Jumat, 30 Maret 2012

A Fanfiction - Chocolate Bakery (One Shot)


Cuman mau bilang, lagi suka banget sama Kyuhyun-Sunny :D :D :D #terus? Yasudah... :(


Cast :
Lee Soon Kyu SNSD (Sunny/Soonkyu)
Cho Kyuhyun Super Junior (Kyuhyun)
Kim Jonghyun SHINee (Cho Johyun)
Park Sun-Young T-ara (Hyomin)
Choi Sooyoung SNSD (Sooyoung)





Soonkyu menghentakan sepatu catsnya dan melompat melewati bantalan yang tingginya 110 cm.
“Hya! Bukankah seharusnya kakimu tak mengenai bantalan ini!” protes Hyomin.
“Hahaha, tak apa-apalah, hanya sedikit.”
“Kau curang Soonkyu,” protes Sooyoung juga.
“Mianhae teman-teman. Kalau begitu…bagaimana kalau kalian ku traktir eskrim?”
Kedua sahabat Soonkyu itu saling pandang lalu tersenyum lebar. “Ya ya!!”
***
Aku bosan membelikan apapun pada 2 orang ini. kenapa mereka tak mau tahu perasaanku? Kenapa mereka selalu saja memperlakukanku seperti mesin uang yang bisa dengan mudah digesek? Huh.
“Soonkyu, ada apa?”
“Ah, Anyeo, Sooyoung. Bagaimana eskrimnya?”
“Sangat lezat, Soonkyu. Bagaimana kalau besok kita ke restoran roti baru dekat rumahku? Di sana sedang ada promosi.”
“Kalau begitu, bagaimana kita berdua gantian mentraktir Soonkyu?”
“Bolehkah?”
“Tentu, besok kita bertemu di sana jam 9 pagi. Bukankah toko itu sudah buka sebelum jam 9?”
“Yap.”
Kenapa mereka berdua sangat kompak? Apa mereka merencanakan sesuatu? Ah, sebaiknya kuikuti saja permainan mereka.
***
Musim dingin di Seoul memang sudah menunjukan puncaknya. Buktinya pagi ini udaranya benar-benar dingin! Padahal aku sudah memakai 4 lapis pakaian ditambah jaket tebal dan syal. Oh God! Dan mereka lama sekali. Sudah lewat 15 menit dari perjanjian. Tepat di depan toko yang Sooyoung katakan. Ya Tuhan, dingin…
Karena sudah tak tahan, kuputuskan untuk masuk lebih dulu. Saat kubuka pintu toko, terdengar nyaring bunyi lonceng tanda orang masuk. Aku agak terkejut, tapi lonceng itu cukup menenangkan hatiku. Karena aku dapat memastikan kupingku tidak kehilangan fungsinya walau hampir membeku. Seorang lelaki dengan tubuh semampai menghampiriku.
“Selamat pagi, Eonnie adalah pelanggan pertama hari ini. Selamat menikmati toko ini.”
“Ya, gomawo.”
Senyum lelaki itu sangat manis, kulirik namanya di klem namanya. Cho Kyuhyun. Lelaki bermarga Cho? Ya Tuhan, aku takkan dekat-dekat dengan lelaki itu. Bukannya alergi, tapi itu karena aku trauma dengan masa kecilku. Sahabat kecilku yang juga bermarga Cho menghilang setelah mengatakan padaku akan menjagaku. Entah kenapa sejak itu aku berfikir lelaki bermarga Cho tak ada yang baik atau menepati janji.
Kupercepat langkahku agar menjauh darinya. Lelaki  itu masih memandangiku dan tersenyum. Sepertinya ia ingin mengikutiku. Sontak saja kuambil sebungkus roti dan berlari ke kasir. Dengan cepat juga aku membayar dan meninggalkan toko itu. Fiuh…ini karena kedua orang tak bertanggung jawab itu!
Aku duduk di bangku tak jauh dari toko roti itu, masih menunggu? Apa aku ini bodoh? Mungkin. Bagaimanapun, kedua orang itu memang sangat baik padaku. Bukan karena uang, kan? Semoga.
Kuangkat bungkusan kecil dari toko roti…namanya Chocolate Bakery. Dan yang kuambil memang roti cokelat. Jadi toko roti ini menjual roti cokelat dan kombinasinya to. Menarik juga. Tapi apa ini?! Yang kuambil roti cokelat dengan sentuhan wine?! Ya Tuhan, umurku masih 19 tahun, aku tak mau menodai tubuhku dengan alkohol. Tanganku berancang-ancang ingin membuang, tapi seseorang menahan tanganku. Kulirik sedikit, dan langsung kusadari lelaki semampai itu yang menahannya.
“Sudah kuduga Eonnie salah mengambil roti, dan sepertinya aku tak pantas memanggil anak kecil sepertimu Eonnie.”
“Le…lepaskan tanganku.”
“Bagaimana kalau aku memberimu roti cokelat strawberry?”
“Terserah, tapi lepaskan tanganku.”
Cho Kyuhyun mengambil roti wine itu dari tanganku dan menggantinya dengan roti yang kemasannya lebih lucu.
“Ini kembaliannya, harga roti wine ini jauh lebih mahal dari roti itu.”
“Ba…bagaimana kalau aku membeli roti ini lebih banyak sehingga harganya sama dengan roti wine itu?”
“Untuk apa anak kecil?”
“U…untuk mengurangi kerugian kalian.”
“Kami nggak rugi, kok.”
“Bukan karena itu juga, aku harus makan sesuatu lebih banyak selama menunggu kedua temanku.”
“Kenapa kau tidak makan di dalam saja?”
“Bolehkah?”
“Boleh saja, anak kecil. Di toko kami menyediakan tempat makan juga. Kau bisa memesan coklat panas.”
“Gomawo. Tapi apa kau akan memanggilku anak kecil terus menerus?”
“Jadi, siapa namamu?”
“Lee Soonkyu.”
***
Ini sudah gila. Jam 10.00?! Ini sudah sangat telat!! Aigo…aku lupa tak bawa ponsel. Apa mereka menghubungiku? Tapi kalau batal kenapa tak dari kemarin malam mereka bilang padaku!? Dan sekarang aku harus terjebak di toko roti sepi bersama para pelayan itu. Hem, kenapa toko ini benar-benar sepi, ya? Apa karena toko ini masih baru? Ah, bukankah toko ini sudah memberikan promo besar? Apa karena toko ini memang tak terlalu mempesona seperti toko lain? Sepertinya begitu. Toko ini sepi, tak ada kehangatan di dalamnya. Yang selalu tersenyum hanya Kyuhyun Oppa. Pantas saja.
“Hei Soonkyu. Apa kedua temanmu tak datang?”
“Oh! Kau mengagetkanku, Oppa.”
“Mianhae. Tapi kau sudah sangat lama di sini.”
“Jadi aku tak boleh di sini?”
“Bukan begitu, apa orangtuamu tahu kau sedang ada di toko roti ini dengan orang-orang asing?”
“Umurku sudah 19 tahun, dan aku bisa mandiri.”
“Mianhae, aku tak bermaksud menyinggungmu, bolehkah aku duduk dan mengobrol denganmu?”
“Kau bosan, ya?”
“Harusnya aku yang bertanya begitu padamu.”
“Sedikit, oh tidak aku sangat bosan.”
“Kenapa?”
“Karena di sini sangat sepi. Yang tersenyum dan menyapa pelanggan hanya kau.”
“Ya, aku juga merasa begitu.”
“Kenapa kau tak mengajak teman-temanmu untuk tersenyum?”
“Mungkin ini karena adikku sedang sakit.”
“Adikmu?”
“Iya, dia yang memberikan ide untuk mendirikan toko ini. Ia sangat bersemangat mendirikan toko ini. Tapi saat toko ini berdiri ia malah sakit.”
“Aku turut prihatin.”
“Kau mau pesan yang lainnya? Hari ini aku akan menjadi pelayanmu jika kau mau menunggu temanmu seharian.”
“Anyeo. Aku akan segera pulang, sepertinya janji ini dibatalkan, lagipula aku tak bawa ponsel, jadi mungkin mereka sudah menghubungiku berulang kali untuk membatalkannya.”
“Ohya? Baiklah, hati-hati, ya.”
“Aku mau beli roti wine itu 2 dan roti cokelat original 3, ya?”
“Untuk apa roti wine?”
“Untuk kedua orangtuaku. Mereka pasti senang.”
“Baiklah. Tapi apa besok kau akan datang lagi?”
“Memangnya kenapa? Apa aku harus menjadi pelanggan tetap di toko ini?”
“Tidak juga. Tapi aku baru pertama kali melihat seorang yang sangat setia menunggu teman-temannya.”
“Lalu?”
“Sepertinya kau memang setia kawan, jika kau jadi pelanggan toko ini pasti akan banyak perubahan di toko ini.”
Ia tersenyum lagi, sangat manis dan membuatku cukup tersipu.
“A…apa kau yakin?”
“Adikku juga bilang begitu. Seseorang yang setia akan menjadi pelanggan yang sangat baik untuk toko ini.”
“Hahahaha, ada-ada saja kata-katamu itu!”
“Baiklah, ini roti pesananmu. Dan sampai jumpa kapan-kapan.”
“Aku tak bisa memperkirakan kapan aku akan ke sini lagi.”
“Tak apa, aku…maksudku toko ini akan menunggumu.”
“Anyeong,” ucapku lirih sambil melambaikan tangan. Benar-benar lelaki yang aneh, tapi menyenangkan.
***
Dan benar saja, saat aku tiba di rumah dan kulihat ponselku yang tergeletak di meja makan sudah banyak missed call dan sms dari Sooyoung dan Hyomin. Aku juga lupa kalau hari ini adalah hari les vokal. Dan sekarang aku dalam masalah, Sooyeon Eonnie pasti memarahiku minggu depan. Ah, siapa peduli. Bilang saja aku lupa dan ponselku tertinggal saat 2 orang itu berusaha menghubungiku.
Kakiku tanpa sadar mengantarku ke gudang, dan tanganku tanpa sadar mengambil kotak kayu berwarna cokelat. Kubuka tutupnya, dan aku baru ingat aku dulu suka mengumpulkan bungkus roti cokelat yang kubeli bersamanya. Langsung kulempar kotak itu  hingga isinya berserakan. Lalu berlari keluar untuk melupakan masa lalu itu. Tuhan, jangan seperti ini. Hari itu sudah lama sekali. Aku tak mau ingat lagi.
***
Hyomin dan Sooyoung terus meminta maaf di depanku. Mereka sangat menyesal karena seharusnya mereka menyusulku dulu baru berangkat sama-sama. Mereka juga sudah mengatakan yang sebenarnya pada Sooyeon Eonnie. Ya…untuk kali ini aku akan memaafkan mereka.
“Sebagai gantinya, sore ini kalian harus mentraktirku makan roti di toko itu.”
“Baiklah!”
“Apa kau sudah mengunjungi toko itu, Soonkyu?”
“Memangnya kenapa, Sooyoung?”
“Aku sendiri belum pernah, tapi kata orang-orang yang hidup di toko itu hanya seorang pelayan muda yang umurnya masih 22 tahun. Namanya…aku tak ingat.”
Oh, apa yang dikatakan orang-orang itu Kyu Oppa? Kalau iya, mereka benar.
“Jadi, haruskah sekarang kita kemasi barang-barang kita dan pergi ke toko roti itu?”
“Sabar, Hyomin. 5 menit lagi dosen menyebalkan itu pasti pergi.”
“Baik-baik.”
***
“Selamat siang.”
Baru saja kami menyapa toko itu, lelaki bernama Cho Kyuhyun yang dibicarakan orang-orang muncul dan tersenyum pada kami. Tapi seperti biasa toko ini sepi pengunjung.
“Oh, Soonkyu-ah. Kau datang lagi hari ini. Apa ini teman-teman yang kau tunggu kemarin?”
“Ya, merekalah orang yang menjebakku di sini.”
“Hahaha, kata-kata menjebak sepertinya agak aneh didengar. Seperti toko ini memang tempat penuh malapetaka.”
“Eh, bukan begitu Hyomin. Maksudku toko ini memang sepi seperti penjara, tapi makanannya sungguh sangat lezat.”
“Baiklah apa kalian akan makan di sini?” tanya Oppa.
“Yap.”
“Kau yakin Soonkyu?”
“Tak apa kan, Sooyoung? Kalian sudah berjanji mentraktirku.”
“Ba…baik.”
Kulihat Kyuhyun menahan tawanya, aku tak tahu alasannya, yang pasti sekarang wajahnya seperti orang kegelian. Sementara Hyomin dan Sooyoung menuju tempat duduk, kutahan Kyu Oppa.
“Kenapa kau menahan tawa seperti itu?”
“Karena aku geli melihatmu membalas kedua temanmu itu.”
“Ya…baguslah.”
“Kenapa bagus?”
“Karena dengan begitu aku bisa puas dengan balas dendamku.”
“Apa jika seseorang melakukan sesuatu yang membuatmu dendam, walau sudah sangat lama, kau akan membalasnya?”
Aku terdiam, apa maksudnya?
“Uhm, aku hanya bertanya. Tak usah terlalu dipikirkan.”
“Aku susul teman-temanku dulu agar mengambil sendiri rotinya.”
“Baiklah.”
***
Soonkyu berjalan pelan menuju teman-temannya. Ia tersenyum lagi. Sama seperti dulu. Saat ia bermain dengan adik. Saat aku berada di belakang layar. Saat Sunny tak memandangku. Saat…aku harus berhenti berfikir aku bisa bersahabat dengannya.
Kuambilkan roti original kesukaan Sunny, nama panggilan yang Johyun berikan padanya. Karena ia memang selalu bersinar. Memberikan kasih sayang yang luar biasa pada sahabat-sahabatnya.
“Ini bonus karena kemarin kau membeli sangat banyak roti original.”
“Benarkah? Aku sangat suka roti cokelat!”
Aku tahu, sangat tahu. Karena Johyun selalu menceritakan tentang Sunny padaku. Sunny, maafkan aku jika aku harus menceritakan hal yang paling tak kau inginkan seumur hidupmu suatu saat nanti. Maafkan aku.
***
Aku tahu ini sangat menyakitkan untuk Sunny. Tapi apa aku harus menyembunyikannya pada Sunny terus menerus? Apa yang harus kulakukan Tuhan? Setiap melihat Johyun memuntahkan percikan darah, saat itu pula aku memikirkan perasaannya dengan Sunny. Apakah tak ada jalan untuk menyatukan keduanya lagi? Tuhan, jika ada jalan terbaik. Tolong jangan buat keduanya sedih lagi. Tolong Tuhan.
***
Sudah beberapa bulan ini aku menjadi pelanggan tetap toko roti ini, aku sudah seperti ratu di sini. Banyak masukanku yang diterima toko ini. Seperti musik atau senyuman. Aku ingin semuanya tersenyum. Terutama Kyu Oppa. Aku harap lelaki itu bisa terus tersenyum untukku. Artinya senyuman tulusnya hanya untukku.
“Oppa.”
“Ya?”
“Adikmu yang waktu itu kau ceritakan, bagaimana kabarnya?” tanyaku di sela-sela jam istirahat karyawan. Seketika kopi yang hampir diteguk Kyu Oppa keluar sedikit dari mulutnya. Aku tahu ia gugup. Tapi kenapa?
“Oppa kenapa?”
“Oh, Anyeo. Kenapa kau menanyakan hal itu?”
“Sepertinya adikmu itu berperan sangat penting untuk membuat toko ini. Apakah semua desain dan isi toko ini adalah idenya?”
“Sebagian besar, tapi aku juga membantu, lho!”
“Ya ya, aku percaya. Ngomong-ngomong, apa aku boleh bertemu dengannya?”
“Apa kau mau?”
“Tentu. Karena adikmu itulah sekarang aku bisa makan roti cokelat setiap hari!”
“Sunny-ah, sebaiknya kau habiskan dulu susu vanillamu itu!”
“Sun…Sunny?”
“Oh, maksudku Soonkyu!”
“Darimana kau tahu nama kecilku, Oppa?”
***
“Sunny-ah, sebaiknya kau habiskan dulu susu vanillamu itu!”
“Sun…Sunny?”
“Oh, maksudku Soonkyu!”
“Darimana kau tahu nama kecilku, Oppa?”
Gawat! Kenapa setelah sekian lama aku tak memanggil nama kecilnya itu aku bisa keceplosan? Apa karena kemarin aku menceritakan keadaan Sunny saat ini pada Johyun? Aigo…
“Hum, apa jangan-jangan kau memata-mataiku, ya? Kau suka padaku, ya?!”
“Buff…hahahaha! Bagaimana kau tahu kalau aku suka padamu?”
Ha? Apa yang kukatakan? Kenapa perasaan ini tiba-tiba terlepas begitu saja? Apa karena aku memang benar-benar menyukai Sunny? Sangat menyukainya?
***
Jantungku berdebar sangat kencang saat Oppa menyebut nama kecilku. Itu mengingatkanku pada Johyun. Aish…nama itu terngiang lagi. Tapi aku harus mengatasinya.
“Hum, apa jangan-jangan kau memata-mataiku, ya? Kau suka padaku, ya?!”
“Buff…hahahaha! Bagaimana kau tahu kalau aku suka padamu?”
Sekali lagi, jantungku berdetak sangat kencang. Oppa…apa kau benar-benar menyukaiku?
“Eh-eh, bercanda! Bagaimana bisa aku suka pada anak kecil sepertimu?”
“Hya! Umurmu saja baru 22 tahun, Oppa!”
“Bagaimana kau tahu umurku?”
“Uhm, karena banyak orang membicarakan ketampananmu!”
“Ketampananku? Apa menurutmu aku ini tampan?”
“Aigo…aku mual mendengarnya.”
“Hya, Soonkyu-ah. Katakan sejujurnya…”
“Hem…sangat…tidak tampan!!”
“Dasar anak kecil! Tidak bisa membedakan antara tampan dan tidak!”
“Tapi senyum Oppa memang manis.”
***
“Tapi senyum Oppa memang manis.”
Senyummu lebih manis, Sunny. Kau yang sudah memberikan semangat hidup pada Johyun. Semangat hidup yang sangat berharga. Gomawo, Sunny.
“Oppa, aku harus pulang. Besok ada kelas tambahan.”
“Hari minggu ada kelas tambahan?”
“Ya, ini karena dosennya menyebalkan.”
“Hahaha, kau ini ada-ada saja!”
Kuacak-acak poninya seperti biasa. Dan seperti biasa juga gadis itu mendengus kesal. Apakah ini rasanya menjadi orang yang bisa menyayangi Sunny lebih dari apapun? Aku menyukainya, sangat menyukainya.
“Ayo kuantar.”
“Tidak usah, Oppa. Malam belum terlalu larut. Aku bisa pulang sendiri.”
Sunny mengambil tas punggungnya lalu berpamitan pada rekan-rekan kerjaku. Tapi seperti biasa pula saat Sunny pergi sendiri untuk pulang, aku akan mengikutinya dari belakang. Aku akan melindunginya seperti Johyun yang selalu menjaga Sunny.
***
Soonkyu mengayuh sepedanya melewati jalan sepi yang jarang ia lewati. Memang jarang, karena ia ingin cepat tiba di rumah. Ia takut ia akan tiba sangat larut jika lewat jalan biasa. Kyuhyun mengikuti Soonkyu dari belakang, ia merasa Soonkyu lewat jalan yang salah.
Tepat beberapa meter di depan Soonkyu duduk beberapa lelaki yang penampilannya sangat berandal. Soonkyu mempercepat laju sepedanya, seorang dari gerombolan itu menahan Soonkyu, Soonkyu yang takut nekat mempercepatnya lagi, tapi lelaki yang menahannya tadi dengan kuat menendang roda sepeda Soonkyu sampai gadis itu terlempar. Gerombolan itu mendekati Soonkyu.
“Kau mau lari, hah?”
“Ahjussie mau apa?”
“Ahjussie? Kau memanggil kami Ahjussie?”
“Lalu aku harus memanggil kalian apa?”
“Kau tidak usah memanggil kami dengan sebutan apapun, **d*h!”        
“Ya! Karena kami hanya ingin uangmu! Berikan tasmu!”
“Ja…jangan! Tolong jangan!”
Seorang lelaki menampar Soonkyu sangat keras hingga darah keluar dari mulutnya. Tiba-tiba seorang lelaki memukul lelaki yang menampar Soonkyu tadi.
“O…oppa?”
“Siapa kau!?”
“Aku adalah pacar gadis ini!”
“Oh, jagoan baru datang to.”
Kyuhyun kembali memukul wajah berandal itu. Jumlah berandal itu ada 5 dan Kyuhyun hanya sendiri. Kyuhyun terus memukul walau mereka juga terus membalas. Memar di wajah dan tubuh Kyuhyun tak terhitung. Soonkyu hanya bisa diam dan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Orang yang selalu membuatnya tersenyum sedang dipukuli oleh para berandal yang mencoba merampoknya. Seorang berandal mengeluarkan sebilah pisau, dan Soonkyu menyadarinya. Entah tenaga darimana, saat pisau itu hampir mengenai punggung Kyuhyun, Soonkyu berlari dan menahannya dengan tubuhnya sendiri. Pisau itu tepat mengenai pundak Soonkyu. Tubuh Soonkyu terjatuh, nafasnya terengal menahan sakit akibat tusukan itu. Kyuhyun melihat tubuh Soonkyu terkapar di hadapannya, dan tanpa pikir panjang ia memukul berandal-berandal itu dengan penuh amarah. Sampai akhirnya berandal-berandal itu pergi.
***
Saat pisau itu menusuk pundakku, pandanganku pudar. Yang kulihat hanya Oppa yang terus memukuli para berandal itu sampai pergi. Oppa menghampiriku dan menempatkan tubuhku di pangkuannya.
“Sunny-ah, bertahanlah.”
Seketika, bayangan Johyun kembali muncul. Saat Johyun cemas karena aku jatuh dari pohon dekat SD.
“Ka…kau siapa?”
“Ini aku Kyu, Sunny-ah.”
“Ka…kau Johyun.”
Kurasakan arimata Oppa menetes di dahiku. Dan mataku perlahan tertutup.
***
“Apa yang ingin kau lakukan pagi ini, Sunny?”
“Tak ada. Aku hanya ingin duduk di ayunan.”
“Kenapa? Apa aku berbuat salah padamu?”
“Tidak Oppa. Kau sangat baik padaku. Hanya saja hari ini aku tak mau main.”
“Apa orangtuamu sedang pergi ke luar negri?”
Sunny terdiam. Matanya menatap tanah penuh salju yang kini ia injak-injak. Airmatanya menetes dan terjatuh di roknya yang berwarna cokelat. Tanpa pikir panjang Johyun berlari ke toko kue terdekat dan membeli roti cokelat kesukaan Sunny.
“Jangan menangis lagi, makanlah roti ini. Tolong jangan menangis.”
“Maaf.”
“Tidak usah minta maaf, kau adalah Sunny. Seharusnya kau selalu tersenyum seperti matahari. Aku menyukai senyummu, Sunny.”
Sunny hanya tersenyum tipis.
“Aku berjanji aku akan melindungimu dan mendirikan toko roti yang besar di Seoul untukmu.”
“Kau berjanji?”
“Ya.”
“Benar-benar berjanji?”
“Benar-benar berjanji!”
***
Kupandang wajah pucat Sunny sambil mengusap pipinya. Malam sudah sangat larut, tapi keluarga Sunny belum datang. Hanya 2 teman Sunny yang senantiasa menunggui Sunny di sofa kamar rawat. Kugenggam tangan Sunny yang dingin. Darahnya banyak terkuras, beruntung masih ada stok darah yang cocok dengan darah Sunny.
“Mianhae…karena aku tak bisa melindungimu.”
Perlahan mata Sunny terbuka dan ia tersenyum lemah. Sangat menyakitkan melihatnya seperti itu.
“Oppa, apa kau mengenal Johyun?”
Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sangat tak kuinginkan. Tapi aku harus menghadapinya.
“Johyun adalah adikku.”
Sunny terdiam, matanya berair entah karena apa. Tapi kuyakin sekarang hatinya sedang sangat sakit, atau sangat lega.
***
“Johyun adalah adikku.”
Jantungku terus berdetak sangat kencang dan tak keruan. Dia…orang yang ada di depanku adalah kakak Johyun? Orang yang selama ini kutunggu, selama ini kurindukan.
“Lalu…dimana dia? Apa Johyun masih sakit?”
“Sebaiknya kau istirahat penuh Sunny.”
“Apa Johyun sakit keras?”
“Sunny-ah...”
“Jawab, Oppa! Apa Johyun masih sakit?”
“Dia bertahan hidup hanya untuk melihatmu tersenyum.”
Senyum? Hanya itukah yang diinginkan Johyun?
“Ia ingin melihatmu tersenyum hanya untuknya.”
“Apakah aku boleh menemui anak itu?”
“Sebaiknya kau pulihkan dulu keadaanmu, Sunny.”
“Apa tidak boleh…aku tersenyum…hanya untuknya?”
“Sunny-ah...”
“Tolong, Oppa. Aku ingin bertemu dengannya.”
“Tidak bisakah kau mendengarkanku, Sunny?”
“Tidak bisakah Oppa merasakan sakit hatiku? Aku benar-benar merindukan Johyun! Ia pernah berjanji untuk melindungiku, tapi apa buktinya? Anak itu pergi tanpa pamit!”
“Aku bisa merasakannya, karena selama ini aku menyukaimu. Dan kau hanya menyukai Johyun, bukan aku.”
“Kenapa kau seperti itu pada adikmu sendiri?”
“Karena aku menyayangi kalian berdua. Aku ingin bisa melindungi kalian berdua. Hanya itu.”
“Aku percaya, tapi bolehkah sekali saja aku bertemu dengan Johyun? Hanya sekali dan tersenyum padanya.”
“Dia juga ada di rumah sakit ini.”
***
“Dia juga ada di rumah sakit ini.”
Sunny berusaha untuk berdiri, aku hanya diam karena aku percaya ia bisa. Hatiku memang sakit, tapi aku juga lega telah menyampaikan amanah ini. Setelah ini, mungkin aku akan menjadi seorang yang ada di balik layar lagi.
Sunny terus berusaha, dan kutahu pundaknya sedang sangat sakit. Akhirnya kubantu dia dengan menggendongnya di punggung.
“Naiklah, dan akan kuantarkan kau pada Johyun.”
Sunny setuju dan naik ke atas punggungku.
***
Soonkyu dan Kyuhyun tiba di depan kamar steril. Soonkyu melihat Johyun dari kaca transparan. Lelaki itu masih sama, masih dengan senyum yang tulus saat ia tertidur. Airmata Sunny terjatuh perlahan. Kyuhyun memegang pundak Soonkyu yang lain dan merangkulnya.
“Sesuatu yang berharga, akan tetap berharga walaupun kau meninggalkannya...,” lirih Soonkyu.
“Apa kau akan menemui Johyun?”
“Ani...aku tak mau mengganggu tidurnya.”
Soonkyu tak tega melihat Johyun yang terlelap. Akhirnya ia dan Kyuhyun kembali ke kamar.
“Mari kugendong lagi.”
“Tak usah, aku ingin kembali merasakan kakiku.”
“Tapi kau tidak memakai alas kaki.”
“Tak apa, aku ingin merasakan langkahku saat meninggalkan Johyun.”
“Tapi kenapa?”
“Aku juga tak tahu...”
***
Pagipun tiba. Sunny membuka matanya dan berusaha bangun. Kyuhyun tertidur di sampingnya, tapi Sunny tak tega untuk membangunkan lelaki itu.
“Kau pasti lelah, sangat lelah.”
Sunny berusaha berdiri dan melihat keadaan Johyun. Sendirian.
***
Kurasakan dingin lantai menjalar di kakiku yang kini menapaknya tanpa alas. Aku ingin bertemu dengan Johyun. Melihat dan tersenyum padanya. Dan saat aku tiba, lelaki itu sedang sarapan. Tak sengaja mata kami bertemu dan ia langsung menghentikan kegiatannya. Raut wajahnya menunjukan bahwa ia tak percaya akan keberadaanku. Aku tersenyum dan perlahan mmendekati pintu kamar rawatnya.
***
Soonkyu membuka pintu kamar rawat Johyun. Lelaki itu sangat kaget tapi juga senang. Perlahan Soonkyu menutup kembali pintu itu.
“Hai.”
“Ka...kau?”
“Perkenalkan, namaku Lee Soonkyu. Namamu Cho Johyun, bukan?”
“I...iya.”
“Salam kenal. Sepertinya kau sedang sakit keras, ya?”
“Oh, tidak juga.”
“Sebaiknya kau jaga kesehatanmu, dan kita bersama-sama pergi ke Chocolate Bakery. Toko roti kesukaanku.”
“Aku ingin sekali ke sana.”
“Jadi, cepatlah sembuh.”
“Bolehkah aku melihatmu tersenyum?”
Senyum Soonkyu merekah walau tipis.
“Lebih lebar lagi.”
***
“Lebih lebar lagi.”
Akhirnya aku bisa melihatnya tersenyum lagi. Sekarang aku bisa tenang jika Tuhan mengambilku darinya. Setidaknya sekarang ada Hyung yang bisa menjaganya. Hyung, maafkan aku harus merepotkanmu.
***
Di nisan itu tertulis, “Cho Johyun”. Kyuhyun merangkul Soonkyu sangat erat. Baru saja kemarin mereka berdua bertemu, tapi Johyun harus pergi secepat itu.
“Mianhae karena tak bisa mempertemukan kalian lebih cepat. Kau pasti sangat sedih.”
“Anyeo, Oppa. Pertemuan singkat kami kemarin adalah pertemuan yang sangat berharga. Kau ingat perkataanku kemarin? Sesuatu yang berharga, akan tetap berharga walaupun kau meninggalkannya. Dan kuyakin Johyun juga menyetujuinya. Saat kemarin aku meninggalkannya, setiap langkah yang kusentuhkan di lantai rumah sakit itu benar-benar terasa berharga. Dingin yang bukan sembarang dingin. Pokoknya perasaan yang tak biasa dan akan selalu kukenang. Sekarang aku mengerti kenapa lelaki itu meninggalkanku dulu.”
“Kau tahu?”
“Ya. Karena ia ingin terus melindungiku. Walau itu melaluimu Kyu Oppa.”
“Dan bolehkah aku mengatakan padamu...mungkin ini bukan waktu yang tepat. Tapi aku tak mau melepasmu lagi untuk siapapun termasuk adikku sendiri. Aku menyukaimu, oh bukan. Aku mencintaimu. Sejak kita SD sampai sekarang.”
“Sejak kita SD?”
“Ya, entah bagaimana saat Johyun menceritakan tentang kau padaku. Aku merasa aku juga ingin melindungimu. Karena Johyun bilang, kau sangat berharga untuk disayangi. Dan sekarang aku merasa perkataannya benar.”
“Jadi kau mengenalku sejak SD?”
“Iya.”
“Tanpa kuketahui?”
“Johyun memang seorang malaikat, tapi aku juga malaikat. Malaikat kedua yang selalu di belakang layar.”
“Aku menyayangi kalian berdua.”
“Aku juga.”
“Jadi, bolehkah aku menjadi pelayan di Chocolate Bakery?”
“Untuk apa?”
“Untuk merasakan kerja keras Johyun dan...selalu bersamamu!”
“Eh, bagaimana dengan kuliahmu?”
“Pabo, aku akan menjadi pelayan di sana setelah kuliah selesai.”
“Oke.”
“Oppa.”
“Ya?”
“Jika tidak ada Johyun, mungkin kita tak pernah saling mengenal.”
“Ya, adikku memang yang terbaik.”
Soonkyu tersenyum. Sekarang ia sangat lega karena ia bisa bertemu dengan Johyun sebelum lelaki itu pergi. Dan bertemu dengan Kyuhyun yang kini akan menjadi salah satu penghuni hatinya. Bersama, mereka bertekad untuk membuat Chocolate Bakery menjadi toko roti terkenal di Korea bahkan dunia. Semua ini karena cinta, mereka pada Johyun dan sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini