“Mari.. ikut aku”
***
Hanya itu yang ingin ia katakan padaku? Menyebalkan sekali gadis jutek itu, hanya karna roknya terkena minumanku saja wajahnya sudah seperti monster.
“Loe nggak punya mata bukan? Ni rok tuch harganya bahkan lebih dari gaji lo!”
“Maaf mbak”
Aku hanya menunduk dan pasrah mendengar omelan gadis ini.
“Heh, kayaknya loe cuma denger omongan gua aja ya?! Nggak ada usaha amat sih loe! Bersihin rok gua!!”
“Iya mbak.”
Aku pun mengambil beberapa tissue dan melap rok gadis ini. Sambil mendumal dalam hati, dan menyesali. Kenapa aku harus datang ke cafe ini!? Padahal aku bisa saja di rumah, dan menulis banyak karya.
“Mbak, tolong jangan marah-marah terus” ucap seorang lelaki.
Kulihat wajah gadis itu kembali marah, dan bersiap untuk meledak lagi. Tapi ketika ia berbalik, didapati seorang lelaki umur 23 tahun yang sangat tampan. Membuat hatinya berbunga-bunga.
“Ma..maksud kamu apa?”
Hah? Kamu?? Kenapa bahasanya langsung berubah melihat paras indah wajah kak Rio? Huekk. Dasar gadis aneh!
“Maksud saya, maafkan adik saya, dan jangan membuat keributan lebih lagi”
“I..iya, namamu siapa?”
Aku langsung dengan sigap menarik tangan kak Rio, dan mengajaknya menjauhi gadis aneh ini.
“Please deh kak, nggak usah ladeni gadis gila itu!”
“Kamu itu harusnya bertanggung jawab atas perbuatanmu”
“Tadi aku udah minta maaf kak”
Kak Rio tertawa kecil, ia mengacak-acak poniku, dan pergi menemui gadis aneh itu lagi. Setelah berbincang sebentar, ia menemuiku lagi.
“Udah pergi tu orang?”
“Sudah kok sayang”
“Dih, nggak usah panggil sayang-sayang deh, ini semua gara-gara kakak! Kalau kakak nggak menyuruhku kesini, aku nggak usah berurusan sama gadis itu!”
“Shilla namanya”
“Aku nggak nanya namanya..”
“Kamu cemburu ya kakak ngobrol sama gadis manis itu?”
“Dih, cemburu? Ya nggak mungkin lah! Kita khan saudaraan..”
“Hahaha.. dasar. Sudah, ayo ke ruangan kakak”
Walaupun kami hanya sebatas sepupu, tapi aku tetap menganggapnya sebagai kakakku sendiri. Aku tak mungkin menyukainya, dan juga. Apa-apaan orang tuaku itu. Ingin menjodohkanku dengan kak Rio? Enak saja. Aku nich udah punya pujaan hatiku, orang yang selalu memberikanku inspirasi. Belahan jiwaku deh ^_^.
Kak Rio terus berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang. Ku lihat hiasan yang sangat indah terukir di langit-langit Cafe ini, aku kagum pada tatanan Cafe yang di rancang sendiri oleh kak Rio, ia memang boss yang hebat. Bintang-bintang itu seperti menatapku dan tersenyum padaku. Andai Alvin ada disini. Kapan-kapan akan kuajak dirinya.
“Silahkan masuk sayang”
“Kakak ih, jangan panggil aku sayang. Nanti bisa jadi salah paham”
“Iya deh, Dea Amanda”
Aku masuk sesuai perintah kak Rio, ruangan yang luas dan berhasil membuatku menikmati surga dunia. Nuansa go green seperti ini yang kudambakan di kamarku, tapi sayang mami tak bisa menyanggupi permohonanku yang satu ini. Mami sangat tak suka tanaman. Berbeda dengan almarhum papi, pecinta tanaman. Mungkin ini karna kepergian papi ada hubungannya dengan tanaman. Papi meninggal di dalam kamar kerjanya yang penuh tanaman, dan dapat disimpulkan. Itu karna papi tidur bersama tanaman di malam hari. Berkelahi memperebutkan O2 dengan tanaman-tanaman hijau itu. Ruangan kak Rio memang tak ada tanaman sama sekali, tapi lukisan tanaman yang sangat menyejukan.
“Mau apa kakak menyuruhku ke Cafe tercinta kakak?”
“Kakak mau ngomong berdua aja sama kamu dek”
“Ini khan udah berdua kak”
Kak Rio menatapku, ia diam dan wajahnya sangat serius. Aku jadi agak ngeri ni..
‘Sahabat sejatiku, hilangkah dari ingatanku. Di hari kita saling berbagi’
I-ring handphoneku berdering keras, memecah keheningan yang kami buat. Aku permisi keluar, tapi tangan kak Rio menahanku.
“Disini aja de terima telponnya”
“I..iya kak”
-klik-
“Halo vin?”
“De, loe dimana?”
“Gua di Cafe kakak gua, kenapa?”
“Loe cepet kesini deh. Via kesurupan de!”
“Apa?! Kesurupan?! Iya deh, gua cepet kesana!”
-klik-
Kak Rio berdiri disampingku, cukup dekat. Tubuh tingginya membuatku agak gugup.
“Kak, aku pamit ya. Ada salah satu temenku yang kesurupan”
“Hah? Kesurupan? Kok bisa?”
“Nggak tahu kak, yaudah aku pergi dulu ya!”
Pamitku tanpa ingin tahu ucapan apa lagi yang akan dilontarkan kak Rio. Aku langsung berlari dan melesat cepat ke markas dengan motorku.
***
‘Duakk’
Aku membuka pintu dengan kerasnya, karna aku sangat panik. Kulihat Alvin, Amey, Iel dan Tian sedang menangani Sivia, temanku yang kerasukan roh.
“Ya Tuhan, daritadi?” Tanyaku.
“Nggak de, 5 menit sebelum gua telpon lu” jelas Alvin.
Ku dekati Via, aku belum bilang pada kalian, aku ini punya kekuatan untuk menangani orang-orang yang kerasukan roh halus, ini kekuatan dari kakek. Ku pegang pundak Sivia, dan kupejamkan mataku. Mencoba untuk berbicara dengan roh halus yang merasuki tubuh Via.
“Hei, kau siapa?” Tanyaku dalam hati.
“Mari.. ikut aku.”
Tanganku terasa panas, aku coba bertahan dan mengajak roh itu keluar dari tubuh Via. Tenagaku terkuras sangat banyak, tapi syukurlah. Roh itu pun keluar. Kini bukan saja wajah Via yang pucat, tapi wajahku juga pucat kekurangan energi. Alvin mengusap pipiku yang berkeringat.
“Loe nggak apa-apa de?” Tanya Alvin.
“Nggak apa-apa kok vin, loe harusnya tanya sama Via, bukan sama gua”
“Biarlah, Amey, Tian dan Iel sudah menanganinya.”
“Sebenernya gimana kejadiannya to vin?”
“Kami juga nggak tahu pastinya de, tadi pas Via merapihkan rak makanan dapur, tiba-tiba aja dia udah kerasukan”
“Dapur ya.. gua kesana sebentar ya”
“Jangan de!”
Aku dan yang lain sangat terkejut mendengan teriakan Alvin, aku kembali mendekatinya.
“Loe kenapa vin?”
“Eh, gini de. Apa gua boleh temenin loe?”
“Malah gua yang harus teriak jangan nyong. Dasar aneh”
Aku kembali berjalan dan kucoba merasakan hawa roh yang tadi merasuki Sivia.
“Mari, ikut aku..”
Suara itu lagi, sepertinya ajakan yang menarik. Tapi dimana ajakan itu berasal? Hem..
‘Tiap kali.. aku berlutut’
Sebuah sms masuk di Hpku, membuatku tak bisa berkonsentrasi lagi.
Rio-chan : nanti malam mami mengajakku makan malam dirumahmu. Kuharap kau bisa datang menemaniku, aku tak mau makan malam hanya berdua dengan mamimu.
Ku balas singkat.
Dea-chan : Iya kakak.
Heuh, hawa roh halus itu sudah hilang. Dan aku tak bisa menangkapnya. Ini gara-gara kak Rio. Dasar.
***
Setelah Sivia tenang, ia menceritakan perihal bagaimana ia bisa kerasukan.
“Mula-mula, aku mendengar sebuah bisikan ‘Mari, ikut aku..’ lalu aku seperti terhipnotis, dan mengikuti suara itu sampai di depan pintu gudang. Tapi setelah itu pandanganku langsung gelap!”
Setelah ku telaah, itu hanya roh jahil. Amey juga sudah membolak-balikan kartunya. Mengatakan padaku, bahwa itu hanya roh jahil. Seraya kembali memainkan kartu-kartunya. Anak itu memang pandai membaca keadaan lewat kartu, ini bukan sihir. Tapi Amey memang punya indera ke-enam. Hampir sama sepertiku. Dan sepertinya ia lebih hebat dariku. Hehe.
Ups, aku hampir lupa dengan sms kak Rio tadi, kuputuskan untuk pulang tepat waktu.
“Yaudah, hati-hati aja vi, loe itu rentan kerasukan. Makanya jangan suka melamun. Gua pulang dulu ya. Kalian juga sebaiknya pulang, daripada terjadi hal aneh lagi. Latihannya besok lagi aja”
“Yo wess, balik yok” ajak Alvin dengan logat Malangnya.
Akhirnya kami pulang bersama, Alvin melempar sesuatu padaku. Semacam liontin.
“Ini buat apa vin?”
“Buat pacar gua, biar nggak rindu sama gua”
Aku hanya tersenyum malu, sambil melihat Alvin yang lama kelamaan hilang dari pandanganku. Ku buka liontin itu, dan melihat isinya. Fotoku bersamanya. So sweet ^_^.
“Mari.. ikut aku..”
Suara itu lagi, huft.. dasar roh jahil. Jika suatu saat kita bertemu, akan kumusnahkan sampai habis!
***
Alvin menatap fotonya bersama Dea, memandangnya penuh arti. Sudah 5 tahun mereka berpacaran, tapi Alvin belum berani mengatakan kata “Sayang” lagi pada Dea. Mungkin jika sudah menikah nanti, ia baru bisa menyatakannya lagi. Umurnya sudah 21 tahun. Minimal 1 tahun lagi, ia akan melamar Dea. Alvin tersenyum lagi, lalu mencium foto Dea.
“Aku akan terus ada disampingmu. Tuhan, tolong persatukan kami di upacara yang sah itu.”
***
Hatiku merasa sangat tenang, apa mungkin karna liontin ini? Sepertinya bagitu. Hehe.
“Itu Dea sudah datang yo,” ucap mami menyambut kedatanganku.
“Tumbenan lho, kakak mau makan malam bareng 2 gadis cantik seperti kami” candaku.
“Hahaha, mama dan papa sedang tak ada dirumah de, jadi aku mau makan malam dengan mami dan kamu”
“Makanannya juga enak. Mami jarang membuat yang seperti ini!” Protesku.
“Iya khan, kita hanya berdua de”
“Mulai deh, udah mam.. Dea sayang mami”
Ku peluk mami penuh kasih, kurasakan aura jiwanya. Ia sedang bahagia saat ini, membuatku juga bahagia.
“Ayo, kita mulai saja mam” ucap kak Rio.
Aku pun sudah tak sabar menyantap makanan-makanan mewah dihadapanku. Setelah mami mengambil sesendok nasi dan beberapa lauk, langsung saja ku ambul 3 sendok nasi dan lauk paling besar di meja. Hahaha.
“Heh, dasar Dea rakus” ledek mami.
“Hehe, aku lapar sekali mam”
“Memang kamu habis ngapain?”
“Ada deh”
Kak Rio tersenyum padaku, karna ia tahu apa yang kulakukan tadi.
Ku lahap cepat makananku, bahkan lebih cepat dari kekuatan mami menghabiskan satu sendok nasi. Bagitupun kak Rio yang ku ambilkan 2 sendok nasi untuknya.
“Begini de, sebenarnya ada hal lain kenapa Rio datang kesini” ucap mami.
“Ada apa mam?” Tanyaku.
“Rio, kamu saja yang mengatakannya”
“Ada apa sih ini? Serius banget. Hahaha”
“Sebentar lagi, umurmu 20 tahun de. Dan apakah boleh. Perjodohan itu dilanjutkan?”
Apa? Kak Rio masih membahas perjodohan konyol itu? Ya Tuhan!
“Aku nggak bisa kak” ucapku singkat.
“Kenapa de?” Tanya mami.
“Karna aku sudah punya pilihan hatiku sendiri mam, kak”
“Tapi Rio yang terbaik sayang” ucap mami.
“Kak Rio, aku hanya menganggapnya sebagai kakakku sendiri mam, tak lebih. Aku memang menyayanginya. Tapi murni sebagai saudara.” Jelasku.
“Siapa lelaki itu de?” Tanya mami.
“Lelaki hatiku mam, Alvin.”
“Lelaki berandal itu?!” Bentak mami seraya menggebrak meja makan.
“Alvin bukan lelaki berandal ma!”
“Mengajakmu menjadi anak band yang membuatmu berandal, anak itu berandal!”
“Alvin satu-satunya lelaki dihatiku mam! Aku takkan mengkhianatinya!”
“Walau itu demi mami mu sendiri?” Tanya kak Rio yang sejak tadi diam saja.
Aku memandang kak Rio nanar, aku tak menyangka ia akan tega berbuat seperti ini padaku. Semua memojokanku. Kini aku hanya seorang kerdil yang harus berlari meninggalkan kenyataan ini. Aku tak kuat jika hubunganku selama 5 tahun ini harus hancur akan paksaan mami! Aku pun berlari meninggalkan rumah, pokoknya aku harus menjauhi rumah sejauh-jauhnya. Agar dua orang itu tak bisa mengejarku!
***
Kulajukan motorku dengan sangat cepat, menuju kost-an Alvin. Tapi ini sudah sangat malam, aku tak enak jika nyatanya ia sudah tidur. Ku putuskan untuk duduk di depan pintu kost-annya. Dan akhirnya aku tertidur.
Paginya, aku sangat terkejut. Karna aku sudah berada di atas kasur Alvin.
“Eh, loe udah bangun de” sapa Alvin yang sedang menatap sarapan.
“Iya vin, sory ya gua kesini”
“Nggak papa kali de, loe ada masalah apa de sama mami lu?”
Selama 5 tahun kami berpacaran, memang. Alvin sangat tahu semua tentang diriku. Setiap ada masalah dengan mami, aku pasti menemuinya. Sampai ia hapal betul. Hehe.
“Mami vin, ia mengatakan lu tu berandal” ucapku jujur.
“Haha, itu sich udah biasa de” ucapnya santai seraya menyuguhkan susu hangat untukku.
“Ada 1 hal lagi vin”
“Apa itu?”
“Mami menjodohkan gua dengan kak Rio”
“Lho? Kak Rio sepupu loe itu?”
“Iya”
“Kok bisa terulang lagi de?”
“Gua juga nggak ngerti vin, dan sekarang kak Rio setuju lagi!”
“Idih, nggak konsist banget sih tu orang, khan dia tahu kalau loe udah punya pacar”
Aku hanya menggeleng, sekarang aku sangat kecewa pada kak Rio, bahkan untuk beberapa waktu kedepan, aku tak ingin menemui kak Rio.
“Apa gua emang nggak cukup baik buat loe ya de.?”
“Maksud loe apa sih vin?”
“Gua ngerasa, mami lu nggak akan pernah setuju sama hubungan kita. Gua hampir putus ada de”
“Lu dungu banget sih vin, gua kecewa sama loe!” Bentakku, aku langsung berlari meninggalkannya, dan melajukan kembali motorku menuju tempat yang takkan mungkin dijangkau siapapun. Oleh mami, kak Rio, Alvin maupun sahabat-sahabatku. Aku ingin sendirian, hanya sendiri. Papi.. aku merindukanmu. Sangat rindu!! Hanya papi yang mengerti semua isi hatiku. Hanya papi.
***
“Mari, ikut aku..”
Suara itu lagi, kenapa suara itu selalu saja mengikutiku?
“Hei, siapa sih?!”
Seorang anak kecil yang sangat manis mendekatiku, ia menjulurkan tangannya padaku. Seperti terhipnotis, aku menjulurkan tanganku padanya. Dan pandanganku mendadak gelap.
***
Ku lihat, semua orang yang kukasihi menangis, dan kulihat Alvin duduk diam di antara kerumunan orang-orang yang bersedih itu. Ku coba memanggilnya, tapi suaraku sama sekali tak keluar. Tubuhku terasa sangat ringan. Padahal kemarin beratku sempat naik lho 3 kg. Hehehe. Hus! Kenapa aku masih bisa tertawa di sela-sela orang-orang bersedih.
Ku cari mami, dan kutemukan mami berada disamping kak Rio, huh. Dasar carmuk! Aku benci kak Rio! Tapi kenapa ya? Mereka bersedih, dan tak ada yang sadar aku disini. Aku tahu suasana seperti ini, keadaan yang pernah kualami juga. Saat papi meninggal..
Aku berjalan hati-hati menuju mami, ku elus rambutnya. Tapi.. tanganku tak bisa menyentuhnya. Tanganku transparan! Ada apa ini sebenarnya?!
“Dea, maafkan mami.. kembalilah sayang, jika Dea kembali.. mami janji, akan merestui hubungan Dea dengan Alvin. Mami janji”
Aku ada disini mam! Aku disampingmu! Dengarlah suaraku mam! Ah! Kenapa suara ini tak bisa keluar dengan lancar?! Aku hanya bisa berbicara lewat hati. Tuhan ada apa ini?!
Ku lihat, sebuah peti mati. Aku takut untuk melihat isi peti itu, tapi kucoba untuk berani. Ku tatap perlahan.
“Aaaaaaaaaa”
Aku berteriak sejadi-jadinya, melihat diriku sendiri berada di peti itu, aku tak mau percaya semua ini! Aku belum mati! Aku masih ada disini mam! Ada disampingmu!
“Mari, ikut aku..” suara itu lagi, suara yang kudengar di saat terkahir hidupku. Darimana asalnya suara itu? Aku harus memberinya pelajaran!
Dengan air mata terurai halus, ku cari suara itu, hingga sampailah aku di ruang kerja papi.
“Keluar kau! Kau sudah membuatku seperti ini! Aku tak mau mati!”
Anak kecil itu muncul lagi, wajahnya lebih pucat dari awal aku bertemu dengannya.
“Kakak memang sudah seharusnya pergi, seperti papi kakak”
“Kamu siapa?!”
“Aku hanya pikiran kakak, karna kakak sudah putus asa. Maka aku membantu kakak untuk kembali ceria”
“Aku belum mau mati! Kembalikan aku!”
“Tidak bisa..”
Sosok itupun menghilang dari pandanganku, aku terduduk lemas.
***
Aku berjalan tanpa arah, melihat dimana aku berdiri untuk terakhir kali. Di jembatan merah milik kota Bogor tempat tinggalku. Selesai menatapnya seksama, aku berjalan pulang. Suasana sendu masih sangat terasa, mami masih menangis seraya menatap fotoku, kak Rio berdiri disampingnya. Kak Rio terus mengelus punggung mami. Alvin juga semua sahabatku pun masih ada di rumah. Aku ingin menyapa kalian, sungguh ingin. Aku ingin melakukan apa saja, asalkan aku bisa menyentuh dan memeluk mami. Walau itu untuk terakhir kali.
“Mami..” panggilku lirih, tapi percuma. Mami tak mungkin mendengar panggilanku.
“Alvin..” kupanggil Alvin, dan duduk disampingnya. Aku ingin sekali mengelus rambutnya yang halus. Tapi Alvin tak mungkin bisa merasakannya.
“Amey, Via, Iel, Tian..” keempat sahabatku itu terkantuk-kantuk karna ingin tetap disini menemani mami.
“Kak Rio..” walau aku membencinya, aku tak bisa melupakan jasa-jasa kak Rio, ia selalu membantuku. Apalagi untuk hal tentang sekolah. Ia mengajariku banyak hal, hingga aku bisa menjadi yang terbaik di sekolah.
“Aku rindu kalian.. aku tak mau sendirian.. aku ingin ada disisi kalian..” lirihku.
Sesosok tubuh yang besar menarikku menjauh dari semua orang yang kukasihi, ia menyeretku hingga kami berada di ruang kerja papi.
“Kau ingin sendirian bukan?”
“Tidak, aku ingin bersama mereka. Siapa kau?”
Sosok itu membuka jubahnya, dan air mataku meleleh. Melihat papi!
“Papi!!” Teriakku. Aku hendak berlari memeluknya, tapi papi langsung menahanku agar aku tak memeluknya.
“Jangan peluk papi. Dea, karna jika kau peluk papi. Mungkin kau tak bisa bertemu lagi dengan Mami.”
“Papi, Dea kangen papi..”
“Sekarang, dunia kita berbeda sayang..”
“Tapi aku khan sudah meninggal juga pap”
“Tidak Dea, kau belum meninggal.”
“Maksud papi?”
Seketika pandanganku menjadi putih, semua putih terang menyakiti mataku, sangat silau. Menyesakan jiwa, mengusik hati. Semua benar-benar putih, seperti berada di dunia antah berantah. Ya Tuhan, dimana aku?
Tiba-tiba kulihat sebuah bayangan, ketika kak Rio menggendongku yang masih balita, ia tersenyum sangat manis. Dan disamping kejadian itu, kulihat Alvin saat masih Smp. Malu-malu mendekatiku dengan bunga di belakang punggungnya. Dan juga, aku melihat Amey dan Sivia tertawa bersamaku, ada pula. Saat bandku menyanyi di sanggar tari ternama di Bogor.
Dan yang paling membuatku sedih, saat aku melarikan diri malam itu, melarikan diri karna aku tak mau dijodohkan dengan kak Rio. Menyakiti hati mami. Mami.. maafkan Dea. Tapi Dea tak bisa menerima kak Rio, Dea mencintai lelaki lain. Ia Alvin. Anak berandal yang tak disukai mami. Maafkan Dea mam.
Air mataku kembali mengalir hangat, mustahil rasanya jika hantu bisa menangis. Tuhan, tolong beri aku kejelasan akan semua ini.
***
“De, dea!”
Panggilan itu berhasil membantuku untuk bangun, kulihat Alvin berada di sampingku. Di sekitarku pun banyak orang-orang mengerumuni kami.
“Lu kenapa de? Jangan bunuh diri, gua mohon.”
Jangan bunuh diri? Vin, apa kamu berbicara padaku? Apa ini kenyataan? Atau hanya fatamorgana belaka? Ya Tuhan! Aku nggak meninggal!! Aku masih hidup!!
Langsung kupeluk Alvin erat, air mataku kembali meleleh. Lalu Alvin menggendong tubuhku lalu ia mengajakku pulang dengan taksi.
“Maafkan gua Dea..”
Aku masih terdiam, mungkin masih belum percaya akan mimpi-mimpiku yang terasa nyata. Papi, mungkin ini yang kau maksud. Duniaku dan duniamu berbeda.
“Gua nggak pantes mengatakan hal seperti itu, mulai saat ini gua akan berusaha nggak melepas lu. Gua nggak mau kehilangan lu”
“Iya vin, sama-sama” jawabku singkat.
Setelah beberapa lama, kami pun tiba di rumah. Mami langsung memelukku.
“Maafkan mami dea, mami nggak akan menjodohkanmu dengan Rio jika kamu tak mau, mami nggak mau kehilangan Dea..”
“Maafin Dea juga mam, Dea nggak bisa jadi anak yang berbakti”
Mami terus memelukku, air matanya merembes ke bajuku, aku bisa merasakan kasih sayangnya. Aku sayang mami. Samar, aku melihat gadis kecil itu berlarian di rumahku, ia tersenyum padaku sejenak, lalu menghilang. Sebenarnya siapa gadis cilik itu?
***
Ini hari ulang tahun pernikahanku yang ke6. Ku tatap kedua putri kembarku, mereka sedang duduk manis seraya memainkan boneka mereka masing-masing. Nama mereka Salma dan Salwa. Kedua buah hatiku yang sangat kusayangi.
Sudah pukul 19.00 WIB. Aku masih menunggu Alvin yang berjanji akan pulang cepat untukku, sebuah sms masuk di Hpku.
Rio-chan : Ulang tahun pernikahanmu, selalu kuingat setiap tahun. Langgeng ya sayang.
Dea-chan : Terimakasih atas do’anya kak.
Rio-chan : sama-sama sayang.
Ia masih saja memanggilku sayang, dan aku tetap mengaguminya. Walau rasa enggan sejak kejadian malam itu masih terbekas dihatiku.
Ku alihkan perhatianku pada Salma, karna kulihat ia menjauhi Salwa, Salma berbicara sendirian, dan tertawa sendiri. Langsung kudekati Salma.
“Bicara sama siapa Salma?”
“Sama temen mama.. yah, pergi khan mah. Mama sih datang.”
“Temen mama?”
“Iya”
Temanku? Siapa?
“Coba, ceritakan bagaimana temen mama itu ma..”
“Masih seumuran aku ma, matanya bulat legam, senyumnya sangat manis.”
“Apa saja yang kalian obrolkan?”
“Tentang mama yang berada di peti..”
“Hah?!”
Gadis cilik itu, anak perempuan yang membuatku memiliki mimpi paling seram dalam hidupku. Ia kembali lagi. Untuk apa?
“Selamat malam, papa pulang..”
Suara Alvin membuatku seketika lupa pada gadis cilik itu, aku langsung menyambut Alvin dengan pelukanku. Ia mengelus rambutku dan bermain-main dengan Salma-Salwa. Aku menyiapkan hidangan special untuk Alvin.
“Mari, ikut aku..”
Suara itu lagi, kini perasaanku sangat tenang ketika mendengarnya. Karna suara itu yang menyadarkanku, bahwa tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi aku sadar, ini adalah waktuku. Yang tak boleh ku sia-siakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Bashing just positive. oke?