Kamis, 01 November 2012

A Fanfiction - Still Here_Baekyeol/Chanbaek Chapter FIVE


Still here


Tittle: Still here
Author: Fie
Genre: Mystery, romance, Shounen-ai (Boys Love), drama
Rated: 15+
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Length: multichapter
Main Cast:
- Byun Baekhyun
- Park Chanyeol
- Cho Jinho (Jino)
- Lee Soonkyu (Sunny)
- Lee Sungmin
- Cho Kyuhyun

Support Cast:
- Kim Jongin (Kai)
- Oh Sehun
- Do Kyungsoo (D.O)
- Kim Joonmyun (Suho)
- Kim Minseok
- Xi Luhan



Summary:

Aku masih di sini dan akan menjadi orang yang bisa kau percaya sampai kapanpun.




LIMA


“Aku merasa lelaki itu menyembunyikan sesuatu,” ucap Chanyeol.
“Menyembunyikan apanya? Dia sahabat baikku, Channie. Mungkin saja dia tahu penyeranganku dari kantor polisi yang kau hubungi.”
“Kalau begitu, kenapa dia tidak bilang langsung?”
“Mungkin dia lupa.”
“Atau mungkin...dialah orang yang menyerangmu, Baekhyun.”
“Ah, tidak mungkin. Bukankah kau menemuinya saat aku diserang?”
“Aku juga masih penasaran dengan lelaki bernama Cho Kyuhyun itu.”
“Sudahlah, sebaiknya kita istirahat sekarang, aku sangat-sangat mengantuk.”
“Izinkan aku tidur di kamarmu ya, Baekhyun?”
“Eh? Tidak boleh! Kau tidur dengan Kyungie saja sana!”
“Sudahlah, Hyung...kau pasti mau kan tidur dengannya?” Tanya Kyungsoo dengan nada jahil, membuat Baekhyun menjitak kepalanya.
“Kyungsoo!”
“Aku tidak akan macam-macam, Byunnie. Aku akan tidur di sofa kamarmu.”
“Kau tidak berniat mencorat-coret mukaku, kan?”
“Ish, alasan itu lagi. Tidak, aku tidak akan melakukannya.”
“Yasudah, mandi dulu sana, kau bau.”
“Tidak kok, aku tidak bau!”
“Kau bau, Park Chanyeol!”
***
Sebenarnya tujuan Chanyeol tidur di kamar Baekhyun bukan hanya untuk tidur. Tapi juga mencari petunjuk tentang Sunny dan Jino. Sebagai sahabatnya, Baekhyun pasti punya semua tentang mereka berdua. Chanyeol menunggu Baekhyun tertidur, karena tidak mungkin dia mencari bukti saat Baekhyun terjaga, dia akan marah kalau Chanyeol mencurigai Jino.
Ya, Chanyeol memang curiga pada Jino. Pertama, kenapa Jino harus berbohong jika dia tahu keadaan Baekhyun dari Chanyeol? Kedua, kenapa Jino tidak secepatnya menyelesaikan tiga kasus itu? Padahal Chanyeol tahu sifat asli Jino sebagai detektif, dia memang tidak buru-buru, tapi berusaha menyelesaikannya secepat mungkin.
“Kalau benar dia terlibat dalam kasus penyerangan Baekhyun, untuk apa dia melakukannya?”
Chanyeol menemukan buku tahunan Baekhyun sewaktu SMA. Dengan berbekal penerangan dari ponselnya, dia mencari keterangan tentang Jino dan Sunny. Pertama yang dia temukan adalah identitas Baekhyun.
“Hihihi, ternyata Baekhyun dulunya sangat culun.”
Dia memandang lekat foto Baekhyun saat SMA itu. Sambil menerawang ke masa SMAnya yang menyenangkan, karena saat SMA dulu, Chanyeol adalah anak yang populer karena kecerdasannya. Hum, tidak aneh jika mengingat begitu banyak hipotesa menakjubkan yang dia luncurkan di komunitas.
Lalu Chanyeol beralih pada identitas berikutnya, Cho Jinho. Chanyeol mencatat semua data Jino, dari tanggal lahirnya, tempat asalnya, berapa banyak saudaranya, dan yang lain. Selanjutnya Chanyeol mencari identitas Sunny. Setelah menemukannya, Chanyeol langsung terdiam melihat wajah itu, wajah tak berdosa seorang gadis yang sedang dalam bahaya.
“Pantas saja Baekhyun menyukai gadis ini. Sunny memunyai senyum semanis Baekhyun. Aku harus menemukan Sunny untuk mengembalikan senyum itu pada Baekhyun dan orang-orang yang mencarinya.”
Chanyeol membaca pesan-kesan Baekhyun, Sunny, dan Jino di bagian belakang buku itu.

Byun Baekhyunnie:
Wah, tidak terasa tiga tahun sudah berlalu! Aku rasa, SMA ini adalah SMA terbaik yang pernah kutempati! (hei, memangnya aku pernah sekolah di tempat lain? Hahaha). Ada alasan yang membuatku sangat senang sekolah di sini, karena ada dua sahabat terbaikku. Sunny dan Jino. Sunny beruntung sekali punya lelaki seperti Jino, karena Jino menjaga Sunny seperti dia menjaga dirinya sendiri. Kalau aku jadi yeoja, aku ingin memunyai lelaki seperti Jino. Hei-hei, apa yang kukatakan? Hahaha, sudahlah.
Aku tidak akan melupakan kalian semua! Muah :*

Cho Jinho “Jino”:
Sudah tiga tahun berlalu ternyata. Saatnya kita berpisah. Aku...sangat sedih berpisah dengan semua teman-teman seangkatan, tapi yang membuatku lebih sedih adalah berpisah dengan Sunny dan Baekhyun. Aku tidak menyangka Sunny akan melanjutkan pendidikannya di London dan aku di tempat yang jauh dari Seoul. Jadi yang tersisa di Seoul hanya Baekkie, ya? Huaaa, aku tidak akan melupakan kenangan kita! Kalau suatu saat kita bertemu lagi, aku akan memberi kejutan yang spesial untuk kalian. Gomawo karena sudah menjadi sahabatku.

Lee Soonkyu “Sunny”:
Hiks, sebenarnya aku tidak suka menulis pesan-pesan perpisahan. Memang sih, semua yang ada di kehidupan ini lambat laun akan pergi. Tapi kuharap kedua sahabatku tidak akan meninggalkanku. Baekhyun dan Jino. Aku menunggu kalian menjadi orang yang sukses. Aku juga akan mengejar impianku menjadi pelukis di London bersama Sungmin-hyung. Oiya, kalau kita bertemu lagi, orang yang ingin sekali kutemui pertama kali adalah Baekhyun. Bukan karena aku menyukainya, tapi karena hanya kaulah orang yang bisa kupercaya. Hei, kenapa aku jadi melantur begini? Hahaha, cukup sudah pesanku yang benar-benar menyedihkan saat aku menulisnya ini. Assa-assa fighting, Baekhyun dan Jino!

Chanyeol membaca ulang pesan Sunny dan Jino bergantian lalu dia menemukan keanehan lain dari mereka berdua. Bukankah Sunny dan Jino berpacaran? Kenapa Sunny lebih percaya pada Baekhyun ketimbang Jino? Lalu apa yang akan Jino berikan jika mereka bertiga kembali berkumpul? Kejutan spesial seperti apa?
“Lee Soonkyu, Cho Jinho, ada sesuatu di antara kalian.”
“Ummhh...”
Chanyeol langsung mengembalikan buku tahunan Baekhyun saat mendengar Baekhyun bergumam.
“Channie...”
Chanyeol mendekati Baekhyun dan duduk di sampingnya.
“Ne, aku di sini, Baekkie.”
“Tolong temukan sahabatku...”
Chanyeol terdiam dan hanya bisa memandangi wajah manis Baekhyun. Wajah itu menggambarkan kelelahan luar biasa dari seorang sahabat yang menanggung beban berat akibat tertimpa banyak masalah.
“Baekhyun, aku berjanji akan membantumu menemukan Sunny, aku janji...”
Chanyeol mengecup kening Baekhyun lalu beranjak dari tempat tidur Baekhyun menuju sofa dan terlelap dalam banyak pertanyaan.
***
“Park Chanyeol-ssie, bangun.”
Chanyeol memang membuka matanya, tapi langsung menggeliat dan membelakangi Baekhyun seperti menolak kesadaran itu.
“Aku masih ngantuk, pergi sana.”
“Aku ada kabar buruk.”
“Eh? Pagi-pagi sudah memberi kabar buruk. Ada apa memangnya?”
“That’s news! Ditutup.”
“Mwo?”
“Orang dari kantor percetakan pusat yang memberi izin penerbitan menarik izin kita.”
“Apa masalahnya? Kita kan sudah dua tahun berdiri, selama ini tidak ada masalah, bukan?”
“Mereka bilang koran kita tidak memenuhi peraturan penerbitan.”
“Kita harus ke sana, kapan kau dikabari?”
“Baru saja. Makanya aku membangunkanmu. Setelah sarapan kita langsung ke kantor pusat.”
“Aish, menyebalkan sekali mereka itu. Padahal kan kita sudah dua tahun mengorbit! Dasar!”
“Aku juga bingung, mungkin ada peraturan baru.”
“Ini benar-benar tidak masuk akal. Kita kan tidak menyalahi aturan.”
“Makanya kubilang mungkin ada peraturan baru.”
“Yasudah, gara-gara kau aku jadi bangun. Kau sudah memberi tahu yang lain? Kantor di Beijing bagaimana?”
“Kris-hyung bilang kantor mereka juga ditutup.”
“Sial!”
“Sudahlah, daripada marah-marah begitu lebih baik kau mandi lalu sarapan bersama kami.”
“Baiklah.”
Akhirnya Chanyeol pergi ke kamar mandi, tapi dia langsung keluar karena teringat kalau dia tidak membawa baju ganti.
“Hya, Baekhyunnie, aku lupa tidak bawa baju ganti.”
“Kau tidak mungkin memakai bajuku atau punya Kyungie, pasti kekecilan.”
“Lalu aku pakai apa?”
“Kau pakai baju mandi dulu saja, akan kubelikan baju untukmu di toko baju dekat sini.”
“Kau jangan pergi sendiri, bagaimana kalau kau diserang lagi?”
“Sudah seminggu tidak ada yang menyerangku, kan? Sudahlah, tunggu saja, aku akan kembali dengan selamat, aku janji.”
“Tidak-tidak, aku tidak bisa tenang. Kau tidak diserang juga karena aku selalu bersamamu di rumah sakit.”
“Aigo...percayalah padaku, Channie. Mandi sana mandi.”
“Suruh Kyungie menemanimu.”
“Dan membiarkannya lari dari tugasnya?”
“Memangnya dia sedang apa?”
“Menyiapkan sarapan, hari ini gilirannya. Sudahlah tidak usah protektif begitu, tenang saja.”
Akhirnya setelah Baekhyun meyakinkan Chanyeol, Baekhyun pergi ke toko baju yang berada beberapa blok dari apartemennya. Toko itu tidak jauh, jadi Baekhyun memutuskan untuk berjalan kaki.
Di toko baju, Baekhyun bingung sendiri karena lupa ukuran baju Chanyeol. Dia juga tidak bisa menghubungi Chanyeol karena ponselnya masih rusak. Tiba-tiba dia teringat kalau Chanyeol pernah memeluknya, mungkin saja kalau dia peluk satu-satu baju yang ingin dia beli, dia bisa menemukan ukuran yang pas untuk Chanyeol. Ada-ada saja.
Jadilah, lelaki itu memeluk satu persatu kemeja dan baju santai berukuran besar seperti orang aneh, sampai beberapa staff menertawainya.
“Tuan, Anda cari apa? Kenapa memeluk baju-baju di sini?” Tanya seorang karyawan wanita.
“Aku lupa ukuran baju temanku, jadi aku memeluk baju-baju ini. Mungkin saja ada yang ukurannya pas.”
“Kenapa Anda tidak membeli baju all size saja?”
“Anyeo, aku ingin berhasil membelikan baju yang pas untuknya. Sudah, jangan protes.”
“Baiklah, saya akan menunggunya.”
Baekhyun kembali memeluk baju-baju itu. Tapi saking asyiknya dia memeluk baju, sampai tidak sadar dia memeluk seseorang yang dia kira boneka.
“Apa yang kau lakukan?”
“Oh, mianheyo, Tuan! Aku kira kau boneka! Mianhae, jeongmal mianhae!”
“Eh? Ka-kau...”
“Nde? Anda mengenal saya, Tuan?”
“Tidak, aku hanya salah lihat. Minggir!”
Lelaki itu mendorong tubuh Baekhyun hingga Baekhyun hampir jatuh. Baekhyun merasa tidak pernah melihat lelaki itu sebelumnya, atau pernah? Ah, tidak penting, pikir Baekhyun sambil kembali memeluk baju-baju.
Setelah 15 menit berkeliling akhirnya Baekhyun membeli 2 kemeja, 2 baju santai, dan 2 celana panjang. Baekhyun berharap semuanya pas untuk Chanyeol. Baekhyun mengambil belanjaannya dari karyawan yang masih saja menertawainya.
“Ish, apa salahnya berprilaku seperti itu?”
Baekhyun keluar dari toko dengan perasaan kesal. Kalau harus jujur, prilaku Baekhyun itu benar-benar aneh. Tapi mau bagaimana lagi? Daripada harus mondar-mandir ke apartemen? Pikir Baekhyun. Di tengah jalan, Baekhyun tidak sengaja menabrak orang yang tadi dipeluknya. Sekilas dia teringat seseorang saat melihat orang itu, tapi siapa?
“Ma-maafkan aku! Aku benar-benar tidak sengaja!”
“Kau lagi! Kau hobi sekali sih mengganggu orang lain?”
“Aku kan sudah minta maaf, lagipula kenapa kau berdiri di tengah jalan begitu?”
“Bukan urusanmu.”
Lelaki itu kembali berlalu dari hadapan Baekhyun.
“Benar, aku merasa pernah melihat lelaki itu. Tapi di mana?”
Baekhyun terus mengingat-ingat di mana dia bertemu lelaki itu, sampai tidak sadar sudah sampai di depan kamarnya.
“Aku pulang.”
“Oh, kau benar-benar pulang dengan selamat ternyata,” ucap Chanyeol yang pertama kali menyambutnya. Penampilan Chanyeol dengan rambut basahnya, baju mandi yang sangat pas dengan tubuhnya, membuat Baekhyun terdiam dan gugup.
“Pacarku ini benar-benar sexy.”
“Hya, apa yang kau katakan? Mana bajuku?”
“Ini.”
“Lho? Kau tidak membelikanku pakaian dalam?”
“Oiya, aku lupa! Sebaiknya kita pesan saja.”
“Jadi bisa dipesan? Kenapa tadi tidak pesan saja? Jadi kau tidak usah membuatku khawatir.”
“Pakaian dalam kan tidak ada yang lihat, jadi bisa pakai model apa saja. Tulis saja ukuran pakaian dalammu, biar aku yang pesan.”
“E-eh, biar aku saja yang pesan. Kau ini benar-benar.”
“Memangnya kenapa sih?”
“Byun Baekhyun!”
Baekhyun hanya memutar matanya karena bingung dengan sikap Chanyeol. Memangnya ada yang salah kalau dia tahu ukuran pakaian dalam Chanyeol? Heuh, sudahlah.
***
 Baekhyun bersama Chanyeol, setelah mengantarkan Kyungsoo ke kantor That’s news! yang disegel, segera ke kantor pusat untuk menarik izin mereka lagi. Suho juga ikut dengan mereka. Setibanya di sana, Baekhyun terus memegangi Chanyeol karena takut namja itu langsung menumpahkan kekesalannya.
“Tuan Lee! Kenapa izin penerbitan kami dicabut?” Tanya Chanyeol dengan amarah yang masih ditahannya.
“Sekarang ada undang-undang baru yang harus dipatuhi semua perusahaan media koran. Kantor kalian hanya terdiri dari 12 orang itupun terbagi jadi dua, lalu koran kalian juga tidak laku sampai sekarang, kan?”
“Undang-undang seperti apa itu? Aku mau dengar!”
“Channie.”
“Diam, Baekhyun!”
Baekhyun perlahan melepaskan pegangannya pada Chanyeol.
“Chanyeol! Tenanglah!”
“Tapi, Suho-hyung, ini keterlaluan! Perusahaan That’s news! Sudah berdiri selama hampir dua tahun, kenapa sekarang tiba-tiba ditutup?”
“Sudah kubilang ada peraturan baru yang membuat kantor kalian ditutup.”
“Bacakan, Tuan Lee!”
“Mulai sekarang, perusahaan koran dengan kondisi yang tidak layak akan segera ditutup dan juga jika koran itu banyak tidak diterima, atau dengan kata lain tidak laku juga akan segera ditarik.”
“Kantor kami layak! Dan koran yang kami jual lumayan laku!”
“Tapi dari laporan yang kami terima, kantor kalian sudah tidak layak. Sudahlah, kalian juga punya pekerjaan lain selain mengurusi koran-koran tidak laku itu, kan?”
“Hya! Jangan kau kira karena kau punya kekuasaan jadi kau menghina perusahaan kami!”
Chanyeol menarik kerah lelaki itu sampai beberapa petugas keamanan menjauhkan Chanyeol dari Tuan Lee.
“Pegawainya saja tidak punya etika, untuk apa aku menyerahkan izin penerbitan untuk kalian?”
“Baekhyun, bawa Chanyeol keluar, biar aku yang bicara dengan Tuan Lee.”
“Ne, Hyung.”
Baekhyun menarik Chanyeol sekuat tenaga karena Chanyeol lebih kuat darinya. Akhirnya Baekhyun berhasil membawa Chanyeol keluar gedung.
“Jangan marah-marah begitu, Channie.”
“Aku marah-marah untuk mendapatkan keadilan, Baekhyun!”
“Amarah tidak bisa menyelesaikan segala hal. Kau harus menahannya dulu.”
“Kau tidak mengerti perasaanku, Baekhyun. Perusahaan ini kudirikan bersama Suho-hyung karena orangtua kami yang sudah tiada ingin melihat anaknya meneruskan usaha mereka. Aku sudah gagal meneruskan usaha mereka!”
“Sudah, Channie...aku mengerti.”
“Sudah kubilang kau tidak akan pernah mengerti! Kau hanya memikirkan Sunny, Sunny, dan Sunny!”
“Kenapa kau tiba-tiba membawa Sunny?”
“Karena kau egois!”
“Mwo? Egois? Kenapa kau bisa menarik kesimpulan seperti itu?”
“Orang-orang susah karena kau mengurusi gadis itu terus! Kau membuat semua orang khawatir karena waktu itu kau diserang! Kalau kau menuruti perintahku untuk tidak menerima tamu, semuanya akan berjalan baik-baik saja!”
“Kenapa kau tiba-tiba menjadi orang yang sangat-sangat menyebalkan, Channie?”
“Sudahlah! Cari saja gadis itu sendiri! Tidak usah meminta bantuanku!”
“Lalu...siapa yang bisa kupercaya sekarang, Channie?”
Chanyeol terdiam, ia tatap namja yang selalu ingin dia lindungi itu. Betapa bodohnya, betapa jahatnya Chanyeol sudah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas pada Baekhyun. Perlahan amarahnya teredam. Baekhyun menunduk sambil menahan airmata yang bisa kapan saja meledak jika Chanyeol menyentuhnya atau mengeluarkan suara.
“Byunnie...”
“To-tolong jangan temui aku dulu beberapa hari kedepan. Aku ingin istirahat.”
“Byun Baekhyun.”
“Aku...aku benar-benar lelah, Channie. Dalam hidupku, aku mengenal banyak orang yang kini menjadi bagian yang indah dalam hatiku. Kau...kau salah satu bagian yang paling indah dibanding yang lain. Tapi...sepertinya hanya aku yang berfikir seperti itu.”
“Byunnie, maafkan aku. Aku—“
“Beritahukan semuanya lewat Kyungsoo. Aku akan mencari Sunny sendirian. Kau tidak usah ikut, Channie. Jebal.”
“Baekhyun, aku benar-benar minta maaf.”
“Aku akan menenangkan diriku dan hatiku, kau hanya harus menunggu, Channie.”
Baekhyun berbalik ingin meninggalkan Chanyeol, tapi Chanyeol langsung menahannya, membuat Baekhyun terpaksa mengeluarkan keahliannya dalam bela diri dan berlari meninggalkan Chanyeol.
“Baekhyun! Sial! Aku benar-benar bodoh! Kau sangat bodoh, Chanyeol! Kau bodoh!”
***
Baekhyun tahu harus kemana dia sekarang. Dia terus berada di taksi sampai sang supir bertanya berkali-kali pada Baekhyun. Tapi jawaban Baekhyun masih sama.
“Teruslah berjalan sampai aku bilang berhenti.”
Baekhyun mengeluarkan ponselnya yang rusak, dia genggam erat ponsel itu sampai layarnya agak pecah.
“Kenapa di saat-saat seperti ini kita tidak bisa dewasa, Channie? Aku sadar...aku terlalu egois untukmu. Aku sadar, Channie.”
Airmata Baekhyun perlahan mengalir hangat membelai pipi itu, hingga penyesalan itu muncul lagi.
“Maafkan aku, tapi untuk beberapa saat lagi...tolong lupakan aku.”
Baekhyun memandang ke luar jendela. Jalan ini...jalan yang sama seperti sebelas tahun yang lalu. Jalan yang sering dia lalui bersama Sunny dan Jino saat sekolah dulu. Jalan yang membuatnya kembali teringat pada senyum tulus kedua sahabatnya.
“Ahjussie, kau bisa berhenti di sini.”
Setelah membayar ongkos sekaligus meminta maaf karena membuat susah lelaki itu yang harus mengantarkan Baekhyun ke jalan raya menuju SMPnya yang letaknya memang jauh dari pusat Seoul. Dulu Baekhyun, Jino, dan Sunny memang bersekolah di sekolah yang berada di pinggiran Seoul ini, lalu karena cita-cita mereka untuk sekolah di pusat Seoul, akhirnya mereka sepakat untuk pindah ke pusat Seoul. Dan di sinilah, Baekhyun, di sebuah jalan raya yang di pinggirnya terdapat pohon-pohon rindang yang menyejukan. Setiap Baekhyun sedih, dia selalu ke tempat ini tanpa diketahui siapapun. Biasanya Baekhyun akan menyewa sepeda sebelum berjalan-jalan ke tempat ini, tapi kali ini Baekhyun ingin berjalan kaki saja untuk berlama-lama di sana.
Baekhyun menghirup udara segar nan dingin yang diantarkan para pohon rindang yang mengelilinginya itu dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia merasa sebagian bebannya bisa keluar dari hembusan karbon dioksida yang ia keluarkan. Baekhyun sempat berfikir, manusia itu tidak adil karena membuang gas itu pada tumbuhan, sehingga tumbuhan harus menghirupnya dan menggantikannya dengan udara segar yang kemudian dihirup lagi oleh manusia. Akhirnya pada malam hari, tumbuhan akan merebut udara untuk manusia. Tapi bukankah itu sudah ditentukan? Semua itu adalah skenarioNya yang sangat indah. Begitu juga kehidupan Baekhyun yang sekarang. Semua kejadian yang ia alami beberapa hari ini sudah ditentukan dan Baekhyun percaya semuanya akan berakhir indah.
“Tuhan...bukannya aku tidak bisa menerima keputusanMu. Hanya saja...”
Baekhyun tidak bisa melanjutkan kata-katanya, karena jika dia berusaha melanjutkannya, perasaannya akan terus melumpuh.
“Aku tidak bisa melindungi sahabatku sendiri, aku juga bersikap egois pada teman-temanku, bahkan...aku tidak bisa menghentikannya untuk berbuat jahat.”
Baekhyun mulai melangkah, desiran angin lembut menerpa wajahnya dan terasa dingin ketika angin itu menyentuh airmata yang menggenang di mata Baekhyun.
“Andai aku punya keberanian untuk melawannya...”
Baekhyun terus berjalan sambil dipandangnya sekeliling jalan yang selalu berhasil membuatnya ingat pada aksi kejar-kejarannya bersama Jino dan Sunny.

“Hya! Tunggu aku!”
“Kau terlalu lamban, Byunnie! Masa’ kau kalah dengan Sunny! Hahaha!”
“Benar kata Jino! Kau harus lebih cepat mengayuh sepedamu! Kalau tidak, kami akan selalu meninggalkanmu!”

Sejak saat itu, Baekhyun selalu berlatih sepeda di jalan ini. Sampai saat dia kelas 2 SMP, dia bisa mengikuti perlombaan sepeda tingkat kabupaten dan keluar sebagai juara dua.

“Kau benar-benar hebat, Byunnie! Sekarang kau bukan lelaki lemah yang ketinggalan lagi!”
“Jino, sepertinya sekarang kita harus memanggilnya Master Sepeda Baekhyun!”
“Benar, Sunny. Sekarang kau adalah Master Sepeda Baekhyun!”

Baekhyun terus berjalan menyusuri jalan sepi itu. Di tengah perjalanan, Baekhyun melihat kursi kayu berwarna hijau tua yang umurnya sudah sangat tua, kursi yang dulu selalu mereka tempeli stiker kartun, tapi semuanya selalu dibersihkan oleh petugas di sini. Baekhyun duduk sambil mengelus pinggiran kursi itu sampai tangannya menemukan sebuah pahatan yang dulu dibuat Jino dan Sunny untuk ulangtahunnya. Hanya bekas itu yang tidak bisa dihapus oleh petugas.

“Byunnie pasti suka pahatan yang kita buat, Jino.”
“Tentu saja.”
“Kira-kira bagaimana tanggapan Byunnie pada pahatan ini, ya?”
“Dia pasti akan tersenyum sepanjang hari!”

Baekhyun tertawa kecil mengingat kenangan yang itu. Kedua sahabatnya tidak sadar jika Baekhyun memerhatikan mereka diam-diam. Baekhyun membaca pahatan itu.

Byunnie, Sunny, Jino jjang! Semoga selamanya, kita akan bersahabat dan tidak akan melupakan semua kejadian yang pernah kita lalui bersama. Byunnie, kau yang terbaik!

Airmata yang dia tahan sejak tadi tidak bisa lagi berkompromi, akhirnya bulir air itu meluncur bebas dari matanya.
“Aku benar-benar merindukan kalian. Aku ingin mengembalikan semuanya seperti semula. Sunny, kau di mana? Jino, jebal...hentikan semua ini.”
Tanpa Baekhyun sadari, seseorang sedang memerhatikannya dari balik pohon yang tidak jauh dari tempat Baekhyun berada. Airmata orang itu pun jatuh.
“Maafkan aku, Byunnie...”
***
Sementara Baekhyun sedang mengenang masa lalunya, Chanyeol masih merutuki kebodohannya. Suho yang masih bersamanya berniat untuk berbicara pada Chanyeol saat lelaki itu sudah mulai tenang, tapi setengah jam berlalu Chanyeol belum juga tenang. Akhirnya Suho menepuk pundak Chanyeol, dan benar saja, Chanyeol hampir memukulnya.
“Eh, mi-mianhae, Hyung.”
“Kau kenapa sih? Baekhyun kemana?”
“Dia marah padaku, Hyung.”
“Ba-bagaimana bisa? Bukankah kalian masih baik-baik saja tadi? Kau apakan dia?”
“Aku...memarahinya. Tapi itu karena dia terus menggangguku.”
“Mengganggu bagaimana?”
“Aaa! Ini salahku, Hyung! Aku memarahinya karena dia menenangkanku! Dasar Chanyeol bodoh!”
“Memangnya bagaimana kau memarahinya? Apa itu menyinggung perasaannya?”
“Tentu saja, Hyung. Aku bilang Baekhyun terlalu egois karena selalu memikirkan Sunny.”
“Ish, saat kau marah, kau selalu membuat semuanya berantakan. Apa kau tidak minta maaf padanya?”
“Aku sudah minta maaf, Hyung. Tapi dia masih sakit hati kelihatannya.”
“Kalau kata maaf sudah tidak mempan, lakukan hal lain yang bisa menenangkan hatinya.”
“Seperti apa?”
“Menebus perkataanmu tentang Sunny dan sifat egois Baekhyun mungkin?”
Chanyeol berfikir agak lama, lalu beberapa saat kemudian dia menemukan titik terang.
“Ahiya! Aku akan berpura-pura menemui Sungmin-ssie sebagai wartawan. Dengan begitu aku bisa membantu Baekhyun menemukan Sunny.”
“Tapi apa akan berhasil?”
“Aku akan melakukan apapun demi Baekhyun, Hyung.”
***
Setelah memersiapkan peralatan wartawan bohong-bohongan (walaupun Chanyeol memang wartawan asli, tapi kantornya masih disegel, jadi dia harus menyamar). Chanyeol segera pergi ke kediaman Sungmin bersama Kai. Setelah meyakinkan pelayan, akhirnya mereka berdua bisa masuk. Betapa terkejutnya Kai dan Chanyeol saat melihat kediaman Sungmin, rumah itu benar-benar mewah dan juga terdapat banyak lukisan di semua dinding. Ada satu lukisan yang menarik perhatian Chanyeol, lukisan berisi dua anak lelaki dengan seorang anak perempuan, Chanyeol yakin itu lukisan buatan Sunny, dan tiga anak itu adalah Baekhyun, Jino, dan Sunny.
Jika Kai tidak menyadarkan Chanyeol, mungkin Chanyeol akan terlena pada lukisan-lukisan di sana. Sungmin keluar bersama beberapa pelayan di belakangnya. Bagai seorang pangeran, Sungmin duduk di kursi super mewah yang sepertinya memang khusus untuknya. Orangtua Sungmin tidak terlihat, mungkin mereka tinggal terpisah.
“Kalian wartawan dari koran apa?”
“Ka-kami...”
“Oiya, aku lupa, silahkan duduk.”
Kai dan Chanyeol duduk bersamaan, terlihat sekali, mereka gugup.
“Kami dari koran That’s news! Sebenarnya kantor kami ditutup sementara, tapi kami yakin sebentar lagi akan dibuka lagi. Kami kesini hanya ingin memastikan kebenaran berita yang diberikan detektif Jino pada kami,” jelas Chanyeol. Sungmin kelihatannya tidak curiga, dia masih tenang dan malah menyuruh pelayannya menyediakan minuman dan makanan kecil untuk dua wartawan bohongan itu, menunjukan Sungmin memang ingin diwawancara, atau lebih tepatnya, lebih meyakinkan media untuk kasus Sunny.
“Apa yang ingin kalian pastikan?”
“Masalah tentang roh Sunny yang gentayangan.”

BRAKK

Sungmin menggebrak meja kaca di depannya, membuat Chanyeol dan Kai sedikit terlonjak.
“Siapa yang berani mengatakan roh adikku gentayangan?”
“Lho? Detektif Jino bilang kalau Anda menceritakan itu pada media. Tapi detektif Jino menyembunyikannya demi kebaikan Sunny.”
“Aku tidak pernah menceritakan itu! Aku hanya mengatakan kalau Soonkyuku sudah meninggal! Soonkyu pasti tenang di alam sana!”
“Ma-maaf, kenapa Anda memanggil Sunny dengan nama aslinya?”
“Di luar aku memang memanggilnya Sunny, itu keinginannya sejak SMP dulu. Tapi aku sangat tidak suka dengan panggilan itu, karena panggilan itu...”
“Panggilan itu kenapa, Sungmin-ssie?”
“Hei, bukankah kalian hanya ingin memastikan? Kepastiannya, aku tak pernah menceritakan tentang roh Soonkyu yang menemui seorang temannya. Aku juga tidak percaya pada cerita teman Soonkyu.”
“Kalau kau tidak percaya, kenapa kau menghubungi Baekhyun di malam pemakaman Soonkyu?” Tanya Chanyeol mulai sinis pada sikap Sungmin yang mengatakan hal jelek tentang Baekhyun.
“Kau kenal Baekhyun? Eh? Astaga! Kenapa aku tidak sadar pada nama koran kalian!”
“Ne, Baekhyun bekerja di redaksi ini. Kenapa, Hyung? Kenapa kalau kau tidak percaya pada Baekhyun, kau menelponnya malam itu?”
“A-apa kalian orang yang bisa dipercaya?”
“Baekhyun adalah orang yang sangat kucintai. Aku akan melakukan apapun untuk mengembalikan senyumnya, terutama menemukan sahabatnya yang dia percaya masih hidup.”
Sungmin menatap Chanyeol lekat, dia tahu tatapan mata itu, dia ingat siapa orang yang sebelumnya punya tatapan itu, seorang yang selalu ingin dia jauhkan dari Sunny, Jino dan Kyuhyun. Tapi tatapan ini berbeda, tatapan ini sangat tulus, Sungmin bisa merasakan hatinya meluruh bagai es yang mencair karena sinar hati Chanyeol. Sungmin menyunggingkan senyum walaupun airmatanya sudah menggenang di pelupuk mata indahnya.
“Ikutlah denganku.”
“N-nde?”
“Hanya sebentar, mungkin itu bisa mengembalikan senyum Baekhyun.”
“Baik.”
Sungmin berdiri lalu mengulurkan kedua tangannya pada Chanyeol dan Kai. Kedua namja itu sebenarnya bingung, tapi tapi mencoba mengikuti apa yang Sungmin minta. Chanyeol dan Kai menggapai tangan itu.
“Para pelayan, kalian tidak boleh mengikuti kami.”
“Baik, Tuan.”
---
Sungmin mengajak Chanyeol dan Kai ke kamarnya. Di kamar megah itu juga terdapat banyak sekali lukisan. Lukisan yang sangat indah dan membuat siapa saja betah berada di kamar itu walaupun seharian. Sungmin melepaskan pegangannya dan mendekati lemarinya dan mencari sesuatu. Setelah mendapatkannya, Sungmin membawanya sambil mendekati Chanyeol dan Kai.
“Duduklah.”
“Baik, Sungmin-ssie.”
Setelah Chanyeol dan Kai duduk, Sungmin ikut duduk sambil meletakan benda itu di atas meja.
“Kalian tahu isi kotak ini? Maksudku, bisakah kalian menebaknya?”
“Aku rasa sesuatu yang berharga,” tebak Kai.
“Ne, aku juga berfikir begitu.”
“Benar, isi kotak ini adalah semua barang berharga Soonkyu.”
Sungmin membuka penutup kotak dan terpampanglah banyak surat dan beberapa benda manis. Tapi yang menarik perhatian Chanyeol hanya satu, foto Baekhyun.
“Semuanya adalah barang kenangan Sunny bersama Baekhyun dan Jino.”
Sungmin kembali tersenyum lalu mengambil foto Baekhyun.
“Aku mencurinya.”
“Mencuri?”
“Ne, aku mencuri semua benda berharga ini dari kamar Soonkyu. Sebaik apapun gadis itu menyembunyikannya, tapi aku bisa menemukannya dengan mudah, karena aku punya kaki tangan yang berperan sebagai pelayannya.”
“Tapi kenapa Anda mencurinya?” Tanya Kai mulai penasaran.
“Karena aku ingin mengetahui kebenaran itu.”
“Kebenaran apa, Hyung?”
Sungmin menatap Chanyeol sekilas.
“Kebenaran tentang hubungan Jino dan Soonkyu yang tidak kuketahui sebelumnya. Padahal aku sudah melarangnya habis-habisan untuk berhubungan dengan Cho Jinho. Tapi...Soonkyu tetap menjalin hubungan itu.”
“Kenapa Anda melarang mereka berhubungan?”
“Karena aku tahu dia bukan lelaki yang baik. Aku tahu semuanya, aku masih ingat dengan wajah mereka di Panti Asuhan dulu. Aku...aku takut mereka berniat jahat pada Soonkyu.”
“Pa-Panti Asuhan?”
“Ne, sebenarnya Cho Jinho dan Cho Kyuhyun adalah kakak-beradik. Aku sudah menyelidikinya lewat orang kepercayaanku.”
“Lalu apa masalahmu dengan status mereka yang pernah tinggal di Panti Asuhan?” Kai mulai antusias, dia memang tidak pandai menganalisa seperti Chanyeol, tapi Kai mampu merekam semuanya dengan baik terutama kasus-kasus seperti ini.
“Bukan masalah status mereka, tapi tentang aku yang pernah menyakiti mereka,” Sungmin terdiam sejenak, lalu kembali bercerita, “dulu saat orangtuaku mengadakan acara di Panti Asuhan tempat mereka tinggal, aku menemukan Soonkyu yang sedang bermain dengan Jinho, aku tidak suka itu, karena mereka memainkan permainan yang membahayakan Soonkyu, jadi aku melarang Jinho mendekati Soonkyu dengan memarahinya. Kurasa mereka sakit hati.”
“Tapi apa hanya itu alasan mereka ingin mencelakai Sunny?” Kini giliran Chanyeol yang bertanya, karena dia merasa ada yang aneh dengan motif itu.
“Aku tidak tahu, yang pasti mereka ingin membuatku merasakan sakit yang mereka rasakan dulu.”
“Tidak, rasanya bukan itu saja masalahnya. Pasti ada alasan lain yang membuat mereka membenci keluargamu, Sungmin-hyung. Kalau tidak ada, untuk apa mereka sampai menyakiti Baekhyun?”
“Sudah kuduga mereka akan menggertakku dengan cara ini.”
“Ne, seminggu yang lalu Baekhyun masuk rumah sakit karena ada yang menyerangnya. Aku yakin orang itu adalah Cho Kyuhyun yang menghilang dari London.”
“Mana mungkin dia? Bukankah Cho Kyuhyun masih ada di London sekitar tiga hari yang lalu?” Tanya Kai.
“Aku punya alasan lain, kasus itu memang baru mencuat karena Kyuhyun menghilang tiga hari yang lalu, tapi ada saksi bilang sikap Kyuhyun tidak seperti biasanya sejak dia kembali ke London. Kalau tidak salah Kyuhyun pergi saat pemakaman Sunny, kan? Apa kalian tidak berfikir kalau Kyuhyun yang ada di London itu hanya Kyuhyun palsu?”
“Kau tidak punya bukti, Chanyeol.”
“Ne, bukti, itulah yang harus kucari sekarang.”
“Jadi, Sungmin-hyung, apa yang kau maksud dengan mengembalikan senyum Baekhyun-hyung?”
“Ahiya, aku ingin memberikan lukisan yang Soonkyu buat untuknya. Lukisan ini dibuat Soonkyu saat Baekhyun lomba sepeda beberapa tahun yang lalu. Dia tidak berani memberikannya karena tidak mau menciptakan kesenjangan pada persahabatan mereka.”
“Tapi kalau Sungmin-hyung tidak suka pada Jino, untuk apa Sungmin-hyung menyerahkan kasus itu pada Jino?”
“Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saat aku datang Jino sudah ada di tempat otopsi dan bertanya banyak hal tentang kasus ini. Aku tidak bisa menolaknya karena banyak media yang meliput kejadian itu.”
“Tapi kenapa Sungmin-hyung berbohong tentang Sunny pada Baekhyun?”
“Karena aku tahu, orang yang akan ditanyai tentang Soonkyu adalah Baekhyun. Jino pasti langsung menemui Baekhyun untuk memastikan cerita bohongku pada media.”
“Ada satu pertanyaan lagi, dimana Sunny?”
***
Chanyeol berharap Baekhyun akan datang ke kantor That’s news!, tapi sampai sore setelah menemui Sungmin tadi, Baekhyun tak kunjung datang. Suho dan lainnya yang menemani Chanyeol menunggu Baekhyun mulai menyadarkan Chanyeol.
“Channie, mungkin Baekhyun sudah pulang.”
“Belum, Suho-hyung. Dia belum pulang. Tadi Kyungsoo sudah mengeceknya di apartemen.”
“Hyung, mungkin Baekkie-hyung memang sudah pulang sekarang. Ayo kita ke apartemen.”
“Kyungsoo, bagaimana saat Baekhyun datang tak ada orang di sini? Bagaimana jika dia membutuhkanku aku tidak ada di sini?”
“Hyung...”
“Kalau kalian ingin pulang, kalian pulang saja duluan.”
“Maafkan kami, kami harus pulang sekarang, Chanyeol.”
“Tidak apa-apa, Suho-hyung. Aku akan tetap di sini.”
“Jika Baekhyun-hyung pulang, aku akan langsung menghubungi Channie-hyung.”
Chanyeol hanya mengangguk.
“Jangan lupa hangatkan tubuhmu, sepertinya salju akan turun lagi. Sayang kau tidak bisa menunggu Baekhyun di dalam, kantor ini masih disegel,” ucap Suho.
“Ne, gomawo karena kalian mau menemaniku sampai sore.”
“Jika Baekkie-hyung datang ke sini, tolong langsung hubungi kami, Hyung.”
“Pasti, Kai.”
“Sehun, kau tidak pulang?”
“Tidak, Suho-hyung. Aku mau menemani Channie-hyung.”
“Baiklah, kami tinggal dulu, ya,” pamit Suho diikuti yang lain.
“Hati-hati di jalan.”
Selepas kepergian Suho dan yang lain, Chanyeol dan Sehun berdiam diri beberapa lama. Sampai Sehun memulai pembicaraan.
“Hyung.”
“Nde?”
“Aku benci sekali padamu.”
Chanyeol tidak bisa membalas perkataan Sehun. Karena dia juga sangat membenci dirinya yang sekarang.
“Kau memarahi Baekhyun-hyung sampai Baekhyun-hyung menyuruhmu menjauhinya, dia pasti sangat sedih.”
“Aku memang bodoh, Sehun.”
“Iya! Kau memang sangat bodoh, Hyung!”
Chanyeol bahkan tidak berani menatap Sehun.
“Kau membiarkan Baekhyun-hyung pergi, bahkan beberapa hari yang lalu kau tidak menjaganya sampai dia harus masuk rumah sakit! Apa aku harus mengajarimu?”

BUG

Satu pukulan menghantam pipi Chanyeol. Tubuh Chanyeol terhempas ke dinding di dekatnya karena pukulan itu.
“Itu balasan yang ingin kuberikan padamu, Hyung.”
“Pukul aku, bahkan kau boleh membunuhku sekarang, Sehun. Aku memang bodoh.”
“Kalau aku membunuhmu, Baekhyun-hyung akan bertambah sedih, aku tidak mau itu terjadi. Sebaiknya kau cari dia, Hyung. Hari sudah hampir malam.”
“Aku harus mencari kemana, Sehun?”
“Pergi ke tempat itu.”
“Kemana?”
***
Pergi diam-diam bukan berarti orang lain tidak tahu kemana Baekhyun akan pergi saat dia sedih. Sehun diam-diam selalu mengikuti Baekhyun ke tempat itu. Jalanan yang selalu menghibur Baekhyun dengan segala kenangannya. Setelah Sehun memberitahu Chanyeol dimana Baekhyun berada, namja tinggi itu langsung menuju ke sana. Dan benar, Baekhyun masih ada di sana, padahal hari sudah hampir malam. Baekhyun masih duduk di kursi kayu itu sambil memandangi orang yang sesekali lalu lalang di depannya. Udara dingin tidak menghalangi Baekhyun selama kegiatannya itu bisa menenangkan pikirannya.
“Sudah kubilang kan, jauhi aku untuk sementara.”
Ternyata Baekhyun menyadari kedatangan Chanyeol. Karena sudah terlanjur ketahuan, Chanyeol berjalan mendekati Baekhyun dan duduk di sampingnya.
“Kau tidak usah menatapku jika kau tidak mau, Byunnie.”
Baekhyun tidak menjawab dan terus diam. Di balik tangannya yang sudah hampir membeku, masih digenggamnya pahatan dari Jino dan Sunny.
“Udara di sini lebih dingin daripada di kota.”
Baekhyun menoleh sekilas dan langsung mengedarkan kembali pandangannya ke jalanan.
“Tentu saja, dataran di sini lebih tinggi.”
Chanyeol tersenyum kecil karena Baekhyun mau menanggapi perkataannya.
“Apa kau cukup hangat dengan mantel itu? Kenapa tidak bawa syal?”
Baekhyun tidak menjawab. Chanyeol perlahan mendekatkan tubuhnya pada Baekhyun.
“Jika kau masih sakit hati karena kejadian tadi pagi...aku akan mencabut semua perkataanku. Aku akan membantumu mencari Sunny dan—“
“Tidak usah. Aku akan mencarinya sendiri.”
“Baekhyun, tolong maafkan aku.”
“Aku tidak marah padamu, Channie. Setelah kupikirkan baik-baik di sini, aku memang egois. Aku tidak pernah bisa memahami perasaan Channie. Aku selalu menceritakan Sunny tanpa memikirkan perasaan Channie.”
“Anyeo, Baekhyun. Kau sama sekali tidak egois.”
“Lalu apa, Channie? Jahat?”
“Anggaplah semua perkataanku tentangmu tadi pagi salah. Kau adalah satu-satunya orang yang bisa memahamiku, Baekhyun. Bahkan kedua orangtuaku yang sudah tiada tidak bisa memahamiku sebaikmu.”
Baekhyun melepaskan genggaman pada pahatan itu lalu memegangi dadanya. Dia ingin mengontrol detak jantungnya yang berdetak kencang.
“Sekarang kita baikan, ya? Aku berjanji tidak akan marah-marah dan menyinggung perasaanmu lagi.”
“Jangan, Channie.”
“Nde?”
“Jangan berhenti memarahiku saat aku berbuat salah. Karena...aku bisa memerbaiki sifatku karena omelanmu.”
Chanyeol tersenyum lagi, sekarang lebih lebar. Chanyeol melingkarkan tangannya pada pundak Baekhyun dan menuntun kepala Baekhyun menyandar di dadanya.
“Sekarang sudah hangat, kan?”
“Hem.”
“Ayo pulang, Baekhyun.”
“Jangan dulu, Channie. Aku dan kedua sahabatku sudah melalui banyak hal di sini. Sekarang aku juga ingin membuat kenangan indah denganmu di sini.”
“Jadi kenangan apa yang ingin kau buat denganku?”
“Bersandar seperti ini juga sudah lumayan indah.”
“Kau tidak mau yang lain?”
“Mau apa lagi?”
“Misalnya...berciuman?”
“Tidak ah, lain kali saja.”
“Ish, kau ini.”
“Lain kali saja, Channie.”
“Aaa, aku maunya sekarang.”
“Tidak mau!”
“Kau bahkan sudah mencium orang lain!”
“Memangnya siapa yang kucium?”
“Kyungsoo.”
“Aish, dia kan adikku!”
“Kalau begitu kau belum pernah berciuman dengan orang lain?”
“Belum.”
“Sama.”
Baekhyun tertawa karena pembicaraan ini. Dia berjanji, kejadian malam ini tidak akan pernah dia lupakan. Bersama lelaki ini. Bersama lelaki yang dicintainya.
“Saranghae, Byunnie.”
“Nado saranghae.”
“Kau harus ingat sesuatu, Baekhyun. Aku masih di sini dan akan selalu begitu, menjadi orang yang bisa kau percaya selamanya.”
“Ne, Channie.”
“Jadi kau tahu kan apa jawaban dari petanyaanmu tadi pagi?”
“Pertanyaan yang mana?”
“Ish, dasar pelupa. Ayo ingat-ingat lagi.”
“Ooh...yang itu.”
“Jadi apa jawabannya?”
“Orang yang bisa kupercaya adalah Park Chanyeol. Park Chanyeol si namja tinggi, galak, cerewet, acuh...”
“Hya!”
“Hahahaha, kau juga boleh mengatakan semua sifatku.”
“Aku mencintai Byun Baekhyun yang pendek, lelet, tidak bisa mengalahkanku berlari, bodoh, bawel, sok berani, dan...dicintai Park Chanyeol.”
Mereka kembali terdiam, tapi senyum tidak lupa menghias wajah mereka. Dalam diam itu, Baekhyun dan Chanyeol bisa mendengar detak jantung mereka berirama bersama. Sangat indah...
***
Chanyeol mengantarkan Baekhyun ke apartemennya. Baekhyun menyuruh Chanyeol pulang, tapi Chanyeol bilang dia ingin menginap lagi di apartemen itu. Akhirnya setelah perdebatan kecil, Baekhyun mengizinkan Chanyeol menginap lagi.
Baekhyun membuka pintu apartemennya, suasana di dalamnya sangat gelap, Baekhyun pikir Kyungsoo sudah tidur. Baekhyunpun menyalakan lampu. Betapa terkejutnya Baekhyun saat mendapati Kyungsoo yang tergeletak di lantai ruang tamu dan mulutnya mengeluarkan banyak darah. Baekhyun langsung berlari menghampiri Kyungsoo dan memeriksa denyut nadi Kyungsoo.
“Chanyeol! Hubungi ambulan!”
“Sial! Ini pasti perbuatan orang yang menyerangmu waktu itu, Baekhyun! Dia mengirimi Kyungsoo kue ini!”
“Orang itu...aku tidak akan melepaskannya lagi.”


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini