Termenung, terdiam, merasakan
lebih dalam waktu yang ia jalani…itulah yang kini dilakukan Lilia. Gadis kecil
itu ingin di hari pertunjukan dramanya, ia bisa menjadikan kehidupannya lebih
berarti. Malam ini, malam pertunjukannya. Kedua kakaknya itu tak bisa memaksa
pihak rumah sakit untuk mengeluarkannya. Dan sekarang ia harus membalas semua
kebaikan mereka. Lilia harus berbuat sesuatu, bahkan jika itu fatal untuk
penyakitnya.
***
Suasana aula sore ini sangat
sibuk, malam ini adalah hari pertunjukan. Dan itu artinya, akan banyak orangtua
datang untuk mengadopsi mereka. Sangat gugup, itulah yang mereka rasakan saat
ini.
“Sebaiknya sekarang kalian
semua beristirahat supaya kalian bisa fokus pada pertunjukan dan kesehatan
kalian,” ucap Dea.
“Baik, Kak!”
Semua menyebar dan
beristirahat. Dea menatap Dayat, mereka berdua sama-sama bingung. Yuki berlari
ke arah keduanya.
“Bagaimana dengan Lilia?”
Keduanya menggeleng, karena
mereka memang tak bisa berbuat apa-apa untuk Lilia. Anak itu harus dirawat
intensif beberapa hari kedepan, ia samasekali tak boleh keluar. Dan mereka tak
bisa berbuat apa-apa. Dea mengepalkan tangannya geram, ia benar-benar benci
keadaan ini. Di satu sisi, ia ingin Lilia bisa memerankan perannya sekarang,
tapi di sisi lain Dea takut melihat keadaan Lilia yang akan lebih parah jika
mereka memaksakan kehendak mereka.
“Lilia!” teriak salah
seorang anak.
Dengan sangat terkejut semua
orang melihat Lilia yang berjalan menyeret menuju Dea. Dayat berlari dan
memegangi pundak Lilia, menutunnya ke kerumunan.
“Kami sangat merindukanmu,”
ucap Fay.
Beberapa ikut mengangguk.
“Maafkan Lilia karena
membuat kalian cemas, sekarang Lilia ingin bermain drama dengan kalian.”
“Tidak, kamu harus kembali
ke rumah sakit,” ucap Dayat.
“Kak, Lilia mau main.”
“Nggak boleh, Li. Kamu pasti
kabur, iya kan?” tanya Dayat.
“Tolong izinkan Lilia, Lilia
janji akan menjadi anak yang kuat.”
“Kamu boleh tampil.”
“De!”
“Tapi kamu tampil untuk
memimpin lagu penutup, bagaimana?”
“Iya, Kak. Yang penting,
Lilia bisa bersama dengan teman-teman Lilia.”
“Baik, sekarang sebaiknya
kamu pakai kostum kamu.”
Lilia bersama Fay dan Zaneta
pergi ke kamar ganti.
“De, apa sih yang loe
pikirin?”
“Kebahagiaan, antara Lilia,
dan semua anggota Panti ini.”
“Maksud loe?”
“Jika ini memang saat
terakhir Lilia, kita harus membiarkan Lilia bersama semua temannya.”
“Loe bener-bener tega.”
“Apa loe juga nggak mikirin
perasaan Lilia? Dia rela kabur dari rumah sakit demi teman-temannya, Day.”
“Tapi…”
“Percayalah, Lilia takkan
melupakan ini seumur cintanya.”
“Darimana loe tahu istilah
yang dia pakai?”
“Dari Yuki, dan itu yang
membuat gua langsung memutuskan Lilia menjadi pemeran utama. Pahami perasaan
Lilia, Day.”
Dayat hanya mengangguk.
***
The drama, begin…
A story about star…
A story about dream…
A story about star from
heaven, from God.
Ambilkan
bulan bu.
Ambilkan
bulan bu.
Yang
selalu bersinar di hati.
Ambilkan
bulan bu.
Untuk
menerangi, tidurku yang lelap di malam gelap.
Di
langit, bulan benderang.
Cahyanya
sampai ke bintang…
Ambilkan
bulan bu…
Fay, anak yang selalu
kesepian duduk di bukit bintang malam itu. Ia menatap langit yang sangat gelap,
tanpa bintang, tanpa bulan. Tapi hanya 1 harapannya, menemukan seseorang yang
bisa mewujudkan segala impiannya.
“Ibu, aku merindukanmu,”
kata Fay perlahan.
Bintang
di langit, kerlip engkau di sana.
Memberi
cahayanya di setiap insan.
Malam
yang dingin, kuharap engkau datang.
Memberi
kerinduan di sela-sela mimpinya.
Di lain sisi bukit ini
seorang gadis cilik bernama Zaneta tidur terlentang sambil memejamkan matanya
membayangkan ia bisa bermain dengan keluarganya.
“Andaikan itu terjadi.”
Seorang gadis duduk di kursi
rodanya di atas bukit dan tersenyum lembut.
“Tuhan, aku punya impian…apa
Kau mau mendengar impianku?”
Gadis itu tertawa kecil,
lalu kembali menatap langit.
“Aku ingin punya keluarga,
keluarga yang senantiasa menghangatkanku cintaku, menyinari cita-citaku, dan
membuatku sadar bahwa mereka adalah bintang yang Kau kirimkan untukku, dari
surga terindah yang Kau miliki.”
Kedua gadis yang duduk di
bawah bukit menoleh karena mereka tersentuh mendengar impian gadis di atas
bukit. Fay menoleh ke arah Zaneta dan tersenyum tipis.
“Apa kau berfikir sama
denganku?” tanya Fay.
“Mungkin.”
“Kau mau bergabung dengan
anak itu?”
Zaneta mengangguk. Fay
mengambil kursi roda Zaneta dan mendorongnya ke atas. Gadis bernama Ocha itu
terkejut melihat Fay dan Zaneta.
“Ternyata bintang terlihat
lebih indah dari atas sini,” ucap Zaneta.
Ocha tersenyum dan merangkul
Zaneta.
“Tentu, semua akan terlihat
lebih indah jika kita melihatnya lebih dekat.”
Mengapa
bintang bersinar?
Mengapa
air mengalir?
Mengapa
dunia, berputar?
Lihat
segalanya, lebih dekat
Dan
kau…akan mengerti
“Kalau kau bilang semua akan
terlihat indah, jika kita melihatnya lebih dekat, mungkin kita bisa bersahabat?
Menjadi teman dekat dan saling memahami. Bukankah itu indah?” tanya Zaneta.
“Kedengarannya bagus,
boleh,” ucap Ocha.
Hanya Fay yang diam. Ocha
dan Zaneta menatapnya penuh harap.
“Apa kau jadi sahabat kami?”
tanya Ocha.
“Mungkin aku takkan bisa
menjadi sahabat yang baik, tapi aku akan berusaha.”
Zaneta dan Ocha merangkul
Fay.
Kita
kan selalu bersama
Didalam
suka duka
Berbagi
segalanya…
Ketiga anak perempuan itu
tertawa. Tapi tawa mereka terhenti saat mereka ingat sesuatu.
“Walaupun kita bertiga, tapi
aku merasa ada sesuatu yang kurang,” ucap Ocha.
“Apa itu?” tanya Fay dan
Zaneta bersamaan.
“Kau tahu cerita tentang
bintang?”
“Bintang itu bersinar, dan
memberi kehangatan, benar?” tebak Zaneta, tapi Ocha menggeleng.
“Bukan yang itu, tapi sebuah
bintang yang diberikan Tuhan dari surga.”
Keduanya menggeleng.
“Aku yakin kita harus
mencarinya, karena jika kita mendapatkan bintang itu. Kita takkan merasa ada
yang kurang lagi, dan aku tahu mereka ada dimana.”
“Apa harus?” tanya Fay.
“Aku yakin.”
“Apakah akan ada bahaya yang
mendatangi kita?” tanya Zaneta.
“Itu pasti ada, tapi kita
harus menghadapinya.”
“Bintang itu seperti apa?”
“Seperti orang yang dapat
mencintai kita seperti keluarga. Lebih dari sahabat, seseorang yang akan
menghangatkan kita dengan kasih sayang mereka, dan mereka akan menaungi
cita-cita kita.”
“Kau sangat yakin?” tanya
Fay.
“Sangat! Dan perkenalkan,
namaku Ocha. Nama kalian?”
“Aku Fay.”
“Aku Neta atau Zaneta.”
Suasana panggung pun berubah
menjadi hutan belantara yang seram, mereka memulai petualangan mereka di sini.
Mereka bertiga berjalan menelusuri hutan hingga suara gemuruh menghentikan
mereka. Sekelompok anak lelaki beragam rupa menghadang ketiganya.
Seorang anak lelaki maju dan
menunjuk ketiganya, lalu memajukan wajahnya bagai menantang.
“Kami hanya ingin melewati
hutan ini,” ucap Zaneta.
Kelompok lelaki itu
berjumlah 6 orang dan mengelilingi keitiga gadis cilik itu. Mereka berenam
mempunyai wajah sangat seram dan seakan mereka ingin membunuh Zaneta, Ocha, dan
Fay. Ketiga gadis itu memejamkan mata karena takut.
3 anak lelaki lain berteriak
sangat kencang membuat ketiga gadis itu makin takut. Lalu 2 lainnya berhenti
dan mengambil sebuah drum dan memukulnya agar 3 gadis itu meninggalkan hutan
ini.
“Kalian bertiga sebaiknya
keluar dari hutan ini!” seru seorang pemukul drum.
Fay berdiri, dan menatap
kesal ke6 orang itu. Lalu menghentakan kakinya tanda ia ingin memberontak.
Kalian
fikir, kalian yang paling hebat? Merasa paling jago dan paling dahsyat!
Anak-anak itu berhenti
berputar dan membalas nyanyian Fay.
Kami
memang jago!
Mendengar balasan itu, Ocha membuka
matanya dan membalasnya lagi.
Ayam
jago? Kukuruyuk!!
Anak pemukul drum lain
membalas.
Kalian
fikir, kalian yang paling hebat? Merasa paling pintar, dan paling kuat!
Zaneta membuka matanya dan
membalas.
Kami
memang pintar!
Anak lainnya membalas
Pintar
ngibul!
Lalu keenam anak itu tertawa
bersama. Fay kembali maju dan bernyanyi.
Yang
namanya jagoan, harus membela yang lemah!
Mereka membalas.
Yang
namanya jagoan biasanya nggak pakai rok!
Ocha maju lagi dan membalas.
Yang
namanya jagoan harus rela berkorban!!
Keenam anak itu terdiam
melihat keberanian 3 gadis cilik di hadapan mereka. Zaneta mengambil kesempatan
ini untuk berbaikan. Zaneta mendorong kursi rodanya menuju sang pemimpin, dan
tersenyum lebar.
Setiap
manusia di dunia pasti punya kesalahan
Tapi
hanya yang pemberani yang mau mengakui
Setiap
manusia di dunia pasti pernah sakit hati
Hanya
yang berjiwa satria yang mau memaafkan
Betapa
bahagianya punya banyak teman betapa senangnya
Betapa
bahagianya teman saling menyayangi!
Mereka semua tertawa bersama
dan bernyanyi lagi.
Betapa
bahagianya punya banyak teman betapa senangnya
Betapa
bahagianya teman saling menyayangi!
Sang pemimpin mengulurkan
tangannya dan membungkukan badannya tanda ia meminta maaf.
“Kami akan mencari bintang
kami yang bernama keluarga di suatu tempat, apa kalian mau ikut?” tanya Ocha.
Mereka berenam saling pandang dan mengiyakan permintaan Ocha.
Mendapatkan teman baru
adalah segalanya bagi Ocha, ia tak menyangka dari perjalanannya kali ini ia
bisa mendapat kebahagiaan yang tak terkira.
Setting tempat kembali
berubah menjadi sebuah danau yang sangat indah. Dan mereka berhenti sejenak
untuk beristirahat. Saat mereka istirahat, mereka dikejutkan oleh suara tangis
anak kecil. Mereka langsung berpelukan karena takut.
“A…apa itu? Apakah hantu?”
tanya seorang anak lelaki bernama Yoga.
Sang pemimpin bernama Dani
memukul punggung Yoga dan memberi isyarat, “Tenanglah.”
“Tidak mungkin, ini kan
masih siang,” hibur Fay.
Seorang anak bernama Randi
bingung dengan sikap teman-temannya dan bertanya.
“Ada apa? Kalian seperti
orang ketakutan?”
“Ohya, kami lupa bilang
bahwa anak itu pendengarannya kurang baik,” ucap seorang anak dengan sebuah
tangan yang sangat kecil.
Dani memberi isyarat pada
Randi, dan barulah anak itu ketakutan. Fay berdiri dan memanggil siapapun yang
menangis itu.
Yang
ada di sana, yang ada di sini, semua ikut kemari!
Hei
! Yang ada di sana, jangan bikin takut! Bikin kita happy!
Tak berapa lama 3 anak
lelaki gempal keluar dari tempat persembunyian mereka. Mereka berpakaian agak
lusuh dan terus menangis. Terlihat normal, tapi jika kita perhatikan sekali
lagi ketiga anak itu masing-masing tak mempunyai jari tangan.
“Hantu gempal!!” teriak
seorang anak dengan kursi roda bernama Juni.
Seorang anak lelaki bernama
Gerry memukul kepala Juni dan memberi isyarat bahwa mereka bukan hantu.
“Kalian siapa?” tanya Ocha.
“Kami trio gempal penunggu
danau ini,” ucap salah satu anak bernama Leo.
“Kami selalu di sini sejak
kami lahir,” ucap seorang lagi bernama Tio.
“Karena kami kesepian, kami selalu
menangis,” ucap yang lain bernama Geo.
Dani maju memberi isyarat,
“Kalian kesepian?” Ketiganya mengangguk.
“Kemana orangtua kalian?”
tanya Zaneta.
“Kami tak punya orangtua.”
“Maukah kalian ikut kami
menuju sebuah desa dimana kita bisa menemukan bintang yang banyak?” tanya
Zaneta. Ketiga anak gempal itu saling pandang, lalu mereka perhatikan
lekat-lekat gadis cilik di hadapannya.
Bila
kau mulai lelah, berjalan
Dan
berfikir untuk menyerah
Nyanyikanlah
lagi mimpi, kau akan bertahan
Nyalakanlah
asa di hati
Harapanmu
tak boleh mati
Gapailah
mimpimu, keajaiban pasti terjadi
Gapai
mimpimu, jangan pernah berhenti
Sampai
kau temukan
Apa
yang kau cari…
Walau
jatuh, bangkitlah kembali
Dan
lihatlah…
Keajaiban
pasti terjadi
Ketiga anak gempal itu
tersenyum, mereka langsung mengangguk karena mereka yakin akan mendapatkan
bintang yang mereka impikan jika mereka bersama anak-anak luar biasa itu.
Akhirnya setelah beristirahat secukupnya, 12 anak itu melanjutkan perjalanan.
Mereka terus berjalan, membayangkan semua kebahagiaan jika mereka tiba di desa
itu. Itu pasti akan menjadi saat yang sangat menyenangkan. Mereka yakin.
Perjalanan yang panjang itu
kini akan berakhir, desa itu semakin dekat. Linang airmata anak-anak itu mulai
merembes turun membasahi pipi mereka. Karena jika drama ini berakhir, tak ada
yang pernah tahu bagaimana masa depan mereka. Desa itu sangat bercahaya, banyak
orangtua yang menunggu mereka. Ada 4 orang lelaki dan 3 orang wanita yang
sedang bekerja di desa itu. Ketika 12 anak itu datang, ke7 orangtua yang sedang
bekerja itu terkejut. Betapa luarbiasanya sinar yang mereka pancarkan. Perlahan
seorang lelaki yang ukurannya memang seperti anak kecil mendekati trio gempal,
seorang wanita yang berjalan agak pincang mengikuti lelaki itu.
“Kalian begitu berisi,” ucap
lelaki itu.
“Ya, kalian benar-benar
menggemaskan. Tapi kenapa dengan raut kalian?”
“Kami kesepian, Tuan
Nyonya.”
“Dan maukah rasa kesepian
kalian kami ganti dengan kebahagiaan?”
Ketiganya kembali saling
pandang, dan mengangguk riang.
Seorang wanita lain
mendekati Dani dan Yoga sambil tersenyum, wanita itu memberi senyum pada
mereka.
“Kalian berdua sepertinya
juga kesepian, maukah kalian bersama Bunda?”
Keduanya langsung mengangguk
dan memeluk wanita kecil itu.
Seorang lelaki dengan kursi
roda karena kedua kakinya tak ada maju, dan menatap Randi. Juni dan Gerry
lekat.
“Kalian bertiga akan menjadi
lelaki yang kuat jika kalian ikut denganku.”
Ketiga anak lelaki itu
menatap tajam lelaki berkursi roda itu dan langsung memeluknya.
“Kami akan menjagamu.”
Kedua lelaki yang tersisa
mendekati Zaneta dan Ocha. Mereka mengajak masing-masing dari keduanya dengan
bahasa isyarat. Tentu kedua gadis itu langsung setuju. Tertinggal Fay. Seorang
bunda mengambil tongkatnya dan menuntun ke arah sebuah sinar batin ia lihat
dari hatinya. Ia merasa Fay mendekatinya.
“Maafkan jika Bunda tak bisa
menjadi orang yang selalu menjagamu, tapi maukah kamu menjadi seseorang yang
bisa Bunda bahagiakan?”
“Fay akan menjadi mata
Bunda, karena Fay akan selalu ada bersama Bunda.”
Setelah semua mendapatkan
orangtua masing-masing, mereka berbaris. Inilah scene terakhir dalam drama
mereka.
***
Lilia tersenyum sambil
menahan tangisnya, ia benar-benar senang melihat teman-temannya mendapatkan
orangtua. Dea mendekati Lilia dan mengecup kening gadis itu.
“Sekarang giliran kamu untuk
ke panggung. Tolong bawakan puisimu yang indah itu lagi.”
***
Lampu ruangan mendadak mati
membuat para penonton bertanya-tanya. Saat lampu dinyalakan semua anak telah
berganti pakaian. Semua bernuansa putih dan seorang gadis dengan kursi roda,
memakai gaun putih pertamanya berada di depan barisan. Ia mengeluarkan secarik
kertas dan mulai membacanya.
A
poem, by Lilia … Star from Heaven
Kala
malam itu, aku bermimpi
Sebuah
sinar masuk ke relung hati
Membuat
semua perasaan iri dan dengki
Hilang
dan berganti senang hati
Kala
malam tiba, aku berharap satu
Sinar
itu datang padaku
Mengganti
semua kesedihan menjadi kasih
Mengganti
semua kerinduan menjadi sayang
Tapi
kusadar sebuah kenyataan
Sinar
itu hanya mimpi
Dan
kutahu satu kenyataan lain
Sinar
itu juga nyata
Sinar
itu datang, untuk memaksaku kuat
Memaksaku
untuk terus hidup
Terus
tersenyum
Dan
terus menyayangi
Sebuah
sinar yang kutahu itu tak berasal dari manapun
Sebuah
sinar yang kutahu itu selalu ada di sini
Di
hati semua orang
Yang
akan terus kuingat seumur cintaku
Dan
takkan pernah kulupakan kalimat itu, bintang yang Kau kirimkan dari Surga untuk
kami
Sebuah suara piano terdengar
pelan tapi menenangkan, dan terdengar pula sebuah lagu indah berjudul “Note to
God” by Charice.
If
I wrote a note to God
I
would speak what’s in my soul
I’d
ask for all the hate to be swept away
For
love to overflow
If
I wrote a note to God
I’d
pour my heart out on each page
I’d
ask for war to end and for peace to mend this world
I’d
say I’d say I’d say
Give
us the strength to make it through
Help
us find love, cause love is overdue
And
itu seems like so much is going wrong
On
this road we’re on
If
I wrote a God
I’d
say please help us find a way
End
ll the bitterness, put some tenderness in our hearts
I’d
say I’d say I’d say
Give
us the strength to make it through
Help
us find love, cause love is overdue
And
it looks like we haven’t got a clue
Need
some help from you
Grant
us the faith to carry on
Give
us hope when it seems all hope is gone
Cause
itu seems like so much is going wrong
On
this road we’re on
No
No
We
can’t do it on our own
So
So
Give
us the strength to make it through
Help
us find love, cause love is overdue
And
it looks like we haven’t got a clue
Need
some help
Grant
us the faith to carry on
Give
us hope when it seems all hope is gone
Cause
itu seems like so much is going wrong
On
this road we’re on
No
No
We
can’t do it on our own
So
So
If
I wrote a note to God
Tirai panggungpun ditutup.
Semua terdiam, semuanya. Dan seorang lelaki paruh baya berdiri, ia bertepuk
tangan, lalu seorang wanita ikut berdiri dan lama kelamaan semua penonton
berdiri dan bertepuk tangan. Dea dan teman-temannya menangis, menangis bahagia
karena anak-anak asuhan mereka sungguh…sungguh luar biasa. Dayat berlari
menghampiri Lilia yang juga menangis, semua anak itu juga menangis. Semua
peserta KKN memeluk semuanya bergantian dan menggiring mereka ke rumah.
“Kalian hebat,” hanya kata
itu yang kini keluar dari mulut Dea, biasanya Dea selalu cerewet saat tiba
gilirannya orasi. Tapi sekarang hanya itu, hanya kebahagiaan yang bisa ia
gambarkan dari wajahnya.
Dayat maju dan merangkul
tubuh gadis itu.
“Kalian sangat hebat,” Dayat
juga tak bisa berkata apa-apa lagi.
Terlepas dari keharuan itu,
Lilia menatap semuanya sangat berarti, sekarang ia bisa pergi dengan tenang
karena ia sudah bisa melihat senyum dan tangis itu. Untuk terakhir kalinya, ia ingin
memeluk semua temannya. Sudah tak ada waktu lagi, kepala Lilia makin sakit jika
ia lama berdiam diri.
Dengan sekuat tenaga Lilia
memeluk semua teman-temannya, dan terakhir adalah Dayat.
“Kita harus ke rumah sakit.”
Lilia hanya mengangguk
lemah. Dea berlari untuk mengambil mobil KKN dari garasi, Dayat menggendong
Lilia ke dalam mobil. Dea langsung melajukan mobil itu.
Dua puluh dua
Pemakaman kedua yang Dea
saksikan di Bandung. Tapi sekarang Dea bertekad untuk menjadi wanita yang lebih
tegar, karena ia percaya Lilia akan bahagia di sisiNya. Lilia adalah gadis yang
kuat. Jadi ia harus lebih kuat jika ingin menjaga gadis itu. Dayat mendekati
Dea yang sore itu masih menatap nisan Lilia.
“Gua tahu Lilia adalah gadis
yang kuat dari tatapan matanya, gadis itu selalu bermimpi menjadi pemimpin. Dan
sekarang gua makin yakin gadis itu udah jadi pemimpin yang kuat. Sekarang kita
harus siap-siap untuk pulang, semua anak asuhan kita bersama orangtua mereka
sudah menunggu kita.”
“Apa anak-anak KKN yang
melawan kita sudah bersiap-siap?”
“Sudah, mereka juga sudah
meminta maaf pada anak-anak asuhan kita. Mereka berjanji takkan meremehkan
oranglain dari penampilan.”
“Semua anak asuhan sudah
mendapatkan orangtua?”
“Ya, Iel juga punya.”
“Iel?”
“Iya, dan Iel akan pindah ke
Jakarta bersama orangtuanya.”
“Aku masih akan di sini
sebentar lagi, kau duluan saja.”
“Jangan lama-lama, ya.”
“Oke.”
Dayat meninggalkan Dea,
setelah Dea yakin lelaki itu pergi. Dea berpindah ke makam Alvin. Dea meletakan
mawar putih di depan nisan Alvin. Ia ingat saat lelaki itu memberinya semangat
agar ia masuk ke SMA Global. Alvinlah yang memberinya kekuatan untuk terus
bertahan, walau sekarang lelaki itu tak ada lagi di sampingnya.
since i found you my world
seems so brand new
you’ve show me the love i never knew
your presence is what my whole life through
since i found you my life begin so new
now who needs a dream when there is you
for all of my dreams came true
since i found you
Rio duduk di samping Dea dan
meletakan mawar putih juga untuk Alvin.
“Thank’s ya, Vin. Karena loe
udah percaya sama gua untuk menjaga gadis ini. Walaupun gua harus jadi bintang
keduanya, gua ikhlas karena gua nggak bisa bikin loe dilupain gadis ini ni.
Hahaha.”
Dea tersenyum dan senyumnya
berubah menjadi tawa kecil.
“Jangan pernah bilang kalau
kamu adalah bintang kedua aku. Karena sekarang kamu harus jadi satu-satunya
bintang yang aku punya.”
“Bolehkah?”
Dea mengangguk.
“Kak Alvin memang berarti
buat aku, tapi aku harus ikhlas melepas Kak Alvin agar ia bisa hidup tenang
tanpa memikirkanku.”
“Dan sekarang kamu mau
melupakannya?”
“Nggak, aku bukannya mau
melupakan Kak Alvin, tapi aku ingin melepasnya agar ia tak usah menjagaku.
Karena aku udah punya kamu.”
“Oke, karena aku juga udah
punya kamu. Sekarang kamu adalah bintangku.”
***
Semua peserta KKN bersalaman
dengan anggota Panti dan itu artinya mereka akan benar-benar berpisah.
“Maafkan semua kesalahan
yang kami perbuat di sini ya, Bunda,” ucap Agni.
“Kalian membuat anak-anak
kami mempunyai orangtua. Kami sangat berterimakasih.”
“Ya, kami takkan melupakan
kebaikan kalian. Kami harap kalian tak melupakan Panti Gemintang.”
“Kami takkan melupakan Panti
Gemintang, semua anak asuh kami. Kalian sangat berarti,” ucap Dea.
Fay mendekati Dea.
“Kau dan teman-temanmu sudah
menepati janji, aku mewakili teman-teman berterimakasih pada kalian.”
“Kalian juga sudah menepati
janji kalian untuk bermain di drama kami dan menjadi anak yang kuat. Kalian
harus terus seperti ini, karena dunia kalian yang baru akan segera dimulai.
Buktikan kepada semua orang bahwa kalian adalah bintang dari Surga.”
Fay memeluk Dea erat.
“Jika kalian tak pernah
datang ke sini, mungkin kami tak bisa sebahagia ini.”
“Jika kami tak pernah ke
sini, kami takkan pernah tahu kelebihan yang tersembunyi dari anak-anak luar
biasa seperti kalian.”
***
“Jadi kau akan pergi ke
Jakarta?”
Iel mengangguk dan menulis
sesuatu di papannya seperti biasa.
Tapi
aku berjanji, setelah aku sukses menajdi musisi, aku akan datang lagi dan
melamarmu.
“Melamarku?”
Ya,
tolong tunggu aku, bintangku.
Sivia merasa hari ini ia
bisa melihat sisi lain Iel yang serius, serius akan komitmen yang membuat pipi
mereka bersemu merah.
“Ya. Aku berjanji aku akan
menunggumu. Aku juga akan berusaha menjadi penyanyi agar aku bisa menyanyikan
lagu buatanmu.”
Iel mengangguk, dan mengelus
rambut Sivia.
***
Semuanya kembali ke tempat
masing-masing, sebuah pengalaman yang takkan pernah terlupakan untuk semuanya.
Dan sekarang dunia mereka yang berarti akan berlanjut, menjadi dunia yang harus
lebih baik dari dunia sebelumnya.
***
Ami kembali ke Yogya dan di
stasiun Lintar sudah menunggu gadis itu. Ami melambaikan tangannya untuk
menyadarkan Lintar bahwa ia sudah tiba.
“Oh, Ami!”
“Sudah sebulan, tidak
terasa, kan?”
“Ya, dan sepertinya lelaki
yang kau tunggu akan menepati janjinya.”
“Siapa?”
“Patton.”
“Patton?”
“Iya, dia sudah kembali dari
Jepang dan ia ingin menepati janjinya.”
“Apa dia di sini?”
“Tentu, Hei laki-laki hitam!
Hahahaha.”
Patton keluar dari balik
dinding plat jurusan, ia tersenyum pada Ami dan menghampirinya.
“Enak saja kau bilang aku hitam,
dasar hitam!”
Keduanya hanya tertawa
sedangkan Ami terus memerhatikan Patton.
“Kau sebaiknya berbicara
dengan Patton, aku harus menemui Nova.”
“Jadi Kak Lintar serius
dengan Nova?”
Lintar hanya tersenyum tipis
dan menepuk pundak Ami.
“Oke, aku pergi dulu, ya.
Patton, kamu harus jagain Ami.”
“Itu udah pasti.”
Selepas kepergian Lintar,
Patton menggandeng tangan Ami.
“Jadi kamu masih nungguin
aku?”
“Bukannya seharusnya kita
ketemu pas reunian?”
“Ternyata kuliahku di Jepang
bisa lebih cepat. Sudah 3 tahun berlalu bukan?”
“Dan aku menunggumu, dengan
perasaan ragu.”
“Kenapa?”
Ami menggeleng, “tapi
sekarang aku yakin saat kau disampingku.”
“Kau mau menerimaku?”
Ami mengangguk. Dan di lain
tempat, Lintar mengepalkan tangannya tanda ia menyesal. Menyesal karena tak
bisa memertahankan cintanya. Tapi sekarang ia harus lega, ada orang yang bisa
menjaga Ami selain dirinya. Walaupun suatu saat nanti ia harus bersama orang
lain, tapi ia takkan melupakan begitu saja bintangnya itu.
***
“Jadi bagaimana dengan
rencanamu belajar di luar negri?”
Dea dan Rio duduk di taman
Kampus, tempat mereka selalu bersama.
“Mungkin nggak jadi.”
“Kenapa?”
“Karena walaupun aku nggak
belajar di luar negri, aku yakin kedua orangtuaku bisa menganggapku wanita
dewasa yang bisa membanggakan mereka.”
“Apa alasan kamu bisa bilang
begitu?”
“Karena aku bisa memilih
seseorang yang mereka inginkan. Seorang lelaki yang pasti akan selalu
menemaniku.”
“Aku?”
Dea hanya tersenyum malu.
“Menurutmu?”
“Pasti.”
Rio menggenggam tangan Dea,
dan menatap langit.
“Hei Alvin, sekarang gua ada di samping gadis yang
loe cintai. Loe kesel bukan? Tapi tolong, percaya sama gua. Karena gua akan
menjaga bintang gua yang satu ini. Selamanya.”