Aku menghargai perasaanmu, Sulli. Tapi...aku tak bisa membuatmu menungguku. Selama kau menantiku, hidupmu akan terus berkurang. Sedangkan aku masih ingin bersenang-senang sendirian. Aku belum siap untuk berhubungan lebih jauh dari teman. Kau membutuhkan lelaki yang lebih baik dariku, Sulli.”

“Tapi kenapa, Oppa? Bukankah sejak kita masih kuliah...”

“Anyeo, Sulli. Sejak kita kuliah, kita hanya teman. Aku hanya merasa masih ada keraguan dalam hatiku untuk menerima siapapun di hatiku. Tapi sampai sekarang aku belum mengerti apa alasannya.”

“Baiklah, aku pergi dulu, Oppa.”

“Maafkan aku, Sulli.”

Sulli berlari pergi. Baekhyun kembali menuntun sepedanya.

“Mungkin aku bodoh, melepaskan wanita yang jelas-jelas menyukaiku demi dia. Belum tentu orang itu datang, tapi...aku merasa orang itu pasti datang. Rambut mie, kapan kau kembali?”

“Kau memanggilku?”

“Eh? Kau mengikutiku, ya?”

“Aku hanya kebetulan lewat.”

“Mana mobilmu?”

“Uhm, itu...”

“Kau mengikutiku, Rambut mie!”

“Tidak, Pendek! Aku hanya kebetulan lewat dan melihat seorang gadis berlari darimu. Kau ditolak?”

“Aku yang menolak.”

“Ish, kurasa gadis itu sangat manis, kenapa kau menolaknya?”

“Bukan urusanmu, Rambut mie!” Baekhyun segera menaiki sepedanya dan melesat menuju Restoran Xiuzi.

“Hya! Dasar, Pendek!”

Chanyeol terdiam. Ia memikirkan kata-kata Baekhyun tadi, kata-kata yang sama dengan yang ia katakan pada Luna tadi pagi. Keraguan seperti apa yang dirasakan Baekhyun? Apa sama dengannya?

***

Sehun tertawa keras mengingat kejadian tadi siang. Dia tak menyangka Baekhyun akan seberani itu pada Chanyeol.

“Diam kau.”

“Tapi kejadian tadi siang benar-benar lucu, Hyung! Rambut mie dan Pendek. Hahahaha!”

“Sudah kubilang diam.”

“Sepertinya kau menikmatinya, Hyung.”

“Menikmati?”

“Ne, kau senang saat bertengkar dengan Baekhyun-hyung.”

“Tidak mungkin. Arghh, aku ingin pergi dari tempat itu.”

“Eomma tak mungkin mengizinkannya.”

“Ya, aku tahu.”

Sehun merebahkan tubuhnya di kasur Chanyeol dan memejamkan matanya.

“Kau jangan tidur di sini, Sehun.”

“Aku tidak sedang tidur.”

“Lalu?”

“Aku sedang mereka ulang kejadian hari ini. Seperti yang disarankan Baekhyun-hyung.”

“Mereka ulang? Maksudnya apa?”

“Aku ingin menjadi orang sehebat Baekhyun-hyung.”

“Orang aneh begitu kau bilang hebat.”

Sehun membuka matanya dan bangun.

“Baekhyun-hyung bisa mengatur pikirannya, seperti orang yang punya indra keenam.”

“Omong kosong.”

“Dia melakukan ritual seperti ini. Baekhyun-hyung juga bilang hidupnya akan lebih tenang kalau melakukan ini.”

“Hah, itu hanya tahayul.”

“Terserah. Tapi kusarankan agar kau melakukannya juga, Hyung. Aku rasa itu berguna untuk perasaanmu yang terus terbelenggu ambisi.”

“Pergi sana, aku tidak butuh saran dari si Pendek Baekhyun.”

“Kau tega sekali sih bilang Baekhyun-hyung, Pendek.”

“Dia duluan!”

“Dasar kekanakan. Tidak biasanya kau menanggapi orang sampai sebegitunya. Dan ingat, kau belum mendapatkan nomor ponselnya.”

“Ya-ya, aku akan mendapatkannya.”

“Sudahlah menyerah saja, Hyung. Bayar saja kekalahanmu.”

“Pergi!”

***

Baekhyun masih saja menghitung uang receh, rasanya pekerjaannya di restoran itu hanya menghitung uang receh.

“Baekhyun-ssie, antarkan pesanan ini ke alamat ini lagi, ya!” Perintah Xiumin.

“He? Tidak, aku tidak mau. Suruh saja Kyungsoo.”

“Kyungsoo sedang membantuku, sudahlah pergi sana!”

Akhirnya setelah dipaksa, Baekhyun mau mengantarnya lagi. Dengan perasaan was-was Baekhyun menekan bel kamar Chanyeol. Dia berharap Sehun yang membukakannya, karena Baekhyun sedang malas berurusan dengan Chanyeol. Tapi harapannya harus pupus, karena Chanyeol yang menyambutnya.

“Katanya kau tidak mau mengantar ke apartemen ini lagi.”

“Terpaksa. Sudahlah cepat bayar, Rambut mie.”

“Kau tidak sopan sekali sih dengan atasanmu sendiri.”

“Kita seumuran, untuk apa aku harus sopan.”

“Aku atasanmu, Baekhyun.”

“Sebelum kau berhenti menggangguku dengan permintaan konyolmu, aku tidak akan menghormatimu.”

“Permintaan apa?”

“Berhenti meminta nomor ponselku.”

Bukannya menanggapi, Chanyeol malah mendekatkan dirinya pada Baekhyun. Refleks Baekhyun menjauh, tapi Chanyeol semakin mendesak tubuh itu hingga ia terpojok di dinding.

“A-apa yang mau kau lakukan?”

Tangan Chanyeol memegang pundak Baekhyun dan menatap mata Baekhyun lekat.

“Hya! Apa yang mau kau lakukan?!”

“Berikan nomor ponselmu.”

“Kan sudah kubilang, ponselku rusak!”

“Aku akan memperbaikinya! Tapi berikan aku nomor ponselmu!”

“Untuk apa, sih?”

“Untuk menjaga harga diriku!”

“Mwo?”

“Sudah tidak usah cerewet, Pendek! Berikan nomormu!”

“Tidak mau!”

“Baekhyun-ssie!”

“Hei-hei, ada apa ini? Chanyeol-hyung, kenapa kau mendesak tubuh Baekhyun-hyung begitu?”

“Sehun! Tolong aku!”

Sehun langsung menjauhkan Chanyeol dari Baekhyun.

“Kau mau apa sih, Hyung?”

Chanyeol tidak menanggapi dan masuk ke dalam.

“Kau tidak apa-apa, Hyung?”

“Dia terus meminta nomor ponselku.”

Sehun berusaha menahan tawanya. Lalu matanya beralih pada box besar yang dibawa Baekhyun.

“Dia memesan lagi? Katanya kau tidak mau mengantar ke sini.”

“Xiumin-hyung memaksaku, aku tidak tahu kenapa, tapi kurasa ini gara-gara si Rambut mie itu.”

“Kenapa sih kau tidak mau memberikan nomor ponselmu padanya?”

“Aku hanya merasa ada rencana tersembunyi dibalik permintaannya. Semacam taruhan mungkin?”

Sekarang Sehun harus berusaha sekuat tenaga untuk menahan tawanya. Jawaban Baekhyun sangat tepat.

“Ayo masuk dulu, Hyung.”

“Aku harus kembali bekerja, Sehun.”

“Oh, baiklah. Tapi apa kau tidak mau berpamitan dengan Rambut mie?”

“Tidak!”

***

Seminggu berlalu...

Chanyeol pergi ke toko ponsel. Sudah dibilang, Chanyeol akan melakukan apapun demi memenangkan taruhan itu. Chanyeol lama sekali memilih ponsel, karena di tidak tahu Baekhyun punya selera yang bagaimana. Akhirnya ia membeli sebuah ponsel keluaran paling baru karena ia yakin Baekhyun akan menyukainya.

Setelah membeli, Chanyeol langsung ke kantor untuk memberikannya. Hari ini ia harus mendapat nomor ponsel Baekhyun. Baekhyun yang sedang menyapu ruangan kaget saat Chanyeol memberikan sebuah bingkisan untuknya.

“Aku sudah bilang akan memperbaiki ponselmu.”

“I-ini ponsel?”

“Hem. Sekarang berikan nomor ponselmu.”

“Kau orang paling menakutkan yang pernah kukenal.”

“Cepat berikan nomormu!”

“Aku tidak mau ponsel seperti itu, aku kan gaptek.”

Chanyeol semakin gemas dengan tingkah Baekhyun. Akhirnya ia jatuhkan bingkisan itu dan mengangkat tubuh Baekhyun dengan menarik kerahnya. Semua orang di sana termasuk Sehun yang sedang memeriksa pekerjaan Kai sangat kaget.

“Kenapa kau tidak mau memberikan nomormu, Pendek.”

“Ka-kau ini kenapa, sih?”

“Berikan nomormu, Baekhyun.”

“Lepaskan aku, Rambut mie!”

“Berikan nomormu!” Sekarang Chanyeol benar-benar marah.

“Kau menyukaiku, ya?”

“Mwo?”

“Kau sangat ngotot meminta nomorku, kau menyukaiku?”

Chanyeol melepaskan Baekhyun dan meninggalkan ruangan itu. Baekhyun sedikit merasa bersalah karena membuat Chanyeol marah besar. Baekhyun melempar sapunya dan menyusul Chanyeol.

“Kalau mereka baikan, tidak akan ada tontonan seru,” celetuk Jongdae.

***

Chanyeol duduk di kafetaria perusahaan sambil meminum kopi. Baekhyun ragu untuk mendekat, tapi dia harus meminta maaf pada Chanyeol. Akhirnya ia duduk di hadapan Chanyeol.

“Mau apa kau?” Tanya Chanyeol.

“Maafkan aku soal yang tadi, aku...aku hanya waspada.”

“Waspada?”

“Ne. Aku juga tidak mengerti.”

“Pendek bodoh.”

“Rambut mie pemarah.”

“Aku tidak biasa marah begitu. Tapi karena kau mengesalkan, kemarahanku meledak.”

“Maafkan aku. Kita baikan saja, ya?”

“Tidak mau.”

“Kenapa?”

“Aku senang seperti ini.”

“Se-seperti ini?”

“Aku senang bertengkar denganmu. Karena saat bertengkar denganmu...aku merasakan sesuatu yang tak pernah kurasakan dalam hidupku. Mungkin dulu pernah, tapi sejak kami berpisah, aku tak pernah merasakannya lagi.”

“Sesuatu seperti apa?”

“Kedamaian hati.”

“Apa orang itu pacarmu?”

“Bukan, dia adalah orang yang tak boleh kucintai.”

“Kenapa?”

“Rahasia.”

Rahasia

Rahasia

Jantung Baekhyun berdetak begitu cepat. Sangat lama Baekhyun tak mendengar kata itu. Kata yang selama ini ia nanti. Kata itu yang selalu ia ingat dari orang yang telah meninggalkannya dan membuatnya menunggu selama 15 tahun ini.

“Jadi kau punya rahasia?”

“Tentu saja, semua orang juga punya.”

“Aku juga.”

Chanyeol menatap Baekhyun yang menunduk.

“Aku juga punya rahasia yang sudah kupendam selama 15 tahun,” lanjut Baekhyun.

“Li-lima belas tahun?”

Baekhyun mengangguk.

“Ah, aku bukan orang bodoh yang mau menceritakan rahasiaku pada orang lain, apalagi dia orang aneh seperti kau, Rambut mie!”

“Hya! Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi!”

“Tidak mau! Aku suka memanggilmu Rambut mie!”

“Huft...”

“Hahaha. Oiya, ponsel yang tadi...aku tak bisa menerimanya.”

“Kenapa?”

“Aku akan memberikan nomor ponselku tapi kau harus berjanji untuk tidak menghubungiku.”

“Benarkah? Kau mau memberikannya?”

“Ne. Catatlah cepat.”

Chanyeol langsung mengeluarkan ponselnya dan menunggu Baekhyun menyebutkan nomornya. Setelah Baekhyun menyebutkannya, wajah Chanyeol berubah sumringah.

“Yes! Sehun, kau kalah!”

“Mwo?”

“Eh, bukan apa-apa.”

“Kau taruhan dengan adikmu?”

“A-anyeo.”

“Rambut mie!”

***

Sudah dua bulan berlalu sejak kejadian itu. Chanyeol dan Baekhyun menjadi sangat dekat walaupun masih sering bertengkar hanya karena masalah kecil. Dari pertemanan itu Chanyeol tahu bahwa Baekhyun hidup yatim piatu dan Baekhyun tahu Chanyeol hanya mempunyai ibu. Mereka mulai saling terbuka walau masih ada rahasia di antara mereka.

Malam itu Chanyeol mengajak semua staff editor untuk makan malam bersama. Mereka pergi ke sebuah kedai makan rekomendasi Baekhyun. Kedai yang sederhana tapi menghangatkan. Baekhyun duduk di antara Chanyeol dan Sehun. Sedangkan di sisi lain ada Kai, Jongdae, dan Luhan.

“Hari ini aku yang akan mentraktir kalian! Ayo makan sepuasnya!” Seru Chanyeol. Mereka menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Di sela-sela makan, Baekhyun tersedak dan Chanyeol langsung memberikan minumannya pada Baekhyun. Tapi Baekhyun menolak karena minuman itu beralkohol. Dengan sigap Sehun menggantinya dengan air putih dan tentu saja Baekhyun menerimanya. Chanyeol kesal karena Sehun mengalahkannya.

“Heuh...heuh...,” suara Baekhyun mengatur nafas.

“Kenapa kau tak mau meminum punyaku?”

“Aku tidak bisa minum alkohol.”

“Memangnya apa yang terjadi jika kau minum alkohol?”

“Aku akan mabuk berat.”

“Semua orang akan mabuk saat minum alkohol.”

“Aku bisa pingsan.”

“Eh? Sampai seperti itu?”

“Kau tidak percaya? Aku benci sekali pada alkohol.”

“Iya aku akan percaya.”

Mereka pun melanjutkan makan malam yang menyenangkan itu.

***

“Malam sudah larut, aku akan mengantarmu,” ucap Chanyeol pada Baekhyun.

“Tidak usah, Rambut mie.”

“Kenapa? Hanya arah rumahmu yang beda, kan? Sehun bisa pulang sendiri.”

“Aku bisa naik bis.”

“Yasudah, aku akan menemanimu naik bis.”

“Tidak mau!”

“Kau mulai lagi!”

Sehun memisahkan kedua hyungnya yang mulai bertengkar lagi.

“Kalian ini tidak bisa ya hidup tanpa bertengkar?”

“Dia duluan yang memaksa!” Seru Baekhyun.

“Aku kan baik sudah menawarimu tumpangan!”

“Baekhyun-hyung, terimalah tumpangan Chanyeol-hyung sekali ini saja.”

“Kalau kau yang bilang...baiklah.”

“Jadi kau hanya mau menurut pada Sehun?”

“Mau mengantarku, tidak?”

“Heuh, ayo.”

Chanyeol membukakan pintu mobil untuk Baekhyun. Setelah melambai sebentar pada Sehun, Baekhyun pun masuk. Chanyeol membanting pintu karena masih kesal, lalu Chanyeol masuk.

“Jangan bertengkar, ya,” pesan Sehun. Chanyeol pun menjalankan mobilnya.

Di dalam mobil keduanya hanya diam, karena kalau mulai mengobrol, pasti ada saja kata yang membuat mereka bertengkar. Tapi Baekhyun bukan tipe orang yang suka diam, akhirnya dia memulai pembicaraan.

“Kenapa tadi membanting pintu, Rambut mie?”

“Karena aku kesal.”

“Kesal kenapa?”

“Kau hanya mau mendengarkan adikku, aku benci itu.”

“Benci?”

“Iya. Aku tak suka kalah darinya.”

“Jadi kau merasa dikalahkan karena aku lebih akrab dengan adikmu?”

“Tentu saja.”

“Lalu apa maumu sekarang?”

“Dengarkan aku.”

“Aku akan mendengar semuanya. Adikmu dan kau.”

“Heuh...kalau sudah begini pasti ujung-ujungnya kita bertengkar.”

Baekhyun tertawa diikuti Chanyeol.

“Bukankah kau menikmatinya? Pertengkaran kita?”

“Hem.”

“Aku juga. Karena aku juga merasakan hal yang tak pernah kurasakan sebelumnya saat bersamamu.”

Chanyeol tersenyum lalu menepikan mobilnya ke pinggir jalan.

“Aku ingin mengobrol sebentar denganmu.”

“Aku tidak suka mengobrol sebentar, aku sukanya lama.”

Chanyeol tertawa mendengar pernyataan Baekhyun.

“Baiklah, kalau mau mengobrol lama, bagaimana kalau kita mengobrol di rumahmu?”

“Tidak mau, di sini saja.”

“Aish, kau ini menyebalkan sekali sih! Kau bilang mau mengobrol lama.”

“Di sini juga cukup.”

“Heuh...baiklah.”

Mereka kembali terdiam, mereka sibuk dengan perasaan masing-masing.

“Baekhyunnie.”

“Hem?”

“Aku tidak menyangka bisa berteman dengan orang yang aneh sepertimu.”

“Hahaha, aku juga.”

“Kau percaya takdir?”

“Aku sangat percaya takdir.”

“Ya, aku juga. Heuh, aku bingung apa yang harus kita bicarakan.”

“Chanyeol, bukankah dulu kau bilang kau punya rahasia?”

“Ya.”

“Aku mau tahu.”

“Tidak boleh! Ini rahasia!”

Kata itu kembali terngiang dalam pikiran Baekhyun. Pembicaraan itu...

“Memangnya kau tahu artinya rahasia?”

Chanyeol terdiam, hatinya sesak, karena ia pernah mendapat pertanyaan itu.

“Ya pokoknya...rahasia itu yang tidak boleh diperlihatkan.”

“Lalu sampai kapan kau mau membuatnya rahasia?”

Chanyeol tidak berani melihat Baekhyun, karena ia sadar sesuatu yang ia takutkan terjadi.

“Aku tidak tahu, pokoknya rahasia.”

Mereka kembali terdiam. Perlahan airmata Baekhyun jatuh, tapi Baekhyun memalingkan wajahnya ke jendela agar Chanyeol tidak melihatnya.

“Waktu itu Chanyeol bilang...kalau Chanyeol merahasiakannya dari orang yang tak boleh dicintai Chanyeol. Boleh kutahu alasannya?”

“Aku hanya tidak boleh mencintainya.”

“Apa Chanyeol boleh mencintaiku?”

“A-apa?”

“Jika Chanyeol tidak boleh mencintai orang itu, apakah Chanyeol mau mencintaiku.”

Chanyeol tidak menjawab. Ia lepaskan sabuk pengamannya dan medekati Baekhyun. Memegang pundak Baekhyun dan mendorongnya tersudut ke pintu mobil, lalu ia kecup kening Baekhyun lembut. Baekhyun kembali mengeluarkan airmatanya, sekarang ia tak mau menyembunyikannya.

“Jangan menangis, Pendek.”

“Bahkan di saat seperti ini kau masih memanggilku Pendek.”

“Bukankah kau duluan. Tiba-tiba memanggilku dengan sebutan Rambut mie dan memarahiku.”

“Tapi kau yang dulu-“

Chanyeol mengunci bibir Baekhyun dengan bibirnya. Ia sentuh bibir itu lembut dengan bibirnya, sangat lembut dan hangat seperti perasaannya pada Baekhyun. Baekhyun hanya diam, karena ia tak mau melepas kehangatan itu begitu cepat. Ponsel Chanyeol berbunyi, tapi Chanyeol tak mau mengangkatnya, ia ingin terus bersama Baekhyun. Bersama orang yang selama 15 tahun ini ia cintai.

***

Chanyeol memukul dinding berulang kali. Ia merasa sudah melakukan kesalahan besar karena mencintai Baekhyun. Orang yang tak boleh dicintainya. Orang yang lahir dari hubungan gelap Appanya dengan Eomma Baekhyun. Orang yang selama ini, secara tidak langsung, sangat dibencinya. Orang yang selalu dicintainya dalam rahasianya. Itulah alasan Chanyeol tidak menjawab pertanyaan Baekhyun kemarin malam.

Saat Baekhyun menanyakan hal itu, apakah Chanyeol tahu artinya rahasia, Chanyeol sadar Baekhyun adalah Pendek yang dulu, orang yang dulu ia suruh untuk menantinya. Menanti tanpa harapan. Sekarang saat Chanyeol kembali, apa Chanyeol mau membuat Baekhyun kecewa? Karena lambat laun Baekhyun akan kecewa. Dari dulu sampai saat ini, hanya kenyataan itu yang tak bisa Chanyeol terima. Ia benar-benar mencintai Baekhyun. Tapi Chanyeol juga tidak bisa mengecewakan Eomma yang sudah membesarkannya dengan susah payah. Chanyeol tidak bisa...mencintai Baekhyun.

“Hyung?”

Chanyeol berhenti memukul dinding, tangannya berlumuran darah begitu juga dinding yang ia pukul.

“Hyung! Kenapa kau memukul-pukul dinding seperti itu? Sini kuobati!”

“Tidak, Sehun. Aku tidak mau luka di tanganku diobati.”

“Kenapa, Hyung?”

“Karena aku ingin mengalihkan rasa sakit di hatiku dengan luka ini.”

“Kau sakit hati, Hyung? Karena apa?”

Chanyeol terduduk karena kakinya tiba-tiba melemas.

“Aku tak bisa mencintai Baekhyun.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Baekhyun...dia...Appa...”

Sehun terdiam, dadanya terasa sesak saat mendengar kata Appa. Appa yang sudah meninggalkannya dengan sakit hati yang dalam.

“A-Appa?”

“Baekhyun adalah anak dari hubungan gelap Appa.”

“Hyung, kau bohong, kan?”

“Dia sahabatku dulu, sahabat yang kutinggalkan karena Eomma melarangku berteman dengannya. Karena Eomma tahu, dia adalah anak itu. Orang yang selama ini kucintai. Cinta pertama yang terus kurahasiakan. Orang yang selalu menyelimuti hatiku dengan keraguan.”

“Lalu apa yang harus kita perbuat, Hyung? Aku sudah terlanjut menyayangi sebagai kakakku sendiri. Bagaimana bisa orang itu hasil dari hubungan gelap itu?”

“Aku juga tak pernah menginginkannya, Sehun.”

“Kau harus menyelidikinya lagi, Hyung.”

“Aku yakin dia adalah Pendek. Dia adalah Hyunnie...”

Sehun mengepalkan tangannya lalu memukul wajah Chanyeol.

“Apa yang kau lakukan?!”

“Jangan pedulikan itu! Lupakan kalau Baekhyun-hyung adalah anak Appa! Lupakan masa lalu, Hyung!”

“Apa kau mau mengecewakan Eomma?”

Sehun terdiam. Airmatanya mengalir, ia sangat sedih menerima kenyataan itu. Ia sangat menyayangi orang yang seharusnya dia benci.

“Apakah Baekhyun-hyung tahu?”

“Aku rasa dia hanya tahu aku sebagai Rambut mie yang dulu menyuruhnya menunggu. Dia belum tahu masalah Appa.”

“Eommanya juga sudah meninggal. Dia yatim piatu, Hyung. Aku tidak tega membencinya.”

“Jangan benci Baekhyun, Sehun.”

“Tapi setelah apa yang Eomma Baekhyun lakukan...”

“Bencilah Eommanya, jangan benci Baekhyun. Aku akan menghentikan perasaan ini. Aku akan menikahi Luna.”

“Sudah kubilang, perasaan adalah masalah yang terpisah dari hidupmu yang penuh kepura-puraan itu, Hyung.”

“Tapi aku harus bagaimana, Sehun? Apa aku harus mencintai Baekhyun lalu mengecewakan Eomma? Kau ingat wajah Eomma yang penuh lelah saat mengurus kita?”

“Aku bingung, Hyung.”

“Besok aku akan memohon pada Luna untuk mau menikah denganku.”

***

Malamnya, Chanyeol berkunjung ke rumah Baekhyun. Karena dia takut tak bisa bertemu dengan Baekhyun setelah dia menikahi Luna.

“Ah, Rambut mie. Silahkan masuk.”

“Tumben kau membolehkanku masuk.”

“Aku sedang dalam keadaan baik. Oiya, aku akan membuatkanmu makanan terenak buatanku!”

“Benarkah? Wah, masaknya yang cepat ya, Pendek!”

“Ish, dasar Rambut mie.”

Baekhyun pergi ke dapur. Chanyeol duduk di sofa lalu menyalakan televisi. Tak ada yang ingin ia tonton, karena sekarang pikirannya hanya tertuju pada Baekhyun. Baekhyun yang akan ia tinggalkan sebentar lagi.

Tak berapa lama, Baekhyun membawa dua mangkuk mie instan dan menaruhnya di hadapan Chanyeol.

“Mie instan? Kau bilang ini makanan enak?”

“Karena ini mirip denganmu, jadi kubilang ini makanan terenak buatanku.”

“Jadi kau kira aku enak?”

“Tentu saja. Karena itu aku menyukaimu.”

Baekhyun, bagaimana aku bisa melepasmu jika kau bersikap seperti ini? Batin Chanyeol.

“Makanlah, Rambut mie.”

“Aku mau kau menyuapiku. Aaa.”

“Dasar manja.”

Baekhyun mengambil sesendok mie dan menyodorkannya pada Chanyeol. Chanyeol memakan mie itu dan dia rasa mie itu memang mie terenak yang pernah dimakannya. Walaupun sedikit hambar karena Baekhyun terlalu banyak menambahkan air, tapi rasanya tetap enak, sangat enak.

“Enak, kan?”

“Sangat enak.”

“Kau mau kusuapi sampai habis?”

“Iya, pokoknya aku mau dimanjakan olehmu malam ini!”

“Hahahaha. Kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini?”

“Setelah makan, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, Baekhyunnie.”

“Baiklah.”

Selesai makan, Chanyeol membantu Baekhyun mencuci piring. Setelah itu mereka duduk di ruang tengah dengan jus jeruk dan makanan kecil. Baekhyun menyandarkan tubuhnya ke pinggan sofa sama seperti Chanyeol.

“Baekhyunnie.”

“Oiya, kau mau membicarakan apa?”

“Aku ingin tanya, sejak kapan kau menyukaiku?”

“Sejak aku mengantarkan makanan ke apartemenmu.”

“Lho? Bukannya kau bilang aku menakutkan?”

“Aku tidak tahu, kau menakutkan, tapi aku menyukainya.”

Baekhyun tidak berani menanyakan apakah Chanyeol juga menyukainya atau tidak.

“Sebaiknya kau jangan menyukaiku, Baekhyun.”

“Kenapa?”

“Karena aku terlalu menakutkan untuk disukai.”

“Lalu aku harus suka pada siapa? Aku maunya suka pada Chanyeol.”

Chanyeol tertawa kecil.

“Kau bisa menyukai orang lain. Banyak orang yang lebih baik dariku.”

“Apa...Chanyeol tidak menyukaiku?” Akhirnya Baekhyun berani menanyakan itu. Chanyeol tidak bisa menjawab. Nafasnya sesak hingga ia tak bisa berfikir.

“Apa selama ini Chanyeol hanya menganggapku sebagai si Pendek yang menyebalkan?”

Chanyeol masih diam.

“Apa Chanyeol hanya berniat menjahiliku dengan menggangguku demi mendapatkan nomor ponselku?”

“Apa...”

Chanyeol memeluk Baekhyun, ia memeluk Baekhyun sangat erat karena sebenarnya Chanyeol tidak bisa dan tidak mau melepas Baekhyun. Hanya pertanyaan kenapa yang kini memenuhi pikirannya. Kenapa harus Eomma Baekhyun yang membuat keluarganya hancur? Kenapa Tuhan begitu jahat padanya dan Baekhyun? Kenapa dia tidak boleh mencintai Baekhyun?

“Pendek mencintai Rambut mie...itulah rahasiaku selama ini,” lirih Baekhyun.

***

Chanyeol dan Sehun pindah ke perusahaan lain yang lebih besar seminggu yang lalu, alhasil Tuan Lee kembali memimpin ruang editor kecil itu. Baekhyun juga jadi jarang bertemu dengan Chanyeol. Sms dan telepon seperlunya, karena sepertinya Chanyeol sedang sibuk. Chanyeol dan Sehun juga tidak pernah memesan makanan dari Restoran Xiuzi lagi. Baekhyun merasa kesepian, tapi jika dia pergi ke apartemen Chanyeol, nanti lelaki itu marah. Jadi sekarang Baekhyun hanya menunggu.

“Hei teman-teman! Cepat ke sini!” Seru Luhan.

“Ada apa, Hyung?” Tanya Kai.

“Ada undangan pernikahan! Dan kita semua diundang!”

“Siapa yang menikah?” Tanya Jongdae.

“Coba kulihat dulu. Ah, yang menikah Chanyeol.”

Tubuh Baekhyun membeku. Semua mata tertuju pada Baekhyun, mereka seperti mengerti perasaan Baekhyun.

“Baekhyun-ssie,” panggil Kai.

“Apa aku diundang? Kapan acaranya?”

“Baekhyun-ssie,” kini giliran Luhan yang memanggil Baekhyun seperti tidak enak melanjutkan berita ini.

“Kapan acaranya, Hyung?”

“Besok.”

Baekhyun belum menjawab, karena dia harus sekuat tenaga menahan airmatanya.

“Oh, itu artinya aku harus bersiap. Aku pulang dulu, ya. Dasar Rambut mie, kenapa mengundang kami begitu mendadak?”

Baekhyun mengambil tasnya.

“Baekhyun-ssie, kau tidak apa-apa?” Tanya Jongdae.

“Memangnya aku kenapa? Aku harus bersiap untuk acara besok. Jangan lupa jemput aku, ya. Kita berangkat bersama.”

Baekhyun meninggalkan teman-temannya dengan perasaan hampa.

***

“Jadi ini alasannya tak mau menjawab pertanyaanku?”

Glek...glek...

“Jadi ini alasannya tidak pernah mengungkapkan rahasianya padaku?”

Glek...glek...

Entah sudah berapa botol arak yang ia minum di kafe itu. Baekhyun memang sengaja tidak pulang, ia tidak mau mengingat kenangannya dengan Chanyeol malam itu. Malam di mana mereka berpelukan untuk terakhir kalinya.

“Jadi...mereka meninggalkanku karena ini? Sehun-ssie, bukankah kau adikku? Kenapa kau juga meninggalkanku? Rambut mie, kau adalah orang paling menakutkan yang pernah kutemui...kau membuatku menunggu selama 15 tahun. Dan saat kau kembali, kau malah meninggalkanku. Aku kecewa Rambut mie.”

“Tuan, Anda sudah mabuk berat.”

“Siapa kau?”

“Saya pelayan di sini, Tuan. Anda sebaiknya berhenti meminum arak. Kalau tidak, Anda bisa pingsan.”

“Aku tidak peduli! Siapa yang mau memedulikanku? Mereka semua meninggalkanku! Aku...aku sendirian, kau tidak perlu memedulikanku!”

“Tapi Tuan, kafe ini juga akan segera tutup. Ini sudah jam dua pagi.”

“Mwo? Jam dua pagi? Berarti ini sudah hari yang lain?”

“Ne.”

“Ah, aku harus datang ke pernikahan orang yang sudah mempermainkanku. Annyeong...”

Baekhyun berjalan sempoyongan seraya menyeret tasnya.

***

Baekhyun berjalan tanpa arah di suasana pagi yang masih gelap. Ia terus berjalan tanpa kenal lelah. Ia berjalan menuju apartemen Chanyeol. Di depan gedung apartemen, Baekhyun menatap kosong gedung itu. Kepalanya sangat berat, kakinya mulai terasa sakit karena berjalan sangat jauh. Keadaan Baekhyun benar-benar berantakan sekarang.

“Aku tak bisa melihatmu dengan orang lain, Chanyeol. Aku tak bisa...”

Baekhyun berbalik dan kembali berjalan. Matanya semakin berat dan pikirannya melayang, Baekhyun mabuk berat. Baekhyun mengambil ponselnya hendak menelepon Chanyeol.

BRAKK

Sebuah truk menghantam tubuh kecil Baekhyun. Baekhyun menutup matanya sambil tersenyum tipis karena ia bisa melihat Chanyeol dalam pikirannya. Chanyeol yang sudah membuatnya menunggu. Chanyeol yang menakutkan. Chanyeol yang ia cintai.

“Tolong jangan hancur...karena di ponsel ini, ada nomor yang selalu Chanyeol inginkan.”

***

Suasana pernikahan Chanyeol dan Luna sangat meriah. Semua teman-teman Chanyeol datang kecuali satu orang, Baekhyun. Akhirnya Chanyeol siap mengucap sumpah menikah untuk Luna. Setelah penghulu mengucap sumpahnya, ini giliran Chanyeol mengucap ulang semuanya. Tapi saat sumpah akan berakhir, Xiumin datang menghentikan semuanya.

“Chanyeol-Chanyeol!” Panggil Xiumin.

“Ada apa, Hyung?”

“Ba-Baekhyun.”

Perasaan Chanyeol langsung gelisah.

“Ada apa, Hyung? Kenapa dengan Baekhyun?”

“Dia...dia mengalami kecelakaan.”

Waktu di sekitar Chanyeol seperti berhenti. Chanyeol merasa semuanya begitu gelap.

***

Semua yang sudah dialaminya dengan Baekhyun seperti diputar ulang saat Chanyeol berlari melewati lorong rumah sakit. Bukan hanya sehari, seminggu, sebulan, tapi 15 tahun. Semua yang ia rasakan selama 15 tahun pada Baekhyun kini muncul lagi.

“Baekhyun...Pendek...”

Chanyeol tiba di depan kamar Baekhyun, tapi Luhan dan Xiumin menahan Chanyeol untuk masuk karena dokter masih menangani Baekhyun.

“Ini salahku, Tuhan. Jangan ambil Baekhyun, tolong jangan. Ini salahku karena membuatnya mencintaiku. Ini salahkku karena aku merahasiakan semuanya pada Baekhyun. Ini salahku...”

Tak berapa lama dokter yang menangani Baekhyun keluar.

“Apa kalian keluarganya?”

“Iya, aku calon suaminya!” Seru Chanyeol.

“Apa kau yang bernama Rambut mie?”

“I-iya, bagaimana keadaan Baekhyun, Dokter?”

“Anak itu kritis. Tapi dalam masa kritisnya ia terus memanggil Rambut mie.”

“Apa aku boleh menemuinya?”

“Aku yakin kau harus menemuinya.”

Chanyeol langsung menerobos masuk dan berdiri di samping Baekhyun. Xiumin mengambilkan kursi untuk Chanyeol dan Chanyeol duduk di atasnya.

“Rambut mie...”

“Baekhyun-ssie, aku di sini. Rambut mie ada di sini,” ucap Chanyeol sambil menggenggam tangan Baekhyun erat. Baekhyun perlahan membuka matanya dan mencari Chanyeol. Perlahan Chanyeol mengarahkan kepala Baekhyun agar mengarah padanya.

“Aku di sini, Pendek.”

“Kau di sini? Kau benar-benar di sini?”

“Tentu saja, Baekhyunnie. Aku selalu di sini.”

“Chanyeol-ssie. Maaf karena aku tidak bisa datang ke pernikahanmu.”

“Aku tidak menikah, Baekhyun. Aku tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dirimu.”

“Benarkah? Aku...aku akan terus menunggumu sampai kapanpun, Chanyeol.”

Keadaan mendadak hening, nafas Baekhyun terus melambat. Xiumin dan Luhan tidak kuat melihat alat pendeteksi detak jantung yang menunjukan detak jantung Baekhyun yang melambat.

“Chanyeol...aku...uhuk-uhuk, aku ingin mengetahui rahasiamu. Tolong katakan padaku.”

Chanyeol ragu untuk menjawabnya.

“Kau harus sehat dulu, baru aku akan mengatakannya padamu.”

“Aku...walaupun aku akan terus menunggumu...tapi rasanya begitu sulit, Chanyeol.”

“Baekhyunnie.”

“Aku minum alkohol kemarin malam, aku bodoh, ya?”

Chanyeol tak bisa berkata banyak, ia sedang berusaha menahan tangisnya. Tak berapa lama Sehun datang dengan mata sebam. Ia berdiri di samping Chanyeol.

“Baekhyun-hyung.”

“Aku minum alkohol karena kukira...alkohol akan membuatku melupakan semuanya. Melupakan semua kenyataan yang membuat terluka. Melupakan perasaanku padamu. Melupakan jika kau adalah saudaraku sendiri.”

“Ba-Baekhyun, kau sudah tahu?”

“Aku selalu berusaha menolaknya, aku...aku selalu berusaha menutupi kenyataan itu. Aku tak mau percaya pada kata-kata terakhir Eomma.”

Chanyeol terus menunduk karena tak kuat melihat wajah pucat Baekhyun dan ia ingin menyembunyikan airmatanya dari Baekhyun.

“Tolong jangan menunduk, Rambut mie. Aku ingin terus melihat wajahmu...”

“Baekhyun-ssie, tolong jangan bicara terlalu banyak, kau harus istirahat.”

“Rambut mie. Bisakah kau mengatakan kalau kau mencintaiku? Bisakah kau katakan rahasia itu?”

“Baekhyun-ssie, Pendek, sekarang aku tidak peduli pada kenyataan, aku tidak mau percaya pada takdir, karena aku...aku akan selalu mencintaimu. Seperti yang selama ini kurahasiakan darimu.”

“Tolong jangan menungguku, Chanyeol. Cukup aku yang menunggumu. Aku...aku sangat senang kau bisa mengatakannya sekarang. Terimakasih, Rambut mie.”

Perlahan Baekhyun menutup matanya, tangan yang Chanyeol genggam tiba-tiba diam, tak lagi membalas genggamannya.

“Baekhyunnie. Pendek, Pendek!”

***

“Annyeong haseyo. Pesanan dari restoran Xiuzi datang.”

“Oh, Kyungsoo-ssie, terimakasih ya. Ini untukmu.”

“Wah, tips yang sangat banyak, Hyung!”

“Sisakan sebagian untuk membeli bunga untuk Baekhyun.”

“Tentu saja, aku takkan lupa membawakan bunga untuk Baekhyun.”

“Gomawo.”

Kyungsoo pergi dengan perasaan yang sama, ia masih sedih sahabatnya harus pergi. Padahal sudah satu tahun berlalu, tapi setiap dia mengantar makanan untuk Chanyeol, rasa kehilangan itu kembali muncul.

Chanyeol masuk sambil membawa box khas Restoran Xiuzi. Ia menata isi box itu di meja makan. Sehun keluar dari kamarnya dan duduk di kursi makan, menatap satu persatu makanan itu, membuatnya ingat pertama kali mereka bertemu dengan Baekhyun.

“Bagaimana keadaan Baekhyun-hyung, ya, Hyung?”

“Dia pasti tenang, Sehun. Dia sudah mengetahui semuanya sebelum ia pergi.”

“Sejak kepergian Baekhyun-hyung, Hyung menjadi pribadi yang lepas dari ambisi. Aku lega.”

“Aku melakukannya demi Baekhyun. Bahkan aku melakukan ritual yang dia ajarkan setiap malam.”

“Pantas saja setiap jam 8 malam kau langsung mengunci kamar.”

Chanyeol tersenyum. Senyum lega yang ia bentuk seperti menggambarkan bahwa sudah tidak ada rahasia yang ia simpan pada siapapun. Sekarang ia akan terbuka pada semuanya, demi rahasia mereka. Bahwa mereka saling mencintai.

END



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini