Selasa, 23 Oktober 2012

A Fanfiction - Still Here_Baekyeol/Chanbaek Chapter ONE


Still here



Tittle: Still here
Author: Fie
Genre: Horror(thriller), romance, Shounen-ai (Boys Love), drama
Rated: 15+
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Length: multichapter
Main Cast:
- Byun Baekhyun
- Park Chanyeol
- Cho Jinho (Jino)
- Lee Soonkyu (Sunny)
- Lee Sungmin
- Cho Kyuhyun

Support Cast:
- Kim Jongin (Kai)
- Oh Sehun
- Do Kyungsoo (D.O)
- Kim Joonmyun (Suho)
- Kim Minseok
- Xi Luhan




Summary:

Aku masih di sini dan akan menjadi orang yang bisa kau percaya sampai kapanpun.



SATU



Dalam suatu keadaan yang begitu mendesak, dia akan berubah menjadi seorang yang sangat menakutkan.



“Sudah kubilang aku harus pergi ke sana secepatnya!”

“Tunggu aku, Park Chanyeol!”

“Ayo cepat, Baekkie!”

“Aish! Sebentar dong! Kakiku terbentur lemari, nih!”

Sekeras apapun Baekhyun berteriak Chanyeol tetap tidak mendengarkannya. Akhirnya Baekhyun memapah badannya sendiri dan duduk di kursi terdekat. Ia tekan-tekan kakinya seperti memijat.

“Sakit juga, ya...”

Baekhyun menghela nafas lelah, karena sekali lagi, dia tidak bisa mengejar Chanyeol yang selalu melupakannya kalau ada tugas baru. Baekhyun mencoba menggerakan kakinya perlahan dan rasa sakit langsung menjalar hingga dia sedikit meringis.

“Aish. Menyebalkan.”

Baekhyun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia ambil ponselnya yang ia taruh di saku jaketnya lalu menghubungi adiknya, Kyungsoo, untuk menjemputnya.

“Kyungie, jemput aku ya. Mwo? Kau bilang kau ada dimana? Memangnya ada kejadian apa? Kakiku terkilir, alhasil sekarang aku tidak bisa jalan, makanya aku minta bantuanmu, Kyungie. Heuh...aku tidak mau mengandalkan lelaki itu, kakiku seperti ini juga gara-gara dia. Mwo? Sehun? Anyeo, aku tidak berani minta bantuannya. Ish, kau kan tahu kemarin aku mengacaukan pestanya. Tidak-tidak, lebih baik aku menunggumu. Hem, sampai nanti.”

Baekhyun memandang sekeliling, ruangan itu sangat berantakan, penuh dengan klise film, kamera, kertas foto, dan peralatan fotografi lainnya. Selain menjadi fotografer, Baekhyun dan Chanyeol juga ikut meliput gambar untuk berita yang akan dicetak dalam koran mereka. Mereka berdua ditambah sepuluh orang lainnya adalah tim kecil yang mendirikan perusahaan koran lokal yang sebenarnya kurang laku tapi cukup menarik untuk dibaca. Koran itu seperti koran pada umumnya, tapi yang membedakannya adalah gambar-gambar dalam koran itu. Gambar-gambarnya dibuat seperti video, sangat detail, dan jika diputar akan berdurasi maksimal 15 detik, jadi tidak heran jika koran itu lebih terlihat seperti kumpulan gambar. Kata-katanya sedikit, kebanyakan menggunakan bahasa non-formal. Sebenarnya dalam etika percetakan, khususnya koran (kecuali majalah bebas) bahasa yang digunakan haruslah sesuai tata bahasa dan formal. Mungkin itulah yang membuat That’s news! ini agak diremehkan, apalagi oleh orang dewasa. Meskipun begitu, Baekhyun dan teman-temannya tidak menyerah untuk mendistribusi koran ini, entah itu di kantor-kantor, sekolah, maupun mall. Tim ini dibagi menjadi dua kelompok, tim satu berada di pusat Seoul, sedangkan tim dua ada di Beijing, China. That’s news! memang dibuat dengan dua bahasa, China dan Korea, dan tentunya berita yang berbeda. Trik yang bagus walau belum maksimal. Maksimal di sini maksudnya terkenal. Kalian pasti berfikir, bagaimana enam orang namja yang rata-rata umurnya 20an bisa mendirikan perusahaan kecil yang mampu mendistribusikan koran sebanyak 100 eksemplar setiap harinya? Apa mereka tidak punya kerjaan lain? Tentu semuanya didasari niat yang kuat dari enam namja ini. Pekerjaan ini memang bukan pekerjaan pokok walaupun sudah menjadi kegiatan rutin, pekerjaan ini seperti hidup mereka, sudah melekat sampai bisa diimbangi seperti makan. Mereka sangat ketat jadwal, pagi hari pencarian berita untuk besok, jeda, lalu sore hari menyusunnya dan malamnya mencetak semuanya di perusahaan percetakan milik Appa Baekhyun dan Kyungsoo.


KRING KRING


“Aduh, siapa yang menelpon pagi-pagi buta begini?”

Dengan susah payah Baekhyun bangkit dari kursi dan berjalan terseok sambil meringis kesakitan. Akhirnya setelah perjuangan yang besar(?), Baekhyun dapat meraih telepon kantornya, tapi yang mengenaskan, deringan itu berhenti.

“Aigo...”

Baekhyun berbalik untuk duduk lagi, tapi telepon kembali berdering. Langsung saja Baekhyun mengangkat panggilan itu.

“Yeoboseo?”

“Baekhyun? Ini Baekhyun, kan?”

“Ne. Siapa, ya?”

“Masa’ kau lupa aku?”

“Uhm...”

“Ish, kau tega sekali. Ini aku Sunny.”

“Oh, Sunny-ah! Ini benar-benar kau?”

“Ne, ini aku Sunny. Apa kabarmu?”

“Kau tahu darimana telepon kantorku?”

“Ah...itu tidak penting, bagaimana kabar Appa dan Eommamu?”

“Hei, tadi kau bertanya tentangku, kenapa sekarang beralih pada mereka?”

“Hahaha, kalau Kyungie? Dia masih lucu, kan?”

“Ani, aku lebih lucu.”

“Kau marah? Hahahaha.”

“Huh, untuk apa aku marah?”

“Aku lega sekali bisa mendengar suaramu lagi, Baekhyun.”

“Aku juga, sudah lebih dari delapan tahun, ya.”

“Hem. Oiya, aku ada urusan lain, Baekhyun. Maaf ya, kapan-kapan aku akan menelponmu lagi.”

“Hei, tung—“

Baekhyun mengacak-acak rambutnya sambil memandang gagang telepon itu lekat.

“Betapa naifnya dirimu, Baekhyun.”

Baekhyun mengembalikan gagang telepon itu pada tempatnya dan duduk di kursi terdekat. Kakinya benar-benar sakit sekarang dan jika tidak diobati segera Baekhyun takut keadaannya akan bertambah buruk. Baekhyun berfikir sejenak, sebaiknya tidak menyusahkan orang lain. Tapi bagaimana caranya dia ke rumah sakit?

“Apa aku minta bantuan Sehun saja, ya? Semasa bodo dengan persoalan kemarin, aku yakin Sehun tidak marah.”

Baekhyun mencari ponselnya, tapi ponsel itu ternyata dia letakan di meja dekat tempat duduk Baekhyun tadi.

“Aish, masih pagi saja aku sudah sial...,” keluhnya.

Baekhyun berdiri dan berusaha berjalan, tapi saat ia hampir saja meraih ponselnya, Baekhyun terpeleset hingga dengkulnya harus menopang tubuhnya dan itu membuat rasa nyeri di pergelangan kakinya makin parah.

“Aaaa!” Teriak Baekhyun. Tapi tak ada yang bisa menolong Baekhyun. Teman-temannya sedang mencari berita dan ada juga yang sedang memeriksa distribusi koran.

“Baekhyun-ssie?”

Tubuh Baekhyun bergetar saat mendengar suara itu. Suara yang sangat dia rindukan. Suara si penelpon tadi, Sunny.

“Sun-Sunny-ah?”

“Ne, kau juga lupa wajahku?”

“A-aniya, aku tidak mungkin melupakanmu.”

“Kenapa kau duduk di situ? Sini aku bantu.”

Gadis itu mengulurkan tangannya pada Baekhyun dan Baekhyun segera meraihnya. Rasa dingin langsung menjalar di tubuh Baekhyun saat ia menyentuh tangan itu. Sunny membantu Baekhyun berdiri dan membimbingnya duduk di kursi terdekat.

“Kakimu terkilir, ya?”

“Hem, ini gara-gara Chanyeol bodoh itu.”

“Hya, sejak kapan kau jadi suka mengejek orang begitu?”

“Sejak...uhm...”

“Sudah-sudah, jangan kau ulangi lagi, ne?”

“Ne.”

Sunny merunduk dan memijat kaki Baekhyun perlahan. Sentuhan halusnya membuat Baekhyun sama sekali tidak merasakan sakit.

“Ti-tidak usah, Sunny-ah.”

“Tidak apa-apa.”

“Uhm...gomawo.”

Sunny tidak menjawab dan terus memijat kaki Baekhyun. Sebenarnya Baekhyun agak aneh dengan sikap Sunny yang lebih banyak diam, dan lagi darimana Sunny, yang sudah delapan tahun tidak pernah bertemu, bisa menemukan kantornya?

“Sunny-ah, darimana kau tahu tempat ini?”

Sunny tetap diam dan hanya membalas dengan senyuman.

“Sunny-ah,” panggil Baekhyun sekali lagi.

“Nah, tugasku sudah selesai, aku harus pulang dulu, Baekhyun.”

“Pulang? Kau kan baru sampai.”

“Ada urusan lain, Baekhyun. Aku harus pergi.”

“Tapi kakiku masih sakit!” Berontak Baekhyun untuk menahan gadis itu.

“Jaga kesehatanmu, Byunnie. Kau harus terus tersenyum, karena senyum itu yang bisa membuat siapa saja menyayangimu, termasuk aku. Aku...tidak akan melupakan senyum itu sampai kapanpun. Sampai jumpa. Ah iya, sebentar lagi aku yakin Kyungie datang.”

“Kau yang memanggilnya?”

Sunny tidak menjawab dan berbalik meninggalkan Baekhyun. Baekhyun ingin mengejar, tapi keadaannya tidak memungkinkan.

“Sunny-ah! Apa kita akan bertemu lagi?”

“Semoga,” ucap Sunny di ambang pintu dan pergi tanpa melihat Baekhyun lagi.

***

Baekhyun terbangun dari tidurnya karena mendengar percakapan teman-temannya yang cukup rusuh.

“Enak saja! Semuanya sudah kuperiksa! Tintanya memang habis tadi!”

“Mana? Buktinya masih ada. Bilang saja kau malas, Kai.”

“Ish, mungkin saja ada yang menggantinya tadi, Chanyeol-hyung!”

“Sudahlah...tidak usah bohong begitu. Eh? Byunnie? Kau sudah bangun?”

“Hem, kalian berisik.”

“Hahahaha, maafkan kami, kami tidak bermaksud membangunkanmu.”

“Ne. Kalian baru kembali?”

“Sudah daritadi, setelah memotret tempat kejadian aku langsung pulang disusul yang lain. Kata Kyungsoo kakimu terkilir, ya?”

“Ini gara-gara kau Park Chanyeol.”

“Eh? Chincayo?”

“Ne, gara-gara aku mengejarmu, kakiku terbentur lemari.”

“Harusnya kau tidak usah mengerjarku.”

“Jangan mentang-mentang kakimu lebih panjang dariku, ya, jadi kau meremehkanku tidak bisa mengejarmu.”

“Hei-hei, bukan begitu, Byunnie.”

“Oiya, Kyungsoo dan Sehun mana?”

“Mereka sedang mencetak foto di luar, soalnya tadi Kai bilang tinta foto di sini habis, tapi kenyataannya masih ada tuh.”

“Tadi benar-benar habis! Iya kan, Suho-hyung?”

“Aku tidak lihat, Kai. Mian.”

“Aaa, kenapa tidak ada yang percaya padaku? Tadi benar-benar habis!”

“Sudah-sudah, kalian berisik sekali sih. Baekhyun kan sedang sakit,” ucap Suho menenangkan.

“Kakiku sudah baikan, tadi teman lamaku datang dan memijat kakiku.”

“Ohya? Kenapa kau mengundang temanmu ke kantor kita?” Tanya Chanyeol sinis.

“Dia datang sendiri, aku juga bingung kenapa dia bisa kemari. Ya...dia lebih baik daripada orang yang seenaknya meninggalkanku.”

“Aku kan mau meliput peristiwa kecelakaan yang baru terjadi tadi pagi, Baekhyun.”

“Dimana kecelakaannya?”

“Hanya beberapa blok dari sini.”

“Berapa orang yang meninggal?”

“Hanya seorang, dia perempuan seumuran kita.”

“Ohya? Apa penyebabnya?”

“Ada saksi bilang mobil si perempuan itu oleng dan menabrak tiang pembatas dan meledak seketika. Bekasnya masih ada kok, kau mau ke sana? Ehiya, kakimu kan terkilir, nanti sore saja.”

“Hem.”

Chanyeol menopang kaki Baekhyun perlahan di atas pahanya dan mulai memijat kaki mungil itu.

“Yang bagian itu kurang kencang, Channie. Ah, yang itu juga.”

Chanyeol mendelik kesal pada Baekhyun, jika bukan karena dirinya, dia tidak akan mau memijat Baekhyun sekeras apa dia memohon. Tak berapa lama, Sehun dan Kyungsoo tiba dengan amplop besar berisi foto.

“Ini, Hyung,” ucap Sehun sambil melemparkan amplop itu. Chanyeol refleks menangkap sampai tidak sadar kaki Baekhyun yang tadi dia topang jatuh.

“Aaa! Chanyeol!!”

“Eh? Mianheyo, Baekkie! Aku tidak sengaja!”

Tapi bukannya memijat lagi, Chanyeol malah sibuk dengan foto-fotonya. Sehun yang melihat Baekhyun meringis langsung menghampirinya dan memeriksa kaki Baekhyun.

“Sakit, Hyung?”

“Hem.”

“Mau kupijat?”

“Tidak usah, aku tidak mau nantinya kakiku dianiaya lagi.”

“Hahaha, aku tidak akan menganiayamu, Baekkie-hyung.”

Sehun perlahan memijat kaki Baekhyun, sentuhan lembut yang hampir sama dengan sentuhan Sunny tadi pagi.

“Pergelangan kakimu membengkak, Hyung. Apa benar kakimu cuman terbentur lemari?”

“Lemari besi.”

“Oh, pantas saja. Mau kuantar ke rumah sakit?”

“Tidak usah, istirahat beberapa hari juga sembuh. Oiya, Sehun, apa kau marah padaku masalah...kemarin?”

“Kalau aku marah, aku tidak mungkin memijatmu sekarang, Hyung.”

“Oh, benar juga. Mianheyo ya masalah kemarin.”

“Tidak apa-apa, Hyung. Aku tahu kau hanya menyukainya,” ucapnya sambil melirik Chanyeol.

“Eh, bu-bukan begitu.”

“Sudahlah, tidak usah disembunyikan.”

“Bagaimana aku bisa menyukai orang bodoh itu?”

“Hahaha, kau bisa saja, Hyung.”

“Maafkan aku sekali lagi.”

Sehun mengangguk maklum dan kembali sibuk dengan kaki Baekhyun. Baekhyun yang menyukai Chanyeol memang sudah menjadi rahasia umum. Tapi Chanyeol tidak pernah menunjukan reaksi berarti padanya, bukan karena tidak mau membalasnya, melainkan sikap acuh Chanyeol yang sudah keterlaluan. Tidak heran jika dia selalu gagal dalam percintaan. Baekhyun maklum pada sikap Chanyeol, jadi dia tidak berharap banyak, hanya menunggu kesadaran Chanyeol saja. Baekhyun juga senang pada sikap acuh Chanyeol, karena ini membuat suasana diantara mereka tidak canggung.

“Hei, aku mau lihat fotonya, dong,” ucap Baekhyun.

“Kau mau lihat? Fotonya parah, lho.”

“Chanyeol...”

“Hahaha, aku hanya bercanda. Foto ini kuambil saat mayat gadis itu masih ada. Aku hebat, kan?”

Chanyeol menyerahkan beberapa foto berukuran medium itu pada Baekhyun. Baekhyun melihat foto-foto itu sambil menatap miris.

“Bisa-bisanya kau memotret mayat gadis yang belum ditutupi begini? Menyeramkan.”

“Ya itu jadi koleksi saja, kita juga tidak mungkin menaruhnya di koran.”

Baekhyun tidak memerhatikan foto itu lebih jauh, karena dia merasa wajah gadis yang agak hangus itu memang menyeramkan. Ada juga foto kartu identitas gadis ini. Tiba-tiba matanya membesar, tenggorokannya kelu, tubuhnya membeku, dan jantungnya hampir copot karena dia tidak percaya siapa gadis ini.

“Sunny?”

“Siapa, Hyung?”

“K-Kyungie, ini Sunny.”

“Sunny-noona? Be-benarkah?”

Foto yang dipegang Baekhyun langsung berjatuhan karena tangan Baekhyun sudah tidak kuat memegangnya. Tubuh lelaki itu bergetar hebat karena belum percaya.

“Kau kenal gadis ini?” Tanya Chanyeol sambil memegangi foto kartu identitas jenazah itu.

“Di-dia...tidak mungkin.”

“Baekhyun?”

Perlahan tubuh Baekhyun terjatuh dan kesadarannya menghilang.

***

Baekhyun membuka matanya perlahan. Dia melihat atap berwarna putih dalam pandangan kaburnya. Kepalanya masih sakit karena keterkejutan tadi. Kyungsoo dan yang lain langsung mengerumuni Baekhyun sambil menanyakan bertubi-tubi pertanyaan pada Baekhyun.

“Baekhyun-hyung, kau kenapa?”

“Kau pingsan karena takut pada foto-foto itu, Hyung?”

“Kami benar-benar kaget saat melihatmu pingsan, Baekhyun! Kau tidak apa-apa, kan?”

“Baekhyun-hyung, kau dengar apa yang kami bicarakan?”

“Baekhyunnie, tolong katakan sesuatu.”

Baekhyun menutup telinganya dan mencoba menyadarkan diri terlebih dahulu. Setelah merasa nyawanya cukup untuk bangun, dia berusaha bangun dan sebuah tangan membantunya, entah siapa.

“Bagaimana aku bisa menjawab jika pertanyaannya banyak begitu?”

Semua terdiam seperti menyesal, membuat Baekhyun ingin tertawa, tapi sepertinya bukan waktu yang tepat.

“Aku tidak apa-apa, aku hanya syok,” jelas Baekhyun.

“Baekhyun-hyung, apa kau yakin gadis di foto itu Sunny-noona?”

Baekhyun memandang Kyungsoo dengan matanya yang menyiratkan kecemasan sama seperti Kyungsoo. Ia juga tidak percaya, mengingat Sunny mendatangi dan menghubunginya tadi pagi setelah kecelakaan itu terjadi.

“Aku juga tidak tahu...aku tidak tahu...”

“Lalu kenapa kau harus syok, Baekhyun?” Tanya Chanyeol yang langsung dibalas pukulan kecil dari Kai. Airmata Baekhyun menetes karena ia punya firasat buruk mengenai Sunny.

“Kalian harus mencari identitas asli gadis itu. Aku ingin memastikan bahwa gadis itu bukan teman lamaku yang tadi pagi datang dan menghubungiku.”

“Mwo? Jadi gadis itu yang datang ke kantor kita tadi pagi?” Tanya Chanyeol tidak percaya.

“Ini benar-benar tidak mungkin, Sunny datang saat Chanyeol pergi untuk mengambil foto gadis itu.”


PIP PIP PIP


Suara ponsel Chanyeol berdering. Chanyeol langsung menjawab panggilan itu.

“Yeoboseo? Ne, saya sendiri. Ah, benar saya yang tadi menanyakan identitas asli gadis itu, hanya memastikan saja. Namanya siapa? Lee Soonkyu.”

Baekhyun dan Kyungsoo langsung memandang satu sama lain, karena mendengar nama itu, Lee Soonkyu.

“Hyung pasti bermimpi, tadi saat kami pulang Hyung sudah tidur, Hyung pasti bermimpi.”

“Tidak, Kyungie. Aku tidak tidur saat Sunny datang.”

“Tapi itu tidak mungkin, Hyung. Mana bisa Sunny-noona yang...aish, aku tidak bisa percaya.”

“Kyungie, tolong percayalah padaku.”

“Jam lima sore nanti Soonkyu dimakamkan, kalian mau kesana?”

“Tentu saja, Chanyeol-hyung. Baekkie-hyung, anggap saja pertemuan Sunny-noona dengan Hyung hanya mimpi.”

“Andwe! Sunny masih hidup! Dia menemuiku tadi pagi! Gadis dalam foto itu bukan Sunny!”

Baekhyun berusaha berdiri, tapi kakinya kembali terasa sakit.

“Tapi kau dengar sendiri, kan? Gadis yang mengala—“

“Nama Lee Soonkyu itu banyak! Bukan Sunny saja yang punya nama itu!”

“Hyung...” Kyungsoo memegangi tubuh Baekhyun yang hampir limbung.

“Aku tidak bisa percaya! Sunny menemuiku tadi pagi!”

Tiba-tiba Baekhyun menyadari sesuatu, sikap dan perkataan Sunny tadi pagi.


Aku lega sekali bisa mendengar suaramu lagi, Baekhyun


Jaga kesehatanmu, Byunnie. Kau harus terus tersenyum, karena senyum itu yang bisa membuat siapa saja menyayangimu, termasuk aku. Aku...tidak akan melupakan senyum itu sampai kapanpun. Sampai jumpa.


Airmata Baekhyun kembali tumpah. Kyungsoo langsung memeluk Baekhyun, dia juga merasa kehilangan karena ia sudah menganggap Sunny sebagai noonanya sendiri. Chanyeol, Sehun, Suho, dan Kai hanya bisa memandang mereka dengan perasaan sendu.

***

Baekhyun menatap batu nisan bertuliskan Lee Soonkyu itu lekat. Di sana orangtua Sunny yang Baekhyun kenal sekuat Sunny hanya bersimpuh sambil menangisi kepergian Sunny. Orangtua Baekhyun mencoba menenangkan mereka. Baekhyun juga melihat seorang lelaki yang ia kenal bernama Lee Sungmin sedang menatap sendu makam Sunny, adiknya.

“Sungmin-ssie.”

“Baekhyun, Kyungsoo, kalian datang.”

“Tentu saja, walaupun kita sudah lama tidak bertemu...hal itu tidak membuat kami melupakan kalian.”

“Gomawo.”

“Aku ingin bicara denganmu setelah pemakaman ini selesai.”

“Baik.”

Dan di sinilah mereka. Di taman dekat pemakaman tempat Sunny bersemayam, ketiga namja itu duduk melingkar. Sungmin kembali menyeka airmata yang terus membasahi pipinya. Mata Baekhyun dan Kyungsoo sendiri sudah sebam sejak pemakaman tadi.

“Apa yang ingin kalian bicarakan?” Sungmin memulai pembicaraan.

“Tadi pagi...aku bertemu dengan Sunny.”

“Mwo? Bukankah Sunny mengalami kecelakan tadi pagi? Apa dia menemuimu dulu?”

“Bukan, kami bertemu setelah kecelakaan itu terjadi.”

“Kau bicara apa, Byunnie?”

“Aku tidak bohong, Hyung. Aku bertemu dengannya, bahkan sebelumnya dia menghubungiku.”

“Tapi kenapa Sunny menemuimu?”

“Aku tidak tahu, Hyung.”

“Apa dia ingin mengucapkan selamat tinggal padamu?”

“Mu-mungkin, Hyung.”

Sekarang Baekhyun tidak bisa menahan airmatanya. Ia ingat senyum manis Sunny tadi pagi, senyum yang benar-benar dia rindukan.

“Aku...andai aku melarangnya waktu itu...”

“Sungmin-hyung?”

“Andai aku melarangnya berhubungan dengan Kyuhyun...”

“Siapa dia, Hyung?”

“Dia mantan pacar Sunny. Aku sudah bilang padanya untuk tidak berhubungan dengan lelaki itu, tapi...melihat senyum Sunny setiap menceritakannya...aku tidak bisa melarangnya.”

“Lalu apa hubungannya dengan kecelakaan hari ini?”

“Kyuhyun...memutuskan hubungan mereka kemarin malam. Sunny menghubungiku kemarin malam, kedengarannya dia mabuk. Jadi kurasa...Sunny mengemudi dalam keadaan mabuk berat, dan...” Sungmin menunduk untuk menahan airmata yang ingin merembes lagi dari matanya.

“Sungmin-hyung.”

“Tidak biasanya aku se-melankolis ini. Tapi...aku benar-benar sedih.”

“Aku juga, Hyung.”

“Seharusnya dulu aku menyuruhmu cepat-cepat menyatakan perasaan pada Sunny.”

“H-Hyung.”

“Seharusnya aku tidak melarangmu berhubungan lebih jauh dengan Sunny. Maafkan aku, Baekhyun.”

“Ini bukan salahmu, Hyung.”

“Aku bersalah, Byunnie. Seluruhnya adalah kesalahanku. Kukira dengan membebaskan perasaannnya sekarang bukannya dulu saat dia bersamamu, dia akan bahagia. Tapi...”

“Kita harus merelakannya, Hyung,” ucap Kyungsoo yang sejak tadi tidak tahan melihat kesedihan ini. Dia juga sedih, tapi berusaha menahannya.

“Kyungie, Sunny bilang, dia ingin punya adik semanis kau.”

Kyungsoo terdiam, dia mengeratkan pegangannya pada Baekhyun. Baekhyun melihat Kyungsoo yang kini menunduk sambil menahan airmata.

“Kyungie,” panggil Baekhyun.

“Aku juga...sangat menyayangi Sunny-noona.”

“Kita semua menyayangi gadis itu. Hanya lelaki itu yang membuat Sunny...sakit hati,” ucap Sungmin penuh kebencian.

“Apa lelaki itu datang?”

“Tidak, semalam Sunny bilang kalau Kyuhyun pergi ke London untuk melanjutkan pendidikannya.”

“Hyung, sepertinya Sunny ingin mengatakan hal lain.”

“Maksudmu?”

“Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tahu kalau Kyungie dan yang lain akan segera datang.”

“Darimana kau tahu, Baekhyun?”

“Dari sorot mata dan keraguannya. Mungkin Sunny akan menemuiku lagi nanti.”

“Jika kalian bertemu, tolong beritahu aku apa yang dia katakan.”

“Ne, Hyung.”

“Sekarang kalian harus pulang, sekarang sudah malam. Kita harus bedo’a untuk Sunny.”

Kyungsoo dan Baekhyun mengangguk lalu pulang bersama Sungmin.

***

Malam ini Baekhyun tidak ikut ke percetakan karena terpukul akan kejadian hari ini. Chanyeol memutuskan untuk menemaninya karena khawatir terjadi hal yang tidak-tidak, mungkin Baekhyun kelelahan lalu pingsan atau...mati. Ah, itu berlebihan, Chanyeol memang suka memikirkan hal-hal berbau misteri. Maka dari itu dia sangat senang menjadi reporter, apalagi jika Chanyeol mendapat gambar bagus seperti yang ia dapatkan pagi ini. Gambar yang tadi pagi memang tidak dicetak, melainkan disimpan dalam berankas besi yang tim ini gunakan untuk menyimpan barang-barang berharga.

Chanyeol duduk di samping Baekhyun yang sedang mengutak-atik ponselnya, sedangkan dirinya menyibukan diri dengan buku novel yang sudah seminggu yang lalu dia beli tapi baru sempat dibacanya sekarang.

“Kenapa dia belum menghubungiku?”

Chanyeol menangkap kegelisahan Baekhyun yang ternyata hanya membolak-balik laman pesan dan panggilan masuk.

“Siapa?”

“Sunny.”

Chanyeol merasa nafasnya sesak saat mendengar nama itu. Apa Baekhyun benar-benar mencintai gadis itu sampai tidak melihatnya? Sebenarnya bukan salah Baekhyun jika Baekhyun tiba-tiba mengabaikan Chanyeol karena gadis itu, selama ini dia memang acuh, tapi ini karena Chanyeol memang bingung mau memerlakukan Baekhyun dengan cara apa. Mereka sama-sama namja, tapi Baekhyun menyukai Chanyeol. Ini tidak normal. Tapi Chanyeol tidak terlalu memersalahkannya, karena dia juga menyukai Baekhyun. Aigo...ini benar-benar membingungkan! Seru Chanyeol dalam hati.

“Hei, bukannya Sunny sudah—“

“Aku tahu, kau diam saja.”

Chanyeol diam sejenak sambil memikirkan topik yang pas agar Baekhyun tidak tersinggung.

“Byunnie, kakimu sudah baikan?”

“Hem.”

Baru sekarang Chanyeol merasakan kecanggungan ini. Apa karena sekarang dia sedang peduli pada Baekhyun? Sebenarnya sejak pertama mengenal Baekhyun, Chanyeol sudah peduli, tapi sifat acuhnya memang mengalahkan semuanya. Kecuali rasa suka itu berubah menjadi...cinta. Dan sekarang, apakah perasaan itu...

“Channie.”

“Eh, i-iya?”

“Apa kau juga berfikir aku hanya bermimpi?”

“Maksudmu?”

“Itu...saat aku bertemu dengan Sunny.”

“Kau benar-benar menyukainya, ya?”

“Apa kau peduli?” Tanya Baekhyun penuh harap sambil mendekatkan wajahnya pada Chanyeol. Chanyeol refleks menjauh sambil mengerjap-kerjapkan matanya tidak menyangka Baekhyun akan berharap sampai sebegininya.

“Bu-bukan begitu...”

“Oh.”

Baekhyun memundurkan tubuhnya dan bersandar di sisi lain sofa sambil berpura-pura memainkan ponselnya lagi.


“Chanyeol-hyung harus menenangkannya. Dia rela menolakku di pesta itu demimu.”
“Iya, kapan lagi kesempatan Hyung bisa berduaan dengan Baekhyun-hyung?”
“Coba kalahkan rasa acuhmu dengan cintamu, Chanyeol.”
“Kalau kau butuh bantuan, hubungi aku saja, Hyung. Aku tahu semua tentang kakakku.”


Ci-cinta?

Kata itu terus berputar-putar dalam pikiran Chanyeol sampai dia pusing sendiri. Diam-diam dalam lirikannya Chanyeol memerhatikan Baekhyun. Mata Chanyeol membesar karena baru menyadari sesuatu, namja di sampingnya benar-benar manis.

“B-Byunnie.”

“Nde?”

“Kalau kau masih menyukai Sunny sampai memimpikannya, kenapa kau menyukaiku?”

“Eh? Darimana kau tahu aku menyukaimu?”

“Sudah jadi rahasia umum, Byunnie.”

“A-anni, aku tidak...uhm...maksudku...”

Entah kenapa Chanyeol merasa Baekhyun adalah mahluk paling menggemaskan di dunia saat ia gugup begitu. Sikap tidak peduli ini seakan runtuh.


KRING KRING KRING


“Ah, ada telepon!”

Baekhyun langsung berdiri dan berjalan agak cepat menuju telepon, cara jalan Baekhyun benar-benar menggambarkan bahwa namja ini gugup.

“Yeob—“

“Baekhyunnie...Byun Baekhyunnie...”

“Sun-Sunny?”



TBC

1 komentar:

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini