Jumat, 28 September 2012

A Fanfiction - I love you because you're you (Oneshot) _ Baekyeol/Chanbaek


Annyeong haseyo :) sekarang aku mau post fanfiction Boys Love lagi...hohoho, kayaknya saya udah gila BaekYeol/ChanBaek ni XD kiak kiak. Okelah, Enjoy it! :D

I love you because you are you



Author: Fie
Genre: sad, romance
Rated: T
Length: oneshot
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Main cast: Byun Baekhyun, Park Chanyeol
Support cast: Oh Sehun, Xiumin/Kim Minseok, Kai/Kim Jong In




Summary:
Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, aku berjanji akan mencintaimu selamanya, karena kau adalah kau.






Lelaki itu mendaratkan tendangan terakhirnya di pipi lawannya dengan apik. Jarang ada orang yang bisa melakukan itu kecuali orang itu adalah ahli beladiri dan lelaki itu memang seorang ahli hapkido. Dengan matanya yang tajam ia menatap satu persatu lawannya yang berjumlah total 4 orang dan semuanya laki-laki berumur 30-an. Keempat lelaki itu tak berani membalas dan akhirnya mereka kabur. Byun Baekhyun membetulkan posisi topi yang setiap saat ia pakai dengan tangan kanannya. Seorang lelaki seumurannya mendekati Baekhyun dan membungkukan tubuh 90 derajat sambil berterimakasih.
“Gomawo, Baekhyun-ssie. Kau memang yang terbaik.”
Baekhyun tidak membalas ucapan itu dan mengambil sepedanya, mengayuhnya sesuka hati sampai ada yang membutuhkan bantuannya lagi. Angin musim semi yang menerpa pipinya membuat pipi putih itu bersemu, sangat hangat hingga Baekhyun bisa sedikit mengulas senyumnya. Ia menyukai hidupnya sebagai lelaki yang selalu menyelamatkan teman-teman sekolahnya dari para berandal atau anak nakal. Sesuatu yang tidak ia rencanakan sebelumnya itu membuatnya begitu terkenal. Tapi walaupun Baekhyun baik, ia adalah pribadi yang tertutup, ia baik, tapi bukan teman yang baik. Banyak orang ingin menjadi temannya tapi Baekhyun selalu menghindar, seperti ada yang ia sembunyikan, entah apa.
“Bukankah kau siswa di sekolah ini? Kau pasti kaya, berikan uangmu pada kami.”
Baekhyun menghentikan sepedanya dan memerhatikan seorang anak lelaki berpakaian rapi seragam sekolahnya di ganggu 3 orang berandal. Lelaki itu terkepung, tapi Baekhyun benci lelaki penakut seperti itu, jadi dia melewatinya, ia tak mau menolong lelaki itu.
“Aku takkan membuang uangku untuk berandal seperti kalian!”
BUK
Perut anak lelaki itu terkena hantaman sangat keras dari salah seorang berandal. Oke, Baekhyun tidak bisa diam saja. Ia menghentikan sepedanya dan turun dari kendaraan berwarna silver itu. Berjalan menuju gerombolan itu dan menatap malas mereka semua. Masih dengan permen karet di mulutnya ia berkata, “Lepaskan dia.”
“Oh, kau hanya anak SMA yang tidak tahu apa-apa! Pergi saja!”
Belum, ia ingin bermain-main dulu.
“Ahjussie tidak lihat seragam kami sama? Apa Ahjussie tidak berfikir kami sekolah di SMA yang sama dan aku ingin menyelamatkannya?”
“Kau melawanku?”
Masih belum, ia takkan bertindak secepat itu.
“Hanya mengingatkan bahwa seorang anak SMA tidak bisa diremehkan.”
“Kau!”
Salah seorang berandal maju hendak menghantam bagian manapun yang bisa dihantamnya. Tapi Baekhyun lebih cepat, ia menghindar sambil menyeringai remeh. Ia angkat sedikit topinya lalu menendang berandal yang tadi ingin memukulnya dengan gerakan salto, dan dengan satu tendangan lelaki itupun ambruk. Baekhyun melirik sedikit berandal itu lalu memindahkan pandangannya ke dua berandal lain.
Berandal lain mencoba melawan Baekhyun, tapi dia bukan tandingannya, Baekhyun bisa dengan mudah melumpuhkan lelaki satunya lagi dengan 3 pukulan di punggung, perut, dan pipinya. Kini tinggal 1 berandal.
“Kau tetap di sini, jika kau kabur, kau takkan tenang selama hidupmu,” ancam sang berandal.
Berandal yang tadi mengancam berhadapan dengan Baekhyun. Baekhyun mengepalkan tangannya seakan semua kekuatan sudah terkumpul di sana. Berandal itu maju dan menarik kerah Baekhyun, lelaki itu masih diam dan tersenyum tipis, tubuh Baekhyun terangkat dan berandal itu bersiap memukul wajah Baekhyun. Tangannya melayang menuju pipi Baekhyun, tapi Baekhyun menahannya dengan satu pukulan.
“Aish...,” rintih Baekhyun, karena tangan lelaki itu sungguh kuat.
“Kau kira bisa mengalahkanku dengan mudah?”
Lelaki itu menyeringai dan benar-benar mengangkat tubuh Baekhyun lalu melemparkannya asal. Baekhyun terluka di lututnya, anak lelaki yang ditolongnya mendekat dan memeriksa keadaan Baekhyun. Tapi Baekhyun menyuruhnya menjauh.
“Jika kau mau selamat, tolong serahkan semuanya padaku.”
“Kalau kau yang tidak selamat bagaimana?”
Baekhyun tidak menanggapi pertanyaan anak itu dan berusaha berdiri. Dengan agak pincang Baekhyun mendekati sang berandal yang siap menerkamnya lagi. Berandal itu berlari ke arah Baekhyun untuk menghajar Baekhyun, tapi Baekhyun behasil menghindari serangannya, saat ada kesempatan Baekhyun memukul punggung berandal itu sekuat tenaga lalu dengan kaki kanannya, yang tidak terluka, ia tendang kepala beandal berbadan besar tersebut sampai jatuh. Akhinya ketiga berandal itu pergi sambil memegangi bagian yang dipukul Baekhyun.
Baekhyun berjalan perlahan mengambil tasnya dan meninggalkan anak lelaki yang terkagum-kagum pada kekuatan Baekhyun. Anak lelaki itu berlari menyusul Baekhyun.
“Namaku Park Chanyeol, senang berkenalan denganmu.”
Tapi Baekhyun tidak tertarik dengannya dan terus berjalan menuju sepedanya.
“Kakimu benar tidak apa-apa? Aku bisa mengantarmu pulang dengan sepedamu.”
Baekhyun tetap diam.
“Gomawo untuk bantuanmu tadi, aku akan pindah ke sekolah ini besok, mohon bantuannya.”
“Kau mau membantuku?”
Chanyeol sangat senang Baekhyun menanggapinya. Matanya berbinar seperti anak kecil yang mendapat banyak permen di hari hallowen.
“Tentu saja, apapun untuk pahlawan sepertimu.”
“Biarkan aku sendiri.”
“M-mwo?”
“Kau bilang kau mau membantuku, kan?”
“N-ne, tapi aku kira...”
“Tidak usah banyak mengira, aku hanya ingin pulang dengan tenang.”
“Tapi kakimu terluka. Kau juga belum menyebutkan namamu.”
“Baekhyun. Puas?”
“Aku harus mengantarmu pulang.”
“Tinggalkan aku, atau kau mau bernasib sama dengan berandal-berandal tadi?”
“Aku hanya ingin membantumu, Baekhyun.”
Baekhyun tidak menjawab, ia hanya menuntun sepedanya karena kakinya terlalu sakit untuk mengayuh, walaupun sekarang kakinya tetap sakit saat berjalan. Chanyeol terus mengikuti Baekhyun dan berusaha mengimbangi langkah Baekhyun yang tergolong cepat untuk orang yang terluka. Lelaki itu berjalan terseok menahan sakit, tapi ia tetap menunjukan wajah datar agar Chanyeol tidak terus menanyakan keadaannya.
“Kau kelas berapa?”
“Dua.”
“Sama! Aku juga kelas dua, mungkin kita bisa sekelas,” harap Chanyeol.
Baekhyun hanya menghela nafas malas karena kelakuan Chanyeol.
“Kemampuan bela dirimu sangat baik, Baekhyun. Kau belajar di mana?”
“Bukan urusanmu.”
“Dari dulu aku ingin belajar bela diri, tapi Appaku tak pernah mengizinkannya.”
Chanyeol berjalan mundur agar posisinya berhadapan dengan Baekhyun.
“Mungkin menurutmu aku penakut seperti yang kau lihat tadi, tapi dalam hatiku, aku pemberani.”
Chanyeol masih berusaha menarik perhatian Baekhyun.
“Appaku adalah dokter, dia bisa mengobatimu.”
Baekhyun yang sudah tidak tahan dengan ocehan Chanyeol berhenti dan menatap Chanyeol tajam.
“Kalau kau tidak meninggalkanku sekarang, aku akan memukulmu.”
“Ke-kenapa kau dingin sekali? Aku hanya ingin membantu orang yang sudah menolongku.”
“Bukankah tadi aku sudah bilang kau harus membantuku dengan meninggalkanku?”
“Jadi kau benar-benar bisa pulang sendiri?”
Baekhyun mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Tapi Chanyeol masih mengikutinya.
“Arah rumahku juga ke sana,” antisipasi Chanyeol dan Baekhyun tidak jadi memukulnya. Chanyeol terus mengamati kaki Baekhyun. Lelaki itu berjalan tertatih dan Chanyeol benar-benar tak bisa diam. Ia memegang pundak Baekhyun dan mengangkatnya lalu menaruh tubuh itu di atas jok penumpang, tanpa ba-bi-bu Chanyeol mengayuh sepeda Baekhyun cepat. Baekhyun tak bisa melawan karena ia tak mau mengambil resiko kecelakaan.
***
Di persimpangan jalan, mereka berhenti dan Baekhyun turun dari sepedanya. Masih dengan ekspresi datar, Baekhyun menyuruh Chanyeol pergi.
“Rumahmu di mana?”
“Sudah dekat, kau bisa pergi.”
“Aku tak mau pergi.”
Sudah, ini sudah terlalu jauh, batin Baekhyun. Lalu ia memukul lengan Chanyeol sampai anak itu kesakitan.
“A-aish, apa yang kau lakukan?”
“Kau mau menerima yang lain?”
“A-anyeo, aku akan pergi.”
Chanyeol turun dari sepeda Baekhyun dan tersenyum sangat manis.
“Kuharap kita bisa berteman baik.”
Baekhyun tetap tidak menanggapinya dan berjalan sambil menuntun sepedanya melewati persimpangan lalu masuk ke sebuah restoran mie. Chanyeol menganggukan kepalanya beberapa kali seperti murid yang mengerti materi pelajaran.
“Ooh, jadi rumahnya di sana...”
***
Baekhyun memasuki restoran mie tempatnya bekerja sekaligus tinggal. Eommanya sedang mengantar 2 mangkok mie rebus untuk sepasang pelanggan. Baekhyun meletakan sepedanya di halaman restoran lalu menghampiri Eommanya.
“Kenapa dengan kakimu, Baekhyun-ssie?”
“Hanya terjatuh dari sepeda.”
“Cepat obati lukamu itu dan bantu Eomma, tamu hari ini sangat banyak.”
“Hem.”
Baekhyun memasuki rumahnya yang menyatu dengan restoran mie milik Eomma dan Appanya yang sudah berdiri cukup lama bahkan sebelum ia lahir. Restoran ini adalah lambang cinta Appa pada Eomma Baekhyun. Walaupun sekarang Appanya sudah pergi, Eomma tetap melanjutkan cinta Appa agar restoran itu terus abadi seperti cinta keduanya. Baekhyun mengambil kotak p3k dan membersihkan lukanya dengan alkohol, lalu ditetesinya dengan obat merah dan terakhir ia lekatkan penutup luka. Hanya luka kecil, tidak sebanding dengan luka di hatinya selama 10 tahun sejak kepergian Appanya.
Baekhyun mengganti bajunya dengan baju santai dan melepas topinya. Ia tata rambutnya agar ia tidak kelihatan lusuh dan dingin di hadapan pelanggan. Beberapa saat kemudian ia kembali ke restoran mie dan memakai celemek khas restoran ini. Sebenarnya pegawai di restoran ini hanya dia dan Eommanya, tapi Eommanya ingin orang mengingat restoran ini sebagai restoran yang mempunyai pegawai kompak. Alasan yang standar tapi bermakna bagi Baekhyun. Saat ia memakai celemek itu, ia merasa begitu dekat dengan Eomma yang hanya bisa mengobrol dengannya setiap malam.
“Baekhyun, tolong layani anak di sebelah sana, sepertinya dia temanmu.”
Mata Baekhyun membesar karena kaget saat melihat Chanyeol duduk di restorannya. Baekhyun berjalan dengan perasaan kesal dan memberikan daftar menu pada Chanyeol. Chanyeol masih diam dan terus melihat Baekhyun yang berusaha mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Baekhyun-ssie, aku sangat lapar, aku bisa membeli semua yang ada di menu.”
“Pilihlah yang kau suka,” ucap Baekhyun singkat.
“Kau lebih manis tanpa topimu, kenapa kau harus memakai topi?”
“Kalau kau tidak mau pesan, aku bisa meninggalkanmu.”
“Ish, kau tetap saja penjual mie, hahaha.”
“Apa maksudmu?”
“Bukan apa-apa,” jawab Chanyeol sambil tersenyum penuh arti. Ia sengaja melihat menu sangat lama, karena Chanyeol ingin Baekhyun lebih lama bersamanya. Tapi Baekhyun malah meninggalkannya dan menyambut pelanggan lain.
“Hya! Baekhyun-ssie!”
Baekhyun kembali pada Chanyeol yang menatapnya kesal.
“Aku kan sedang memilih, kenapa kau meninggalkanku?”
“Jadi apa yang kau pilih?”
“Aku mau pesan yang ini, lalu ini, dan ini,” ucap Chanyeol sambil menunjuk pesanannya.
“Minumannya?”
“Aku mau yang ini saja.”
Chanyeol kembali menunjuk, entah kenapa dia tidak menyebutkan pesanannya pada Baekhyun dan lebih memilih agar Baekhyun sendiri yang menulisnya dari daftar menu.
“Tunggu sebentar.”
“Aku akan menunggu dan melihatmu dari sini.”
Baekhyun memutar matanya sambil berkata “Whatever.”
---
15 menit kemudian Baekhyun membawa nampan berisi 3 mangkuk mie dan segelas lemon tea. Lalu ditaruhnya satu persatu di hadapan Chanyeol.
“Diantara ketiganya kau suka yang mana, Baekhyun?”
“Aku suka semua.”
“Kau sudah mencoba semuanya?”
“Hem.”
“Bagaimana kalau kau menemaniku makan?”
“Kau mau cari masalah?”
“Aku hanya bercanda. Iyap! Akan kunikmati mie buatan teman pertamaku di sekolah baru.”
“Itu buatan Eommaku.”
“Lalu yang mana buatanmu?”
“Apakah itu penting?”
“Tentu saja! Aku ingin memakannya duluan.”
Baekhyun tidak tahu apa yang mendorongnya untuk menjawab pertanyaan bodoh Chanyeol, ia hanya menunjuk piring berisi mie dengan kuah paling merah dan pasti paling pedas.
“Kau membuat yang paling pedas? Sudah kuduga.”
“Selamat menikmati.”
“Oke-oke,” ucap Chanyeol sambil menyentuhkan telunjuk dengan ibu jari tangannya membentuk lingkaran tanda ia siap memakan semua mie itu. Sedangkan Baekhyun kembali melayani para tamu.
---
Di sela-sela makan, Chanyeol dengan jahil memanggil Baekhyun yang baru saja menulis pesanan pelanggannya.
“Waeyo?”
“Mie buatanmu pedas sekali, untung saja aku membeli mie lainnya, jadi aku tidak terlalu kepedasan.”
“Hanya itu?”
Chanyeol mengangguk girang. Baekhyun meninggalkan Chanyeol ke dapur, ia berjanji takkan menanggapi Chanyeol sampai lelaki itu selesai makan. Pengunjung lainnya datang-pergi, hanya Chanyeol yang bertahan di tempatnya. Sudah 4 jam dia di sana, dan selama itu ia terus memesan mie. Karena kesal Baekhyun mendatangi Chanyeol dan menarik kerah Chanyeol hingga tubuhnya agak terangkat, ia berani melakukannya karena kebetulan restoran sudah sepi pelanggan.
“Kau tidak kekenyangan?”
“E-eh? Apa ini yang kau lakukan pada pelangganmu?”
“Aku tanya, apa kau tidak kekenyangan?”
“Aku kan tadi bilang, aku sangat lapar.”
“Kau tidak menghabiskan semuanya, kau hanya memesan mie yang berbeda.”
“Apa kau bisa mencampurkan semuanya dan aku akan membawanya pulang?”
“Kau harus makan di sini.”
Baekhyun duduk di bangku yang berhadapan dengan Chanyeol. Ia mengambil satu mangkuk mie dan menyendoknya lalu mengarahkannya pada Chanyeol. Wajah Chanyeol pucat pasi karena sekarang dia sangat kenyang.
“Ayo, kau harus memakannya.”
“Kau saja yang makan.”
“Makan!”
“Aku tidak mau! Bungkus saja semuanya!”
Raut wajah Baekhyun berubah sangat kesal, lalu ia menarik Chanyeol mendekat padanya dan ia injak kaki Chanyeol sampai lelaki itu membuka mulutnya. Baekhyun memasukan mie itu ke mulut Chanyeol. Oke, itu sangat kasar karena Baekhyun memang sedang marah.
“Kau jahat sekali, sih?” ucap Chanyeol sambil mengunyah paksa mie suapan Baekhyun. Baekhyun memalingkan kepalanya lalu tersenyum geli.
“Ha? Kau tersenyum? Kau benar-benar tersenyum?”
Baekhyun kembali dengan wajah datarnya lalu siap menyuapi Chanyeol lagi. Tapi Chanyeol dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“Kau tidak mau memakannya?”
“Sudah kubilang, bungkus saja, Baekhyun.”
Bukannya membungkus, Baekhyun malah mengambil sumpit baru dan memakan sisa mie Chanyeol. Chanyeol sangat kaget melihatnya.
“Semua mie ini harus dimakan saat kau sudah memesannya.”
“Tapi haruskah kau memakannya? Itu kan sisaku?”
“Ini semua kami buat dengan cinta, untuk apa aku takut memakannya.”
“Dengan cinta? Kau mencintaiku?”
“Hya!”
“Baiklah, aku akan berusaha memakannya bersamamu.”
Chanyeol mengambil mangkuk mie yang lain dan memakannya perlahan sambil melihat Baekhyun yang juga sedang memakan mie. Tanpa sadar senyum Chanyeol mengembang dan pipinya memerah.
“Kau lebih sangat manis saat berkelahi dan makan.”
“Mwo?”
“Aku menyukainya. Aku ingin terus menjadi temanmu, Baekhyun.”
“Cepat habiskan semuanya, kau sudah terlalu lama di sini. Dan ingat, kau harus bayar semuanya.”
“Iya-iya.”
---
Setelah bersama-sama memakan semua mie Chanyeol sampai habis, Chanyeol masih duduk di sana sambil menempelkan pipinya di meja (tepar).
“Kau kenapa?”
“Aku ingin di sini sebentar lagi, aku benar-benar kenyang.”
“Minumlah ini, perutmu akan merasa baikan.”
Baekhyun menyuguhkan teh hangat pada Chanyeol, tapi Chanyeol menggeleng karena belum mau memasukan apapun ke mulutnya.
“Baiklah, jika teh ini dingin, aku akan memanaskannya lagi.”
“Ternyata lelaki dingin itu bisa baik juga.”
“Ini karena aku ada di restoran dan Eomma terus memerhatikanku, kau jangan macam-macam.”
Chanyeol mengangkat kepalanya dan meraih teh pemberian Baekhyun lalu menegaknya habis.
“Kau tadi bilang tidak mau.”
“Aku mau meminumnya karena kau.”
“Kalau kau mau bayar, silahkan ke kasir di sana.”
“Kenapa tidak lewat kau saja?”
“Tolong patuhi peraturan di sini.”
“Hum...baiklah.”
Chanyeol berusaha berdiri, lalu berjalan seperti orang mabuk menuju kasir. Ia menunggu Baekhyun yang masih melayani pelanggan lain. Chanyeol memerhatikan lutut Baekhyun, ia baru sadar Baekhyun berjalan pincang, tapi lelaki itu masih tersenyum walaupun kakinya sakit. Tak berapa lama Baekhyun ke tempat kasir lalu memberikan bon pada Chanyeol.
“Ini sudah semuanya? Kenapa murah sekali?”
“Kami selalu menghargai cinta dari semua pelanggan kami, jadi itu lebih mahal dari harga yang tertera di bon.”
Chanyeol mengangguk mengerti lalu mengambil dompetnya dan membayar semuanya.
“Terimakasih untuk pelayananmu yang sangat baik, Baekhyun.”
“Sama-sama, kalau kau tidak lapar atau hanya ingin membalas budi, sebaiknya kau tidak usah ke sini.”
“Hahaha, baiklah, aku mengerti, aku pulang dulu. Berharap kita bisa sekelas besok.”
***
Baekhyun mengeluarkan sepedanya dan berpamitan pada Eommanya. Keadaan Baekhyun sedang tidak terlalu baik, mungkin karena kemarin ia terlalu banyak berkelahi dan banyak pelanggan yang datang ke restorannya. Ia hanya menuntun sepeda berwarna silver itu menuju persimpangan jalan, lalu ketika sudah aman dia menyebrang. Tapi ternyata sebuah sepeda melaju tidak terkendali dan akhirnya menabrak Baekhyun. Kedua pengendara sepeda itu terjatuh.
“Ma-maaf, Baekhyun-ssie.”
“Kau!”
“Maaf, aku benar-benar minta maaf.”
Baekhyun berdiri dan mengambil sepedanya, dia dengan cepat mengayuh sepedanya meninggalkan Chanyeol. Tapi Chanyeol mengejar hingga akhirnya mereka berdampingan.
“Kau marah?”
Baekhyun diam saja, ia sedang tidak mood berurusan dengan Chanyeol.
“Kau kaget tidak tadi?”
Baekhyun masih tidak menjawab. Akhirnya Chanyeol memilih diam daripada Baekhyun memukulnya seperti kemarin. Baekhyun yang ada di sampingnya bukan Baekhyun yang ramah seperti yang di restoran kemarin. Lelaki ini kembali dingin saat ia keluar dari restoran. Chanyeol jadi ingin tahu apa penyebabnya.
“Kadang-kadang menjaga image itu tidak baik. Apalagi kalau harus mengabaikan orang lain bertanya, itu tidak sopan.”
“Aku mengabaikan orang yang tidak penting sepertimu, kau masih bilang itu tidak sopan?”
Baekhyun menghentikan kayuhannya dan Chanyeol sama-sama berhenti.
“Kenapa aku kau bilang tidak penting?”
“Karena kau selalu mengajukan pertanyaan bodoh yang sudah jelas jawabannya.”
“Ohya? Kau marah? Atau...kau kaget? Ha? Jawabannya sudah pasti iya, bukan?”
Baekhyun kembali mengacuhkan Chanyeol dengan kembali mengayuh. Chanyeol kembali mengikutinya.
“Baekhyun-ssie, aku mau belajar bela diri denganmu.”
“Mwo?”
“Aku mau jadi lelaki yang pemberani di luar dan di dalam. Aku ingin bisa melindungi orang lain sepertimu.”
“Aku sibuk, kau tahu kan setiap pulang sekolah aku pasti membantu Eomma?”
“Hanya sediakan waktu 1 jam untukku, apa itu lama?”
“Eomma membutuhkanku.”
“Aku juga membutuhkanmu.”
“Kau bisa menyewa pelatih sungguhan, Chanyeol.”
“Tapi Appaku akan marah.”
“Kau bilang mau jadi pemberani, tapi melawan Appamu sendiri saja tidak berani.”
“Dia orangtuaku, Baekhyun.”
“Eommaku juga orangtuaku, aku tak mungkin melawan perintahnya untuk cepat pulang.”
“Akan ku anggap ini seperti kursus, aku akan membayarmu.”
“Walaupun kau membayarku dengan berjuta-juta won, aku tidak mau.”
“Ayolah Baekhyun...”
Baekhyun diam saja.
“Atau aku akan mengganggumu di toko setiap hari?”
“Awas saja.”
“Ayolah, aku mohon...”
Baekhyun menghentikan sepedanya lalu turun, Chanyeol mengikutinya. Baekhyun dengan cepat mendorong Chanyeol ke dinding terdekat dan menatapnya tajam, sangat tajam hingga Chanyeol ketakutan.
“Ka-kau mau apa?”
“Kalau kau tidak berhenti menggangguku, aku akan benar-benar menghajarmu.”
“Aku hanya minta bantuanmu untuk mengajariku, Baekhyun.”
“Aku tidak mau.”
“Tolong aku, Baekhyun-ssie.”
Baekhyun melepaskan Chanyeol dan melanjutkan perjalanannya.
“Aku akan menunggumu nanti siang sepulang sekolah di ruang olahraga, Baekhyun.”
“Mwo?”
Tapi Chanyeol segera mengayuh sepedanya mendahului Baekhyun dan berteriak, “Aku akan menunggumu!”
---
Baekhyun memasuki kelasnya dan melihat Chanyeol sedang bercanda dengan beberapa teman sekelasnya.
“Ah, Baekhyun-ssie!”
Chanyeol melambaikan tangannya pada Baekhyun, tapi Baekhyun mengacuhkannya. Ia duduk dan mengambil buku pelajaran.
“Kau kenal Baekhyun? Bukankah kau anak baru?” Tanya salah seorang yang mempunyai warna kulit agak gelap.
“Kemarin dia menyelamatkanku, Jong In-ssie.”
“Wah...sudah kuduga.”
“Apa dia pendiam begitu?”
“Hem, dia sangat pendiam, padahal banyak orang yang ingin berteman dengannya,” ucap seorang lagi.
“Lalu Sehun-ssie, apa kau mencoba mendekatinya?”
“Tentu saja, tapi obrolan kami sebatas pelajaran, karena dia adalah guru les untuk kelas ini setiap pekan.”
“Woaaa, hebat sekali. Baekhyun-ssie!”
Baekhyun menoleh dan Chanyeol mengacungkan jempolnya, sekali lagi, Baekhyun hanya mengacuhkannya.
“Tapi saat dia di restoran, dia sangat baik,” jelas Chanyeol.
“Itu karena ada Eommanya, ya...tidak apa-apa, sih. Dengan begitu kita masih bisa berkomunikasi dengannya walau hanya di restoran,” ucap Sehun.
“Hem, benar,” setuju Jong In.
“Aku rasa dia trauma.”
“Trauma?”
“Iya, Appaku bilang saat orang selalu diam di keadaan tertentu, dia itu trauma.”
“Appamu psikolog?”
“Appaku dokter, tapi dia banyak belajar dari teman-temannya.”
***
Pelajaran kesenian sedang berlangsung di kelas Baekhyun dan Chanyeol. Karena Chanyeol adalah anak baru, maka Chanyeol harus maju dan menyanyikan sebuah lagu sebagai tanda berkenalan. Chanyeol memilih untuk menyanyikan lagu rapp. Suara Chanyeol sangat bagus dan jantan, membuat semua anak terpesona termasuk Baekhyun. Baekhyun melihat Chanyeol sebagai pemberani saat bernyanyi. Lelaki itu bisa sangat jantan jika dia mau, pikir Baekhyun.
Saat pertengahan lagu, Chanyeol menatap Baekhyun dan mata mereka bertemu. Tapi Baekhyun tidak mengacuhkannya seperti biasa, ia membalas tatapan Chanyeol. Chanyeol sebenarnya salah tingkah saat Baekhyun terus memandanginya, tapi dia mencoba bersikap wajar. Selesai bernyanyi, Chanyeol kembali ke tempat duduk dengan sorak-sorai teman-temannya. Hanya Baekhyun yang diam dan Chanyeol sedikit kecewa.
“Tidak apa-apa, aku tahu kau menyukainya, Baekhyun...,” gumam Chanyeol.
***
Sepulang sekolah, setelah berpamitan dengan teman-teman barunya Chanyeol langsung berlari ke luar. Ia akan menunggu Baekhyun di ruang olahraga. Baekhyun melihat Chanyeol yang terburu-buru, tapi dia mencoba tidak peduli. Oke, bagaimana jika Chanyeol benar-benar menunggunya? Hari ini sebaiknya dia mengikuti Chanyeol diam-diam, ia akan meminta izin pada Eommanya untuk tidak membantu di restoran. Ia ingin melihat kesungguhan Chanyeol.
Seperti dugaannya, Chanyeol menunggu Baekhyun di ruang olahraga sambil memainkan bola basket. Baekhyun mengintip dari luar. Chanyeol mulai bergumam sendiri.
“Apa yang harus kukatakan padanya jika dia datang, ya?”
Dak dak dak, suara bola basket yang ia dribble.
“Annyeong haseyo, Baekhyun-ssie. Terimakasih karena kau sudah datang, aku yakin kau mau datang, kau menyukaiku, kan?”
“Eh? Kenapa aku bicara seperti itu? Salah-salah!”
Dak dak...
“Baekhyun-ssie, kau datang? Aku yakin kau mau datang, kau kan orang baik.”
“Ih, kenapa rasanya aneh, ya? Salah-salah!”
Dak dak...
“Ah! Gomawo atas kedatanganmu, Baekhyun-ssie! Aku menunggumu dengan setia di sini!”
“Kenapa aku kedengaran seperti penjual barang antik, ya?”
Di luar, Baekhyun tertawa melihat tingkah aneh Chanyeol.
***
Sudah 4 jam Chanyeol menunggu, dan Baekhyun belum datang. Tapi ia tidak mau pergi sampai sekolah di tutup. Awalnya dia duduk di lantai ruang olahraga, tapi lama kelamaan posisinya berubah jadi tidur lalu berguling-guling tidak jelas. Ia melamun sampai sebuah suara membuyarkan semuanya.
“Latihan akan dimulai besok selama 1 jam, tidak lebih dan bisa kurang.”
“Eh? Baekhyun-ssie!!”
Chanyeol langsung berdiri tegap. Baekhyun mendekat dan meminta jawaban Chanyeol.
“Baik, guru!”
“Aku mau pulang, kau mau ikut?”
“Tentu saja!”
Chanyeol sangat bersemangat walaupun ia sangat lelah menunggu. Hanya pada Chanyeol Baekhyun bisa luluh, ya, hanya pada Chanyeol.
***
Chanyeol menghabiskan 4 mangkuk mie di restoran Baekhyun, ia menghabiskan semuanya dengan cepat. Baekhyun rasa dia memang lapar. Setelah selesai, Chanyeol membayarnya dan segera pergi. Baekhyun heran Chanyeol tidak mengganggunya, mungkin karena Chanyeol terlalu senang saat Baekhyun bersedia mengajarkan bela diri padanya. Tapi baru saja Baekhyun senang karena Chanyeol tidak mengganggunya, anak itu kembali dan mencubit pipi Baekhyun lalu pergi lagi. Diam-diam Baekhyun tersenyum, wajahnya memerah, dan perasaannya tak menentu. Baru kali ini ia merasakannya.
***
Chanyeol melemparkan tasnya ke kasur Hyungnya lalu giliran tubuhnya yang dia lemparkan ke tempat yang sama.
“Kenapa baru pulang jam segini, Yeollie?”
“Tadi ada urusan sebentar, Hyung.”
“Kau sudah makan?”
“Sudah. Hyung?”
“Hem, aku juga sudah.”
“Hyung sedang baca apa?”
“Buku anatomi. Kau mau baca?”
“Hyung serius mau jadi dokter seperti Appa?”
“Tentu saja, untuk apa aku masuk jurusan kedokteran jika mau main-main.”
“Aku ingin jadi musisi.”
“Appa akan marah.”
“Hyung mau mendukungku, kan?”
Hyung Chanyeol berfikir keras, ia bangkit dari tempat duduknya dan ikut terlentang di samping Chanyeol.
“Aku akan terus mendukungmu.”
“Terimakasih, Minseok-hyung.”
“Sekarang, pergi dari kamarku karena aku mau belajar.”
“Hyung, aku bertemu dengan lelaki yang jago beladiri.”
“Ohya?”
“Dia menyelamatkanku kemarin sampai dia terluka.”
“Kau ini lelaki macam apa sih?”
“Ish, aku kan memang tidak suka mencari masalah.”
“Bilang saja takut.”
“Ya...pokoknya aku memintanya untuk mengajariku dan dia mau!”
“Kau menyukainya?”
“Mungkin...”
“Mungkin?”
“Baiklah, aku menyukainya.”
“Dan apa kau mau meminta bantuanku?”
“Anyeo, aku akan berusaha sendiri.”
“Woaa, adik kecil Hyung sudah besar.”
“Hya!”
Chanyeol mengambil tasnya dan pergi dari kamar Minseok.
***
Jika aku punya kesempatan untuk membalasnya, aku akan membalasnya.
***
Keesokan harinya, Chanyeol pindah tempat duduk ke samping Baekhyun. Saat Baekhyun datang, ia memasang muka kesal karena kini Chanyeol duduk di sampingnya.
“Kenapa kau pindah?”
“Aku mau cari suasana baru.”
Baekhyun memandang ke sekelilingnya, lalu matanya berhenti pada Sehun. Ia berjalan mendekati Sehun dan meletakan tasnya di atas meja Sehun.
“Maukah kau bertukar tempat duduk denganku?”
Sehun terlihat bingung dan melihat ke bangku Baekhyun sebelumnya.
“Ooh...karena Chanyeol, ya?”
“Anyeo, aku ingin cari suasana baru.”
Sehun berdiri dan berbisik pada Baekhyun.
“Dia akan mengikutimu sepanjang waktu.”
“Mwo?”
“Sepertinya dia menyukaimu,” bisik Sehun lagi. Baekhyun mendorong Sehun agar anak itu cepat pergi dari tempat barunya. Sehun tertawa kecil dan membawa tasnya ke tempat Baekhyun. Chanyeol hanya mendengus kesal.
“Apa ada kemungkinan Baekhyun juga menyukaimu, Sehun?”
“Apa maksudmu? Bukannya kau yang sedang mendekatinya?”
“Eh? Kata siapa?”
“Terlihat sangat jelas, Chanyeol.”
“Dia guru beladiriku, hanya sebatas guru dan teman.”
“Kau bisa bilang begitu sekarang.”
“A-aku mem-“
“Sudah-sudah, karena kau, aku harus pindah ke tempatnya. Ya...tidak apa-apa sih, tempat ini lebih nyaman.”
Chanyeol terus memandangi Baekhyun yang duduk cukup jauh darinya. Ia menyesal telah membuat Baekhyun tidak nyaman. Tapi dia harus bersikap sebagai lelaki sejati! Chanyeol berdiri dan dengan langkah tegap ia menghampiri Baekhyun.
“Baekhyun-ssie!”
Baekhyun menoleh dengan setengah kaget.
“Maafkan aku!”
“Untuk apa?”
“Aku berjanji akan menjadi murid yang patuh dan tidak akan pernah membuatmu marah!”
Baekhyun tidak bisa merespon karena dia terlalu bingung dengan sikap Chanyeol.
“Pergi sana.”
“Aaa, kau tega sekali sih tidak merespon perkataanku?”
Seisi kelas tertawa melihat kelakuan aneh Chanyeol, Chanyeol yang manja pada Baekhyun. Sekarang mereka terlihat seperti hyung dan dongsaeng.
Chanyeol menggoyangkan pundak Baekhyun kesal, tapi tidak seperti biasanya, Baekhyun tidak marah.
“Aku tidak marah.”
“Jadi kenapa kau menjauhiku? Kau tidak suka aku duduk di sampingmu?”
“Hem.”
“Itu artinya kau marah!”
“Chanyeol-ssie, pergi sana.”
“Aish, yasudah.”
Chanyeol menyerah dan kembali ke tempatnya. Sehun terus tertawa dan Chanyeol memukul kepalanya.
“Hahaha, kau konyol sekali, bertingkah seperti anak kecil agar Baekhyun mau meresponmu.”
“Aku hanya tidak mau dia marah.”
“Memangnya kenapa kalau dia marah?”
“Nanti aku tidak diajari, Sehun! Aduh, tidak peka sekali sih.”
“Oiya, hahaha, aku lupa. Tapi sepertinya bukan sebatas itu...”
***
Tepat pukul 13.00 siang bel pulang berbunyi, Chanyeol segera merapikan barang-barangnya. Lalu dia langsung menghampiri Baekhyun setelah berpamitan pada Sehun dan Jong In, yang ikut pindah tempat duduk.
“Ayo kita latihan.”
“Hem, tapi aku mau makan siang dulu.”
“Kau bawa bekal atau...?”
“Aku bawa bekal, kita bisa memakannya dulu jika kau mau.”
“Ka-kau mengajakku?”
“Kalau kau tidak mau ya tidak usah.”
“Kau benar-benar mengajakku?”
“Ya...seperti itulah.”
Chanyeol langsung meletakan tasnya dan mengambil kursi lalu meletakannya di samping Baekhyun.
“Hya, kau duduk terlalu dekat!”
“Ma-maaf, aku terlalu senang.”
Chanyeol menjauhkan sedikit jaraknya dengan Baekhyun.
“Masih terlalu dekat, Chanyeol.”
“Sudahlah tidak apa-apa, lagipula anak-anak juga sudah pulang.”
“Itu lebih tidak boleh! Kau mau kupukul?”
“Iya-iya, dasar cerewet.”
“Apa katamu?”
“Ah, a-anyeo.”
Baekhyun mengeluarkan sebuah kotak makan yang cukup besar dari tasnya. Dia memang sudah menyiapkan bekal banyak untuk latihan Chanyeol yang pertama. Dia tidak mau anak orang lain pingsan karenanya.
“Banyak sekali, apa Eommamu tahu kita akan latihan?”
“Ini buatanku.”
“Jinjayo?”
“Hem.”
“Woaa, kau memang berbakat dalam segala hal. Beruntung sekali orang yang nantinya menjadi pasanganmu.”
“Kita ini masih kelas 2 SMA, buat apa membicarakan itu?”
“Jadi kau tidak berfikir untuk punya kekasih?”
“Tidak sama sekali.”
“Kenapa?”
“Aku masih mau sekolah, aku ingin menjadi dokter.”
“M-mwo?”
“Kenapa? Apa itu terdengar aneh?”
“Tentu saja! Kau kan kasar, bisa-bisa semua pasienmu lari.”
Baekhyun hanya memajukan bibirnya kesal. Tiba-tiba Chanyeol mencubit pipi Baekhyun.
“Aw, apa sih maumu?”
“Aku hanya gemas,” ucap Chanyeol sambil menunjukan ekspresi gemas (>_<).
“Cepat kau makan bagianmu, sebelum petugas keamanan mengusir kita. Bagaimanapun...kau namja, kan?”
“Iya aku namja, memangnya kenapa?”
“Aku takut petugas keamanan berfikir yang aneh-aneh.”
“Memangnya mau memikirkan apa?”
“Dia mungkin berfikir kita sengaja berduaan di kelas untuk pacaran atau semacamnya.”
“Memangnya kalau kita benar-benar pa...eh, makanannya terlihat enak! Kau membuatnya sendiri?”
“Aku sudah bilang, kan.”
“Baekhyun-ssie, kenapa kau mau mengajariku?”
“Karena aku tahu kau tulus ingin belajar.”
“Kenapa juga kau hanya ramah padaku?”
“Aku? Ramah padamu?”
“Ne, kau mau berbicara padaku. Padahal kan pada orang lain kau pendiam.”
Baekhyun tidak menjawabnya, karena dia sendiri bingung kenapa hanya Chanyeol yang bisa membuatnya berbicara sebanyak ini di luar restoran.
“Kau suka padaku, ya?”
“Pabo, mana mungkin aku suka pada orang yang baru kukenal, apalagi orang itu aneh sepertinmu.”
“Kau tidak percaya cinta pada pandangan pertama.”
“Aku hanya ingin makan dengan tenang, Chanyeol. Kau mau aku berubah pikiran untuk mengajarimu?”
“Eh, iya-iya, aku akan diam.”
Tidak, Chanyeol tidak konsentrasi pada makanannya. Chanyeol terus memandangi Baekhyun, memandangi wajah manis itu, matanya yang kecil, hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih, pipinya yang lembut, dan bibirnya...bibirnya yang tipis dan berwarna merah jambu. Chanyeol mulai berfikir dia akan menjadi orang pertama yang mencium bibir itu.
“Eh?”
Chanyeol menggelengkan kepalanya keras.
“Kau kenapa?”
“A-anyeo, maafkan aku, Baekhyun!”
“Minta maaf? Untuk apa?”
“Aku hanya ingin minta maaf.”
“Yasudah, cepat habiskan makanannya.”
“Masakanmu enak sekali, besok aku yang akan membawa bekal.”
“Kau mau masak?”
“Aku akan minta bantuan Hyungku yang sedang libur kuliah.”
“Eh, kau punya Hyung?”
“Iya, dia sudah semester 3 jurusan kedokteran, kau bisa bertanya banyak padanya.”
“Oh, tentu.”
“Kau mau tahu cita-citaku, Baekhyun?”
“Boleh, apa itu?”
“Aku ingin jadi musisi.”
“Bukan hal yang mengherankan, suaramu bagus, dan tampangmu lumayan.”
“Tapi Appaku pasti tidak setuju.”
“Memangnya Appamu mau kau jadi apa?”
“Dokter.”
“Sudah kuduga.”
Mereka kembali terdiam, lalu wajah Chanyeol berubah sedih.
“Jangan menyerah, Yeolli. Kau hanya harus yakin jika kau bisa mengutarakan isi hatimu pada Appamu. Sebuah usaha keras dan do’a akan dibalas oleh Tuhan.”
***
Selesai makan, mereka langsung pergi ke ruang olahraga. Chanyeol menyeka lantai dan tiduran di atasnya. Baekhyun melempar bingkisan yang daritadi dia bawa pada Chanyeol.
“Aish, apa yang kau lakukan? Ha? Apa ini? Baju?”
“Hem, itu baju latihanmu untuk hari ini. Aku lupa bilang kalau kau harus membawa baju santai, sementara pakailah bajuku dulu.”
“Bajumu kecil.”
“Aku malas pakai baju yang kebesaran.”
“Dasar lelaki jadi-jadian.”
Baekhyun membuka seragamnya tepat di depan Chanyeol, membuat Chanyeol berteriak kaget.
“A-apa yang kau lakukan?!”
“Aku pakai 2 lapis baju dan celana pendek, kenapa kau norak begitu sih?”
“Tapi kan kita baru kenal!”
“Kau juga namja, kan? Dasar aneh.”
“Kau harus menjaga sikapmu, Baekhyun! Untung saja kau melakukannya di depanku, bukan di depan orang lain!”
“Apaan sih? Memangnya kau pikir aku lelaki yang suka melakukan hal seenaknya di depan orang lain?”
“Memangnya kau pikir aku bukan orang lain?”
“Bukan, kau muridku. Sudahlah, aku kan tidak memerlihatkan tubuhku padamu.”
“Aku kan jadi berfikir yang tidak-tidak...,” gumam Chanyeol.
“A-apa?”
“Anyeo! Aku mau ganti baju, kau berbalik dulu!”
Baekhyun berbalik dan melipat bajunya rapi lalu dimasukannya ke tas.
“Kau sudah selesai?”
“Belum-belum.”
“Ih, lama sekali.”
“Sudah!”
Baekhyun berbalik, melihat Chanyeol memakai bajunya yang sangat pas di tubuh Chanyeol membuat Baekhyun tertawa kecil.
“Kau tertawa?”
“Anyeo, sekarang kita lari 10 keliling untuk pemanasan.”
“Kita kan habis makan.”
“Kita kan sudah jalan kaki dari kelas ke sini, tentu saja perutmu sudah lebih baik, kan?”
“Ne.”
“Ayo!”
Baekhyun mulai berlari diikuti Chanyeol. Baekhyun tahu Chanyeol pasti tertinggal, akhirnya ia pelankan kecepatannya agar Chanyeol bisa mengejar.
“Kau lambat sekali sih jadi namja?”
“Ini mungkin karena Appa dan Eommaku selalu memanjakanku.”
“Itu bukan alasan! Mulai sekarang kau harus berjanji untuk menjadi lelaki sejati, tidak boleh lemah, lambat, manja, pokoknya harus jadi lelaki!”
“Kau juga harus berjanji padaku.”
“Janji apa?”
“Berjanji untuk menjadi seorang yang lebih ramah.”
“Tidak bisa.”
“Ayolah...di depan orang lain saja deh.”
“Lalu di depanmu?”
“Di depanku kau tetaplah menjadi Baekhyun yang kukenal.”
“Aku tidak mau.”
“Kalau begitu aku juga tidak mau.”
“Aduh...baiklah, aku akan mencobanya.”
Chanyeol berhenti dan Baekhyun juga berhenti.
“Kau berjanji?”
“Kenapa kau menyuruhku menjadi orang yang lebih ramah di depan orang lain, sedangkan di depanmu aku harus jadi diriku sendiri?”
“Karena aku ingin...hanya aku yang mengenalmu dengan baik, sangat baik.”
“Ba-baiklah.”
Oke, ini pertama kalinya Baekhyun merasakan jantungnya berdetak kencang seperti ini. Perasaannya menjadi tak menentu, pipinya berubah seulas merah jambu, tapi dia juga senang pada perasaan ini.
Chanyeol kembali berlari, sedangkan Baekhyun masih berjalan kecil. Seharusnya dia tidak menyuruh Chanyeol untuk berjanji. Kenapa tidak? Kenapa Baekhyun harus menolak perasaannya? Tidak...dia bukan menolak perasaan itu, dia hanya belum siap untuk mengisi hatinya dengan orang lain. Sungguh, dia belum siap. Dia ingin fokus pada pendidikannya, dia tidak mau ada yang mengganggunya. Inilah alasan Baekhyun dingin pada teman-teman sekolahnya, dia hanya ingin fokus untuk menjadi dokter. Membantu orang lain tanpa melihat status apalagi uang, dia ingin seperti itu.
“Baekhyun-ssie?”
“Oh, waeyo?”
“Kau yang kenapa.”
“Kau sudah lari 10 keliling?”
“Sudah, guru.”
“Oke, sekarang kita latihan pernafasan.”
Baekhyun mengajak Chanyeol duduk dan mulai bernafas.
“Untuk apa latihan pernafasan?”
“Untuk menstabilkan pikiran dan menenangkan perasaan.”
“Dua hal itu sama, Baekhyun.”
“Ya, pokoknya bernafaslah perlahan dan benar.”
“Aku selalu ber-“
PLAK
Baekhyun memukul lengan Chanyeol untuk keduakalinya.
“Mulai sekarang aku akan keras padamu.”
“Ba-baik.”
***
Sudah sekitar satu bulan Chanyeol berlatih bela diri dengan Baekhyun. Dan selama satu bulan ini hubungan mereka kian dekat. Semua anak SMA mereka heran dengan sikap keduanya. Yang satu menjadi lebih lelaki dan yang lainnya lebih ramah, kau tahu siapa satu dan lainnya.
“Hya, Yeollie.”
“Apa, Sehun?”
“Apa yang kau lakukan padanya? Kenapa dia merubah penampilan dan sikapnya?”
“Bagaimana menurutmu?”
“Dia sangat manis,” komentar Jong In.
“Tentu saja, dia Baekhyunku.”
“Kalian sudah pacaran?”
“Tidak, kami bersahabat.”
“Kau benar-benar tidak menyukainya?”
“Tentu saja aku suka.”
“Kenapa kau tidak menyatakannya?”
“Sehun-ssie, aku rasa dia ingin fokus dulu untuk pendidikannya.”
“Dia tidak menunjukan tanda-tanda suka padamu?” Tanya Jong In.
“Uhm...aku tidak peka.”
Sehun berbisik pada Chanyeol dan Jong In mendekat.
“Kau mau tahu bagaimana caranya agar kau tahu perasaannya tanpa bilang?”
“Ba-bagaimana?”
“Kau harus menciumnya.”
“Mwo!?”
“Jika dia menamparmu dan menjauhimu, kurasa dia memang tidak menyukaimu, tapi jika sebaliknya...dia pasti sangat menyukaimu.”
“A-aku belum pernah berciuman.”
“Itu mudah, kau tinggal menatapnya lekat penuh arti, memasuki lebih dalam dunianya, lalu dekatkan wajahmu padanya. Jika dia tidak merespon, teruskan hingga bibir kalian bertemu.”
“Aish, itu tidak mudah!”
“Itu mudah jika dia menyukaimu!”
“Tapi, Chanyeol-ssie, memangnya kau penasaran dengan perasaan Baekhyun?”
“Te-tentu saja, Jong In.”
“Jadilah lelaki sejati seperti yang kau janjikan pada Baekhyun,” dukung Sehun.
“Kau sudah pernah berciuman?”
“Belum, hahahaha.”
***
Hari ini mereka kembali latihan di ruang olahraga. Chanyeol sudah siap dengan baju dan celana santainya sama dengan Baekhyun. Chanyeol terus memikirkan kata-kata Sehun tadi siang.

Kau mau tahu bagaimana caranya agar kau tahu perasaannya tanpa bilang?

Oke, Chanyeol memang ingin tahu. Karena walaupun Baekhyun bilang dia ingin fokus pada pendidikannya, Chanyeol tetap penasaran pada perasaan Baekhyun padanya.

Kau harus menciumnya.

Apa Chanyeol harus melakukannya hari ini? Aish...dia sangat bingung. Uhm, sepertinya Baekhyun sedang dalam keadaan sangat baik, tentu saja emosi Baekhyun takkan mudah naik.

Jika dia menamparmu dan menjauhimu, kurasa dia memang tidak menyukaimu, tapi jika sebaliknya...dia pasti sangat menyukaimu.

Chanyeol rasa tidak masalah jika Baekhyun tidak menyukainya, dia sudah sering ditampar oleh namja yang lebih pendek darinya itu. Tapi dijauhi? Chanyeol belum siap. Oiya, dia bisa saja meminta maaf dan berjanji takkan mengulanginya lagi. Akhirnya setelah berfikir keras, Chanyeol mendekati Baekhyun yang sedang melipat baju, ia pegang pundak Baekhyun...
“Hari ini kita bertanding.”
“Eh?”
“Aku ingin tahu seberapa kemampuanmu selama satu bulan ini.”
“Ba-baik.”
“Hya! Jawabanmu terdengar sangat ragu!”
“Baik, guru!”
Baekhyun menyuruh Chanyeol berdiri agak jauh darinya. Lalu keduanya maju bersamaan seperti pertandingan karate pada umumnya. Mereka memberi hormat lalu menyiapkan kuda-kuda. Baekhyun mulai menyerang dengan mengunci kaki Chanyeol, tapi Chanyeol rupanya lebih kuat sekarang, ia berbalik mengunci kaki Baekhyun. Lalu dijatuhkannya tubuh lelaki itu dan ia tahan kedua tangan Baekhyun. Wajah mereka berada pada jarak yang sangat dekat.

Itu mudah, kau tinggal menatapnya lekat penuh arti, memasuki lebih dalam ke matanya, lalu dekatkan wajahmu padanya...jika dia tidak merespon, teruskan hingga bibir kalian bertemu.

Bibirnya...bibirnya yang tipis dan berwarna merah jambu itu...

“A-apa yang mau kau lakukan?”
Baekhyun berusaha melepaskan diri.
“Tetaplah begini untuk beberapa saat.”
Chanyeol terus mendekatkan wajahnya, sampai...Baekhyun merasakan sentuhan hangat di bibir tipisnya. Mata Baekhyun membesar karena kaget akan perbuatan Chanyeol. Jantungnya berdetak sangat kencang, wajahnya merah padam, ia tidak bisa berfikir dengan jelas. Entah kenapa, ia sangat senang Chanyeol menciumnya, mungkin Baekhyun memang menyukai Chanyeol, tidak, dia mencintainya, sangat cinta...
Hanya butuh 1 menit Chanyeol mencium Baekhyun, tapi Baekhyun merasa ciuman pertama itu sangat lama. Semuanya berjalan lambat saat Chanyeol masuk ke dunianya, dunia yang selama ini ia serahkan untuk pendidikan dan impiannya.
Chanyeol bangun dan menarik tubuh Baekhyun. Terlihat sekali lelaki itu kaget dan Chanyeol mulai salah tingkah.
“Ma-maafkan aku, Baekhyun. Aku hanya ingin tahu perasaanmu.”
“Perasaanku?”
“Ne, aku ingin tahu...apakah kau menyukaiku atau tidak.”
“Lalu kau berkesimpulan apa?”
“Aku mencintaimu, Baekhyun.”
“Aku...”
Chanyeol menunggu jawaban Baekhyun penuh harap. Sejauh ini Baekhyun tidak menunjukan emosi berlebih. Lelaki itu sangat gugup dan tidak bisa menatap wajah Chanyeol.
“Ma-maaf, mulai sekarang kita hentikan latihan ini.”
“Kenapa, Baekhyun?”
“Aku ingin belajar untuk ujian tengah semester 1 bulan lagi.”
“Setelah itu?”
“Aku tidak tahu, aku ingin mengejar cita-citaku dulu.”
“Tapi setidaknya aku ingin tahu perasaanmu yang sebenarnya padaku, Baekhyun-ssie.”
“Kau sudah menjadi lebih tangguh di banding dulu, Yeollie. Aku tahu itu, bahkan kau bisa mengalahkanku hari ini. Kurasa semuanya sudah selesai.”
Baekhyun berdiri dan mengambil tasnya.
“Maafkan aku, Baekhyun.”
“Tidak, kau tidak perlu minta maaf. Tapi tolong jauhi aku selama kita bersekolah di sini, sampai suatu saat nanti aku sudah menjadi dokter, aku akan menemuimu lagi. Aku juga ingin melihatmu menjadi musisi terkenal.”
“Itu masih lama sekali, Baekhyun.”
“Jika kau memang mencintaiku, kau bisa menungguku sampai aku siap, bukan?”
“Jadi kau ingin aku menunggumu?”
“Ne...”
“Jadi kau mencintaiku juga?”
Baekhyun tidak menjawab dan berlari meninggalkan Chanyeol, dari dalam Chanyeol berteriak, “Aku berjanji akan menunggumu, Baekhyun!”
Baekhyun hanya tersenyum mendengar janji Chanyeol. Tapi ada satu alasan kuat ia ingin Chanyeol menjauhinya. Ini karena matanya, mata itu sangat mirip dengan orang yang dulu...merenggut nyawa Appanya.
“Tuhan, aku melihatnya, aku melihat bayangan dokter itu dalam tubuh Chanyeol. A-aku mencintai Chanyeol, Tuhan. Tapi kenapa harus dia? Kenapa harus Chanyeol orang yang mempunyai tatapan itu?”
***
Dua tahun berlalu, saatnya kelulusan angkatan Chanyeol dan Baekhyun. Semua orangtua dan keluarga siswa memenuhi aula tempat wisuda. Baekhyun duduk berbeda 2 baris di belakang Chanyeol, tapi dia bisa dengan jelas melihat orang itu, orang yang ada di samping Chanyeol, dokter itu...dokter yang tidak mau menolong Appanya saat Appanya kritis.
Acara perpisahan selesai dalam waktu 1 jam. Baekhyun mendapatkan peringkat pertama sedangkan Chanyeol peringkat kelima. Baekhyun juga sudah diterima di fakultas kedokteran Universitas Seoul. Semua orang mengucapkan selamat pada Baekhyun kecuali seorang, Chanyeol. Sebenarnya Chanyeol ingin mengucapkan selamat juga, tapi ia takut Baekhyun mengecapnya sebagai tukang ingkar janji.
Jong In dan Sehun memberikan selamat pada Chanyeol karena masuk peringkat 5 besar. Sebuah prestasi yang sudah biasa untuk Chanyeol. Sekarang, Chanyeol ingin fokus untuk menjadi musisi, kedua orangtuanya sudah setuju pada keputusannya. Minseok juga membantu Chanyeol habis-habisan.
“Oh, bukankah dia anak yang mendapat peringkat satu tadi, Chanyeol?”
“Iya, Appa.”
“Aku mau menemuinya, dia juga sudah menjadi mahasiswi kedokteran, bukan? Kenapa kau tidak seperti dia, Chanyeol?”
“Appa, kita sudah membicarakan semuanya matang-matang.”
“Baiklah. Sekarang antar Appa untuk menemui lelaki itu.”
Apa? Menemui Baekhyun? Uhm, tidak, bukan dia yang mau menemui Baekhyun. Tapi Appanya, iya, Appanya. Akhirnya Chanyeol mengantar Appanya menemui Baekhyun. Tapi di luar dugaan, Baekhyun seperti orang ketakutan saat menatap Appanya, tapi hanya Chanyeol yang menyadari sikap aneh Baekhyun barusan. Baekhyun bisa mengubah lagi ekspresinya dan bersikap wajar. Walau Chanyeol tahu nafas lelaki itu mulai tidak teratur karena gugup.
“Namamu Baekhyun, bukan?”
“N-ne.”
“Aku juga seorang dokter, aku Appanya Chanyeol.”
Baekhyun melirik Chanyeol sebentar lalu kembali sibuk dengan Appa Chanyeol. Appa Chanyeol mengobrol dengan Eomma Baekhyun dengan akrab. Baekhyun menjauh dari mereka dan kerumunan. Ia menenangkan dirinya di luar. Sambil memegangi dadanya, ia merasakan airmata lembut melewati pipinya.
“Kenapa...kenapa harus dia, Tuhan?”
Sebuah sentuhan halus mengusap airmata Baekhyun. Baekhyun langsung menjauh saat tahu siapa yang melakukannya.
“Kau kenapa?”
“Bukankah aku sudah bilang kau harus menungguku?”
“Tolong ceritakan kenapa kau menatap Appaku seperti itu?”
“Hanya menunggu, apa susah, Chanyeol?”
“Sudah lama sekali kau tidak memanggil namaku, Baekhyunnie.”
Chanyeol sudah tidak peduli pada janjinya, sekarang dia sangat rindu pada Baekhyun.
“Tolong katakan yang sebenarnya.”
“Tuhan memang tidak membolehkan umatNya mempunyai dendam. Tapi untuk yang satu ini, aku tak bisa memaafkan Appamu.”
“A-Appaku? Apa maksudmu, Baekhyun?”
“Mungkin aku tidak bisa mencintaimu.”
“Baekhyun, jangan buat aku bingung!”
“Aku ingin meluruskan semuanya. Tentang janjimu, aku ingin menariknya, kau jangan pernah menungguku. Jadilah lelaki untuk orang lain. Jangan untukku.”
“Baekhyun-ssie! Kalau kau tidak mencintaiku, kau seharusnya menolakku sejak awal!”
Chanyeol menggenggam tangan Baekhyun erat, karena ia tidak mau melepaskan lelaki itu lagi. Baekhyun menendang perut Chanyeol dengan lututnya. Chanyeol meringis dan tidak sengaja melepaskan tangan Baekhyun. Baekhyun langsung berlari meninggalkan Chanyeol, dia akan menghubungi Eommanya nanti.
***
10 tahun berlalu...
Chanyeol meletakan sebuah piala baru di lemari pialanya, begitu banyak penghargaan musik yang ia peroleh. Semua ia persembahkan untuk Baekhyun, lelaki yang masih ditunggunya. Sepuluh tahun...waktu yang sangat lama dan Chanyeol tidak tahu apakah Baekhyun masih mencintainya atau bahkan sudah punya istri.
Ia kehilangan kontak dengan Baekhyun selama 10 tahun, terakhir kali ia bertemu Baekhyun ya saat perpisahan SMA 10 tahun yang lalu. Ia menatap baju Baekhyun yang belum pernah ia kembalikan, baju yang pertama kali Baekhyun berikan untuk latihan bela diri dulu. Ia merindukan Baekhyun.
KRING KRING...
Chanyeol mengambil ponselnya dan mengerutkan dahi saat tahu sang pemanggil.
“Yeoboseo?”
“Annyeong, Yeollie! Kau tidak ingat pada suaraku? Selama 10 tahun ini kan aku tidak mengganti nomor ponselku.”
“Ada apa, Sehun?”
“Hahaha, ternyata menjadi musisi terkenal tidak membuatmu sombong.”
“Tentu saja, ada apa?”
“Kau masih ingat Baekhyun?”
“Ba-Baekhyun? Tentu saja.”
“Kau sudah bertemu dengannya?”
“Belum, aku belum pernah bertemu dengannya selama 10 tahun ini.”
“Benarkah? Seharusnya kalian sudah menikah sekarang.”
“Kau rupanya lupa dengan ceritaku dulu, Sehun.”
“Hahahaha, tidak, aku masih ingat.”
“Lalu ada apa dengan Baekhyun?”
“Aku bertemu dengannya kemarin saat mengantar Eommaku ke rumah sakit Seoul.”
“Benarkah?”
“Ne, lelaki itu sudah menjadi orang yang sangat ramah dan berwibawa. Aku sampai jatuh hati.”
“Hya!”
“Hahaha, aku hanya bercanda. Temui saja dia di rumah sakit Seoul, Yeollie.”
“Benarkah dia ada di sana?”
“Ne, aku tidak mungkin berbohong.”
“Gomawo, Sehunnie!”
“Sama-sama.”
***
BRAKK
Tubuh Chanyeol terlempar dari motornya karena truk menghantamnya. Kepala Chanyeol terbentur sangat keras dan mengeluarkan banyak darah. Orang-orang sekitar langsung membawanya ke rumah sakit. Chanyeol merasakan seluruh tubuhnya tidak bisa digerakan, yang ada di depan matanya adalah bayangan saat dia jatuh dari sepeda saat menabrak Baekhyun, saat ia kekenyangan di restoran mie Baekhyun, saat ia menceritakan cita-citanya pada Baekhyun, saat Baekhyun setuju untuk mengajarinya bela diri, saat ia mencium bibir Baekhyun, saat...semuanya berlalu begitu cepat sampai Baekhyun meninggalkannya.
***
Baekhyun menangis sejadi-jadinya. Ia begitu kaget saat seorang lelaki berlumuran darah diantar ambulan dan ia harus menanganinya. Ia tak menyangka harus mengobati orang yang mengisi hatinya selama 10 tahun ini dengan perasaan bersalah. Baekhyun sadar bahwa ia masih mencintai Chanyeol, ia tidak bisa melampiaskan dendamnya dengan mencampakan Chanyeol.
Baekhyun berusaha menyelamatkan Chanyeol dari masa kritisnya. Setelah 3 jam berjuang, akhirnya Baekhyun berhasil. Chanyeol sudah melewati masa kritisnya. Tapi...mata Chanyeol. Mata itu sudah tidak bisa berfungsi karena benturan yang sangat keras di kepala Chanyeol dan banyak kaca mobil melukai mata Chanyeol, dua mata itu, yang dulu membuatnya takut untuk mencintai Chanyeol. Mata itu...yang selalu mengisi hari-hari Baekhyun selama 10 tahun ini.
***
“Chanyeollie...”
Chanyeol mendengar suara itu. Ia mendengar suara yang selama ini ia rindukan. Walaupun sedikit berbeda, tapi suara itu masih suara Baekhyun.
“Baekhyun? Apa itu kau?”
Baekhyun tidak menjawab, karena ia takut Chanyeol sadar ia sedang menangis.
“Baekhyun, kenapa semuanya begitu gelap? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?”
“Yeollie...”
Baekhyun langsung memeluk Chanyeol erat. Ia sangat merindukan lelaki itu, lelaki yang lemah dan manja dulunya.
“Kau pernah berjanji padaku untuk menjadi seorang lelaki, dan lelaki sejati adalah orang yang mau menerima apapun kenyataan yang harus ia hadapi.”
“Apakah aku buta, Baekhyun?”
Baekhyun tidak bisa menjawab. Hatinya sangat terluka untuk melihat kenyataan. Ia lelaki yang kuat, tapi di depan Chanyeol yang seperti ini, ia belum bisa menahan sakit hatinya.
“Jika aku memang buta, kau tidak perlu khawatir Baekhyun. Aku adalah lelaki sejati sekarang.”
“Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, aku akan melupakan kesalahan Appamu, aku akan mencintaimu karena kau adalah kau. Kau bukanlah Appamu, kau adalah Park Chanyeol.”
Chanyeol terdiam, dia masih belum tahu kesalahan apa yang diperbuat Appanya pada Baekhyun. Tapi apapun itu, sekarang ia senang karena setelah 10 tahun ia menunggu, ia bisa bertemu dengan Baekhyun lagi.
“Baekhyun-ssie, kau mau terus bersamaku?”
“Aku akan terus bersamamu.”
“Bo-bolehkah aku menciummu seperti dulu?”
“Boleh, Yeollie.”
“Tapi sekarang aku tidak bisa melihat, jadi–“
Baekhyun mencium bibir Chanyeol lembut, sekarang perasaannya sangat lega dan ia akan melupakan dendamnya. Tak seharusnya Baekhyun melihat Chanyeol sebagai Appanya. Karena mereka sangatlah berbeda. Dalam ciuman itu, semua penyesalan dan kenangan mereka muncul. Mereka berjanji akan terus bersama.
“Aku mencintaimu karena kau adalah kau...,” bisik Baekhyun sekali lagi.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini