DUA – Kamami
Hari ini adalah hari keberangkatanku
ke Jakarta. Di dermaga, tempat kapal yang akan membawaku dengan anak-anak desa
Summer menuju Jakarta, aku terus merasa was-was walaupun Lintar sudah
menyemangatiku beberapa hari ini. Rasanya akan berbeda sekali saat tidak ada
sahabat dan keluargaku di sampingku, tapi ini resiko yang harus kutanggung. Ya,
ini keinginanku, aku tidak boleh mengeluh atau takut lagi. Tidak ada salahnya
merantau begitu jauh jika itu untuk kebaikan.
“Kamu harus menjadi orang hebat di
sana, De!”
“Oke, Lintar. Kamu juga. Jika ada
kesempatan, berliburlah ke Jakarta, aku akan menemanimu.”
Kuambil tasku dari tangan Lintar
karena sebentar lagi kapal yang akan kunaiki akan berangkat. Sebelum naik,
kupeluk Ibu sangat erat. Aku benar-benar menyayanginya. Aku berjanji tidak akan
mengecewakannya karena aku sudah berjanji, berjanji untuk selalu membuatnya
bahagia. Ibu mengelus rambutku lalu mengecup pipiku saat kulepas pelukanku.
“Ibu percaya Dea nggak akan
mengecewakan Ibu. Kalau nanti Dea nggak betah di sana, segera pulang, ya, Nak?”
“Semoga aku bisa betah di sana, Bu.
Doain Dea, ya, Bu.”
“Sudah pasti, Nak.”
“Assalamualaikum,” ucapku seraya
berbalik menuju tangga kapal.
“Waalaikumsalam,” ucap Ibu dan
Lintar bersamaan.
Di setiap langkahku menuju kapal,
ada perasaan yang tertinggal di sana. Perasaan takut yang awalnya memenuhi
pikiranku kini hilang saat aku benar-benar berada di kapal. Aku kembali
berbalik dan melambai pada Lintar dan Ibu. Mereka membalasnya, dan aku melihat
dengan jelas ada airmata di pelupuk mata Ibu. Ibu, kumohon jangan takut karena
Dea akan berusaha keras untuk menjadi yang terbaik di sana.