Senin, 05 November 2012

A Fanfiction - Still Here_Baekyeol/Chanbaek Chapter SIX


Still here


Tittle: Still here
Author: Fie
Genre: Mystery, romance, Shounen-ai (Boys Love), drama
Rated: 15+
Pairing: Baekyeol/Chanbaek
Length: multichapter
Main Cast
- Byun Baekhyun
- Park Chanyeol
- Cho Jinho (Jino)
- Lee Soonkyu (Sunny)
- Lee Sungmin
- Cho Kyuhyun

Support Cast
- Kim Jongin (Kai)
- Oh Sehun
- Do Kyungsoo (D.O)
- Kim Joonmyun (Suho)
- Kim Minseok
- Xi Luhan



Summary:

Aku masih di sini dan akan menjadi orang yang bisa kau percaya sampai kapanpun.


ENAM



“Chanyeol! Hubungi ambulan!”
“Sial! Ini pasti perbuatan orang yang menyerangmu waktu itu, Baekhyun! Dia mengirimi Kyungsoo kue ini!”
“Orang itu...aku tidak akan melepaskannya lagi.”
Chanyeol segera menghubungi rumah sakit dan tidak lama kemudian ambulan datang. Baekhyun terus menggenggam tangan Kyungsoo sambil menatap wajah adiknya dengan raut dendam. Chanyeol yang menemaninya ingin menenangkan Baekhyun, tapi ia rasa ini bukan saat yang tepat. Suara gemeretak gigi Baekhyun terdengar jelas, menandakan Baekhyun sedang sangat marah.
“Byunnie, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit.”
“Selama Kyungie dirawat, tolong temani dia. Aku harus ke suatu tempat sebentar.”
“Kemana, Baekhyun?”
“Aku harus ke rumah Sunny, aku ingin menemui Sungmin-hyung.”
“Untuk apa?”
“Pokoknya aku harus menemuinya.”
“Apa kamu mau...”
“Tidak, untuk masalah seperti ini aku akan menyerahkan semuanya padamu.”
“Lalu?”
“Aku belum bisa mengatakannya, Channie. Aku yakin kau bisa menemukannya sendiri.”
“Baiklah, aku tidak akan mengekangmu, Byunnie. Lakukan semua keputusan terbaikmu. Aku hanya bisa mengingatkan, pakai hatimu, jangan amarahmu.”
“Gomawo, Channie. Tolong hubungi aku jika Kyungsoo sudah bangun, aku memegang ponselnya,” ucap Baekhyun sambil menimang ponsel Kyungsoo.
“Pasti, Byunnie. Kau juga, segera hubungi aku jika kau butuh bantuan.”
Baekhyun mengangguk dan berlalu. Dia kepalkan tangannya untuk menahan semua amarahnya, hentakan langkah Baekhyun terdengar berat tapi mampu menghasilkan bunyi nyaring di lantai rumah sakit. Dia benar-benar marah.
“Tidak ada yang boleh menyakiti adik kesayanganku.”
Chanyeol memandangi Baekhyun sampai kekasihnya itu menghilang dari hadapannya. Chanyeol tidak mencemaskan Baekhyun, karena dia tahu apa yang akan dilakukan Baekhyun.
“Aku akan membantumu, Baekhyun. Selalu.”

***

Baekhyun tiba di kediaman keluarga Lee. Dia langsung meminta penjaga memanggilkan Sungmin tanpa menerima ajakan masuk. Sesaat kemudian, sang pelayan keluar tanpa Sungmin.
“Tuan Sungmin sedang tidak ada di rumah, Tuan.”
“Aku tahu kau berbohong. Katakan, orang yang bertemu dengannya adalah Byun Baekhyun.”
“Tapi Tuan Sungmin benar-benar tidak ada, Tuan.”
“Kalau begitu biarkan aku masuk ke kamarnya.”
“Tidak boleh, itu menyalahi aturan, Tuan Byun.”
“Aku akan terus menunggunya. Pokoknya aku harus bertemu dengannya.”
“Silahkan Anda menunggunya.”
Pelayan lelaki itu masuk dan menutup pintu. Baekhyun terus berdiri di sana karena dia tahu, Sungmin ada di rumah.
“Aku akan menunggumu! Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau keluar!”

10 menit...
15 menit...
25 menit...
30 menit...

Krett

“Masuklah.”
“Akhirnya kau keluar, tidak sia-sia aku menunggumu.”
“Masuklah, Baekhyun.”
“Tidak, Hyung. Aku ingin bicara denganmu di sini.”
“Apa yang ingin kau bicarakan?”
“Jangan sentuh adikku!”
“M-mwo?”
“Kalau kau berani menyentuh adikku, aku tidak akan segan-segan membunuhmu!”
“Apa yang kau bicarakan, Baekhyun?”
Baekhyun tidak menjawab pertanyaan Sungmin dan langsung berlari pergi.
“Baekhyun! Apa maksudmu?!”
Baekhyun tersenyum kecil, sebuah senyum yang menyiratkan sesuatu. Seperti ada yang sedang dia rencanakan.

***

Ponsel Kyungsoo bergetar saat Baekhyun tiba di depan gerbang rumah sakit. Panggilan dari Chanyeol itu sengaja tidak dia angkat karena dia akan tiba di UGD sebentar lagi.
“Channie!”
“Ah, Baekhyunnie. Tadi Dokter bilang Kyungsoo sudah melewati masa kritisnya.”
“Jadi sekarang kita boleh masuk?”
“Kyungsoo akan dipindahkan ke kamar rawat inap dulu.”
“Kau yang memesan kamarnya?”
“Ne.”
Tak berapa lama Kyungsoo yang belum sadarkan diri dibawa ke kamar inap diikuti Baekhyun dan Chanyeol. Keduanya belum memberitahu pada yang lain karena malam sudah cukup larut, mungkin besok. Setelah mendapat izin dari dokter dan pihak rumah sakit untuk menginap di kamar Kyungsoo, Chanyeol menyuruh Baekhyun tidur karena hari ini adalah hari yang panjang untuk Baekhyun. Tapi Baekhyun menolak karena ingin terus menatap wajah Kyungsoo sambil memegangi tangannya. Chanyeol akhirnya tidak lagi menyuruh Baekhyun tidur, mungkin malam ini mereka bisa mengobrol.
“Chanyeol, apa kau menemukan perkembangan dari kasus Sunny?”
“Mungkin iya, mungkin juga tidak.”
“Jawabanmu benar-benar menyebalkan.”
“Jika aku menceritakannya padamu, aku takut kau malah marah.”
“Ceritakan saja, Channie.”
“Uhm...sebelumnya aku ingin bertanya, menurutmu siapa orang yang benar-benar ingin tahu keberadaan Sunny?”
“Kita semua menginginkannya, Channie. Itu pertanyaan yang umum.”
“Coba dipikirkan baik-baik, Baekhyun. Kira-kira siapa orang yang dari awal pencarian sangat terobsesi menemukan Sunny?”
Sebenarnya Baekhyun tahu jawabannya, tapi dia terlalu takut untuk menjawab. Chanyeol tidak sadar pada perubahan sikap Baekhyun, dia kira itu hanya reaksi Baekhyun yang masih sedih melihat adiknya kritis. Malam semakin larut, tapi Baekhyun dan Chanyeol terus mengobrol. Di dalam obrolan itu begitu banyak penekanan pada perasaan Baekhyun, antara tidak percaya dan tidak mau percaya.
“Channie...”
“Ne, Byunnie?”
“Bagaimana jika...orang yang melakukan kejahatan adalah orang yang sangat kita sayang?”
Chanyeol terdiam, akhirnya Baekhyun menyadarinya. Dia yakin tadi Baekhyun menemui Sungmin untuk urusan itu.
“Bagaimana jika...aku tidak bisa membuktikan kalau dia tidak bersalah?”
“Baekhyunnie...”
“Aku melihat mata itu saat aku diserang. Walaupun itu bukan dia, tapi aku yakin mereka terikat. Sejak wisuda SMA dulu...aku tidak pernah percaya pada kenyataan itu, lebih tepatnya tidak bisa percaya, Channie.”
“Jika orang itu memang menyayangi kita, orang itu pasti akan segera mengaku.”
“Aku sangat menyayanginya, Channie...”
Baekhyun mengeratkan genggamannya pada tangan Kyungsoo. Walaupun hati Baekhyun begitu sakit, tapi tak sedikitpun airmata yang keluar. Karena dia begitu lelah.
“Kenapa harus dia, Channie, kenapa?”
Chanyeol memeluk Baekhyun erat. Chanyeol mencoba menghangatkan hati Baekhyun lewat pelukannya. Chanyeol kecup kening Baekhyun lembut lalu mengelus rambutnya.
“Aku akan mencoba untuk menyelesaikan semuanya, Baekkie. Kau juga...harus menyelesaikannya.”

***

Pagipun tiba, Chanyeol menggerak-gerakan lehernya seperti senam untuk kesekian kali, Chanyeol sengaja tidak tidur untuk menjadi sandaran Baekhyun yang sekarang sedang tertidur lelap di pundaknya. Kyungsoo juga belum sadar, sepertinya efek obat dari rumah sakit sangat kuat.
“Sudah pagi, sebaiknya kuhubungi yang lain.”
Chanyeol mengambil ponselnya dari saku kemejanya, kemeja yang dibelikan Baekhyun. Dia kirim pesan singkat pada Kai, Sehun, dan Suho. Mungkin ini masih terlalu pagi untuk mengabari mereka, tapi mau kapan lagi? Pikirnya. Lalu Chanyeol menatap Baekhyun yang tertidur sambil menggenggam tangan adiknya.
“Semua orang akan melakukan segalanya untuk orang yang mereka sayangi. Sama sepertiku. Aku juga akan memertahankan That’s news! Aku pasti akan mengambil izin itu lagi.”
Beberapa saat kemudian, Baekhyun mulai menggeliat, Chanyeol meregangkan rangkulannya untuk memberikan keleluasaan pada Baekhyun. Akhirnya Baekhyun bangun dengan menguap kecil. Ia usap matanya dengan tangan kiri sedangkan tangan yang lain masih menggenggam tangan Kyungsoo.
“Oh, aku tertidur, Channie.”
“Ne, kau kelihatan sangat lelah kemarin.”
“Kau tidak tidur?”
“Aku tidur sebentar.”
“Jangan berbohong padaku, Channie. Walaupun kau berbohong untuk menjaga perasaanku, aku tetap tidak suka. Tolong jujurlah padaku untuk semua hal, eoh?”
“N-ne, Byunnie.”
“Sekarang kau harus istirahat.”
“Aku tidur di sini saja, Byunnie. Tidak apa-apa, kan?”
“Kau kira ini hotel? Hanya anggota keluarga yang boleh menemani pasien, kau harus pulang, Channie.”
“Tapi saat kau sakit kan aku di sini.”
“Yasudah, terserah kau saja kalau mau terganggu dengan dokter yang mengobati Kyungie.”
“Tidak apa-apa, yang penting aku harus berada di sampingmu.”
“Ahiya, kau sudah menghubungi Kai dan yang lain, kan? Aku rasa Kai tidak keberatan jika dia kusuruh menemani Kyungie sampai aku kembali atau kau bangun.”
“Kau mau kemana?”
“Ada yang harus kuurus sedikit lagi. Kau tidak usah khawatir, bukankah kemarin kau kulumpuhkan dengan jurusku?”
“Itu karena aku lengah, bagaimanapun aku harus bersamamu, Byunnie.”
“Jangan, kau harus menjaga Kyungie sampai Kai datang.”
Chanyeol berfikir keras, cukup lama, membuat Baekhyun gemas pada sikapnya. Baekhyun tiba-tiba mengecup pipi Chanyeol untuk menyadarkan Chanyeol dari dunianya.
“E-eh, kau tidak minta izin dulu mau menciumku, ya.”
“Kau juga sering mengecup keningku tanpa izin. Sudahlah, kau tidak boleh tidur sebelum Kai dan yang lain datang. Kalau Kyungie bangun, bilang saja aku akan segera kembali.”
“Baiklah, kau masih bawa ponsel Kyungie, kan?”
“Ne.”
“Hati-hati, Baekhyun. Oiya, kau harus mandi dulu sebelum mengurusi urusanmu.”
“Hahaha, saat Kai datang kau juga harus mandi, ya.”

***

Pagi ini Baekhyun ingin menemui Jino di kantornya, sesibuk apapun lelaki itu, Baekhyun harus menemuinya. Sesampainya Baekhyun di kantor Jino, Jino kebetulan sedang merokok di luar karena di kantornya dilarang merokok.
“Jino-ssie.”
“Ba-Baekhyun, kenapa kau tiba-tiba datang ke sini?”
“Kyungsoo diracun.”
“Mwo? Kapan? Kenapa kau tidak langsung menghubungiku?”
“Bisakah kau ikut denganku ke apartemen? Ada yang harus kubicarakan.”
“Apa Chanyeol ikut?”
“Tidak, hanya kita berdua.”
“Tidak mau ah.”
“Ayolah, Jino...aku merindukanmu...,” goda Baekhyun sambil menarik tangan Jino.
“Hei-hei-hei, aku masih punya pekerjaan.”
“Sebentar saja, Jino.”
“Kau butuh bantuanku mengenai kasus Kyungie, kan? Jangan bohong.”
“Hehe, iya, aku membutuhkanmu untuk memeriksa rumahku. Aku lebih percaya padamu ketimbang namja tinggi itu.”
“Baiklah, tunggu sebentar, ya.”

***

Baekhyun dan Jino tiba di apartemen Baekhyun. Begitu Baekhyun membuka pintu, Jino membelalakan matanya, karena lantai ruangan itu masih tersisa darah Kyungsoo.
“I-itu darah Kyungie?”
“Ne.”
“Kejadiannya kemarin malam dan kau langsung pergi?”
“Tepat. Sebentar ya, kubersihkan dulu.”
“Ne. Aku akan memeriksanya setelah kau bolehkan, oiya, boleh aku duduk duluan?”
“Silahkan, Jino.”
Jino memandang darah itu sebentar lalu segera mengalihkannya pada Baekhyun yang datang dengan lap basah. Mata Baekhyun berkaca-kaca, menahan sesuatu yang terus menghantuinya. Begitu Baekhyun selesai, dia langsung ke dapur dan membuatkan minuman untuk Jino.
“Ini, minum dulu.”
“Baiklah.”
Baekhyun terus menatap Jino. Dia belum percaya pada perkataan Sunny maupun Chanyeol tentang Jino. Sahabatnya ini bukan pembunuh, bukan.
“Jino-ssie, aku mau menutup kasusku.”
“Nde?”
“Kasus tentang penyeranganku dan Kyungie. Aku ingin menutupnya.”
“Kau tidak percaya padaku?”
“Tidak, bukan begitu, Jino. Tadi kan aku bilang, kalau aku sangat memercayaimu. Hanya saja...sebaiknya kau fokus pada kasus Sunny.”
“Oiya, aku hampir lupa, Byunnie. Aku menemukan petunjuk baru, kemungkinan Sungmin-hyung menyembunyikan Sunny di sekitar rumah.”
“Darimana kau tahu?”
“Beberapa hari yang lalu aku mengikuti Sungmin-hyung. Dia pergi ke toko pakaian, tapi itu toko pakaian wanita, bukankah aneh? Sungmin-hyung kan tidak punya pacar. Dan lagi, Sungmin-hyung membawanya ke rumah.”
“Itu untuk Eommanya mungkin.”
“Lho, Eomma dan Appa Sungmin-hyung kan masih tinggal di pinggiran Seoul seperti orangtua kita.”
“Mungkin saat Sungmin-hyung berkunjung ke rumah orangtuanya, dia akan memberikan baju-baju itu pada Eommanya.”
“Tapi baju-baju yang dibeli itu untuk wanita seumuran Sunny.”
“Ah, aku sedang tidak nafsu membicarakan perkara itu.”
“Eh? Tumben, biasanya kau yang paling gencar dalam kasus ini.”
“Aku atau...kau?”
“A-aku juga kan sahabat Sunny, aku pasti juga gencar.”
“Oiya, kemarin aku bertemu dengan lelaki yang mirip sekali dengan hyungmu, Jino.”
“H-Hyungku? Hyungku kan...”
“Sudah meninggal? Aku tidak lupa, kok.”
“Baekhyun, aku datang ke sini bukan untuk mengobrol. Kalau kau mau menutup kasusmu, sebaiknya kita selesaikan di kantor.”
“Mana boleh...seorang detektif menyerah dalam sebuah kasus walaupun korban yang memintanya?”
“Te-tentu saja boleh. Kami bukan pemaksa.”
“Chanyeol sudah cerita banyak, banyak sekali.”
“Kau percaya pada detektif amatiran itu?”
“Amatiran? Walaupun aku lebih memercayaimu, bukankah kau sendiri yang bilang kalau Chanyeol sebenarnya bisa menjadi detektif handal?”
“Jangan terlalu percaya pada omongan pacarmu itu, Baekkie.”
“Aku memang tidak percaya.”
“Nah, kalau begitu aku boleh pergi sekarang?”
“Untuk apa terburu-buru, Cho Jinho?”
“Sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu.”
“Aku tidak pernah tahu alasannya karena aku takut kau marah jika aku menanyakannya. Tapi sekarang aku mau mendengar alasan kenapa kau tidak suka dipanggil dengan nama aslimu, Jino.”
“Kenapa sikapmu jadi aneh begini sih, Baekkie? Kau sudah mengenalku selama 6 tahun, sedangkan dengan Chanyeol? Paling-paling 2 tahun, kan?”
“Darimana kau tahu aku mengenalnya selama 2 tahun?”
“Aku hanya menebak, tebakanku jitu, bukan?”
“Iya, sangat-sangat tepat. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang belum kau jawab, Jino. Kenapa sih kau menyembunyikan semua jawaban itu?”
“Pertanyaan yang mana?”
“Kenapa kau tidak mau dipanggil Cho Jinho?”
“Aku hanya tidak suka saja.”
“Kau tidak suka atau takut?”
“Takut? Kenapa aku harus takut pada namaku sendiri?”
“Mungkin kau takut jika identitas aslimu ketahuan?”
“I-identitas? Sebenarnya kau sedang membicarakan apa sih?”
“Kemarin aku pergi ke jalan raya yang sering kita lalui saat SMP.”
“Ohya? Apakah masih sama? Kursi hijau tua yang dulu sering kita pasangi stiker masih ada, kan?”
“Ne, bahkan pahatan yang kalian buat untukku masih ada.”
“Fiuh...syukurlah kalau begitu.”
“Aku...”
Baekhyun terdiam agak lama, membuat Jino kebingunan dan mulai mendekati Baekhyun.
“Ada apa, Byunnie?”
“Setiap aku ke sana, orang yang pertama kali kuingat adalah Jino, baru kemudian Sunny di belakangnya. Itu karena...aku sangat percaya pada semua omongan Jino.”
“Ba-Baekhyunnie.”
“Aku selalu melihat sosok Jino sebagai sosok hyung yang kuat dan bertanggung jawab. Berhubung aku anak pertama, jadi itulah pertama kali aku merasakan kasih sayang kakak. Kadang-kadang, kalau kita sedang bermain, aku akan diam-diam memanggilmu Jino-hyung, tapi sepertinya kau tidak sadar. Kau juga yang selalu membantuku dalam kesulitan, entah itu dalam pelajaran atau perasaan. Maka dari itu...aku sangat menyayangi Jino.”
“Aku juga menyayangi Byunnie.”
“Tapi...aku takut jika suatu saat nanti Jino yang kusayang berubah menjadi sosok yang sangat kubenci.”
Jino terdiam, dia menatap Baekhyun lekat, karena...rahasia itu hampir terbongkar.
“Aku takut jika Sunny yang kusayang akan pergi karena perbuatanmu.”
“Baekhyunnie, aku harus pergi.”
“Tolong jangan lakukan itu, Jino. Jangan bunuh persahabatan ini.”
“Bukankah Chanyeol yang menceritakan semuanya padamu? Si ahli hipotesa itu kan yang menceritakannya?”
“Bukan hanya dia, Jino.”
“Lalu?”
“Sunny juga...sudah mengetahuinya.”
“Kau bilang kau percaya padaku, jadi kau harus tetap percaya padaku.”
“Hyungmu yang menyerangku dan Kyungie, kan?”
“Jika aku bisa menemukan Sunny lebih cepat, mungkin kalian tidak akan diserang.”
“A-apa?”
“Aku harus pergi.”
“Jino-hyung.”
“Tolong panggil aku Jinho, Byunnie. Aku merindukan nama itu.”
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Jika aku bisa menyelesaikan ini, aku akan menceritakannya padamu.”
“Jino...”
“Aku akan menemukan Sunny lebih dulu, Byunnie. Aku berjanji akan melindungi Sunny dengan nyawaku. Karena aku sudah terlanjur mencintainya. Dan setidaknya...kau mengerti perasaan Hyungku.”

***

FLASHBACK

Di malam mereka mengobrol, kemarin malam...

“Coba dipikirkan baik-baik, Baekhyun. Kira-kira siapa orang yang dari awal pencarian sangat terobsesi menemukan Sunny?”
“Aku tidak tahu.”
“Kau tahu, Byunnie. Aku yakin kau tahu.”
Baekhyun terus diam, tidak berani menjawab pertanyaan Chanyeol.
“Baekhyunnie, jawab.”
“Jino.”
“Baekhyun, aku bukannya mau menuduh Jino. Tapi...semua terasa ganjil setelah kau diserang seminggu yang lalu.”
“Ke-keanehan seperti apa, Chanyeol?”
“Tadi siang Sungmin-hyung yang menceritakannya padaku. Sebenarnya Jino itu adalah anak angkat keluarga Cho. Keluarga sebelumnya juga bermarga Cho, jadi tidak ada perubahan dalam namanya. Jino punya seorang hyung bernama...Cho Kyuhyun. Mereka berdua diadopsi saat Jino berumur 10 tahun, hanya sekitar 5 bulan setelah mereka masuk panti itu. Orang bernama Cho Kyuhyun itu juga dia selidiki, Kyuhyun adalah seorang mahasiswa di London dan baru lulus dua tahun yang lalu. Kyuhyun kembali ke Korea untuk bertemu dengan Soonkyu yang membuka galeri lebih dulu di Korea. Baru dua tahun kemudian atau dengan kata lain, tahun ini, Kyuhyun pulang ke London untuk mengejar strata 2 sekaligus mendirikan galerinya sendiri. Dua orang itu...mereka kakak-beradik.”
“Lalu apa penyebab kematian orangtua Jino?”
“Penyebabnya karena bunuh diri.”
“M-mwo?”
“Ne, modus bunuh diri itu tidak diketahui sebabnya sampai sekarang.”
“Lalu kenapa kau mencurigai Jino? Apa hubungannya dengan Sunny?”
“Apa kau tidak merasa aneh? Pertama, Jino selalu tahu keadaanmu tanpa kita beritahu. Kedua, Sungmin-hyung sama sekali tidak pernah menceritakan perihal kau bertemu dengan Sunny pada Jino. Lalu...kemana dia saat pemakaman Sunny? Apa dia bersembunyi untuk mencuri dengar pembicaraanmu dengan Sungmin-hyung?”
“Channie...”
“Ne, Byunnie?”
“Bagaimana jika...orang yang melakukan kejahatan adalah orang yang sangat kita sayang?”
“Bagaimana jika...aku tidak bisa membuktikan kalau dia tidak bersalah?”
“Baekhyunnie...”
“Aku melihat mata itu saat aku diserang. Walaupun itu bukan dia, tapi aku yakin mereka terikat. Sejak perpisahan itu...aku tidak pernah percaya pada kenyataan itu, lebih tepatnya tidak bisa percaya, Channie.”
“Jika orang itu memang menyayangi kita, orang itu pasti...akan segera mengaku.”
“Aku sangat menyayanginya, Channie...”
“Kenapa harus dia, Channie...kenapa?”
“Aku akan mencoba untuk menyelesaikan semuanya, Baekkie. Kau juga...harus menyelesaikannya.”

---

Tiga belas tahun yang lalu...

Baekhyun berkunjung ke rumah Jino bersama Sunny, tapi karena Sunny masih les, jadi Baekhyun datang pertama. Jino menyuruh Baekhyun menunggu di kamarnya. Saat Baekhyun melihat-lihat benda-benda di kamar Jino, tidak sengaja Baekhyun menemukan figura berisi foto Jino bersama seorang lelaki.
“Mirip sekali, apa ini hyung Jino?”

PRANG

Baekhyun terkejut mendengar bunyi gelas pecah dibelakangnya, tapi yang lebih mengagetkan saat Jino merebut figura yang sedang dia lihat.
“Siapa yang menyuruhmu untuk menyentuh barang-barangku?”
“Ma-maaf, Jino. Aku hanya penasaran pada figura itu. Dia hyungmu?”
“Ne.”
Jino memasukan figura itu ke laci meja kasar, seperti marah.
“Jeongmal mianhae, Jino. Aku benar-benar tidak tahu.”
“Sudahlah, lupakan saja.”
Baekhyun membantu Jino membersihkan gelas yang pecah tadi.
“Kemana hyungmu, Jino?”
“Dia sudah meninggal.”
“Ma-maaf, sekali lagi aku minta maaf.”
“Tidak apa-apa, Baekhyun. Tapi kau harus janji kau tidak akan mengatakannya pada Sunny, ne?”
“Ne, aku janji.”

***

FLASHBACK

Malam wisuda SMA

“Baekhyun, apa aku bisa bicara denganmu?” Bisik Sunny di sela-sela acara.
“Tentu saja, Sunny. Ada apa?” Baekhyun meletakan minumannya di meja dan balik berbisik pada Sunny.
“Tidak di sini, maksudku tanpa Jino.”
“Kenapa memangnya?”
“Sudahlah, ikut saja denganku.”
Sunny berjalan membelakangi Baekhyun, sedangkan Baekhyun berusaha mengimbangi langkah Sunny yang begitu cepat.
“Sunny-ah, tunggu aku.”
“Cepat, aku tidak mau ada yang mengikuti kita.” Nada bicara Sunny benar-benar menggambarkan kegelisahan dan ketakutan luar biasa.
“Ada apa sih sebenarnya?”
Sunny berhenti di halaman belakang sekolah yang memang jarang dikunjungi anggota sekolah.
“Nah, di sini mungkin tidak ada yang dengar.”
“Ada apa?”
“Baekhyun, jangan membenciku, ya.”
“Aku tidak mungkin membencimu, Sunny.”
“Jadi jika aku menceritakan hal ini, kau tidak akan marah padaku, kan?”
“Sunny, jangan buat aku bingung.”
Sunny tiba-tiba menunduk dan tubuhnya bergetar ketakutan, membuat gaun putih indahnya yang dengan mudah terbawa angin ikut bergetar.
“Aku...sebenarnya tidak mau memercayainya, Baekkie. Tapi...Jino...Jino-ssie...”
“Ada apa, Sunny?”
“Sebenarnya aku sudah mengetahuinya sejak setahun yang lalu, saat aku berkunjung ke rumahnya. Aku menemukan fotonya bersama teman-teman panti asuhan.”
“Pa-panti asuhan?”
“Ne, ternyata sebelum menjadi anggota keluarga Cho, dia tinggal di panti asuhan bersama hyungnya. Dulu...aku pernah bertemu dengannya. Kami bermain petasan diam-diam, tapi Sungmin-hyung mengetahuinya dan langsung memarahi Jino. Aku sudah menyuruh Sungmin-hyung berhenti marah-marah, tapi dia tidak mau berhenti. Sampai hyung Jino yang seumuran dengan Sungmin-hyung datang dan melindungi Jino.”
“Lalu setelah itu?”
“Aku juga menemukan surat dari hyung Jino. Mereka berdua...ingin mencelakai Sungmin-hyung dan aku.”
“Ti-tidak mungkin, Sunny. Aku tidak percaya.”
“Aku juga tidak percaya, Baekhyun. Sekarang, aku ingin melupakan semuanya. Maksudku, ayo kita lupakan semua omonganku tadi. Sudah kuduga kau juga tidak percaya, kan? Aku sangat memercayai Jino, tapi aku lebih percaya padamu.”
“Kenapa saat kau tahu itu, kau tidak langsung memutuskan hubungan kalian?”
“Kau tahu kan, aku benar-benar mencintainya, Baekkie.”
“Aku mengerti, Sunny. Jadi sekarang apa yang mau kau lakukan?”
“Aku akan pindah ke London untuk melupakannya. Aku akan bersekolah di sana sesuai rencana.”
“Apakah Sungmin-hyung tahu masalah ini?”
“Tidak. Aku tidak akan memberitahunya. Kau juga, tolong rahasiakan ini dan terus percaya pada Jino, ya?”
“Ne. Dia sahabat kita juga, Jino tidak mungkin melakukan itu. Benar, Jino tidak mungkin mencelakaimu.”
“Ne, aku percaya.”
“Tapi ingatlah, Sunny. Kapanpun kau membutuhkan orang yang bisa kau percaya, segera hubungi aku. Aku masih dan selalu akan ada di sini, di hatimu.”
“Gomawo, Baekkie.”

***

Baekhyun kembali ke rumah sakit setelah mengambil beberapa keperluan menginap, karena Kyungsoo harus dirawat tiga hari lamanya. Saat Baekhyun kembali, Kai sedang berbincang dengan Kyungsoo, sedangkan Chanyeol masih tidur di sofa.
“Hyung! Kemana saja? Huaaa, aku mencari-cari Hyung! Tapi kau menghilang,” rengek Kyungsoo.
“Hya, kan sudah ada aku, Kyungie,” ucap Kai.
“Kau hanya membuatku pusing dengan semua omonganmu, Kai!”
“Hya!”
Baekhyun tertawa melihat kelakuan Kyungsoo dan Kai.
“Sudah-sudah, kan tadi aku sudah bilang ada yang harus kuurus sebentar.”
“Sebentar? Ini sudah jam satu siang! Aku sudah menunggumu sejak jam sembilan pagi!”
Baekhyun masih diam, dia meletakan barang-barangnya di dekat sofa tempat Chanyeol tidur. Kemudian Baekhyun mendekati Kyungsoo dan memeluknya erat sambil menitikan airmata, mengingat kejadian yang sudah dialaminya.
“Maafkan Hyung, Kyungie. Maafkan Hyung...”
“H-Hyung, maksudku bukan begitu, Hyung. Aku tidak benar-benar marah kok.”
“Anyeo, Kyungie. Hyung yang salah, semua salah, Hyung.”
“Hyung jangan menangis, kalau Hyung menangis, aku akan benar-benar marah.”
“Baekhyun-hyung, apa ini karena cerita Sungmin-hyung?” Tanya Kai.
“Sungmin-hyung? Kau menemuinya, Hyung?”
“Nanti saja aku ceritakan, ya. Sekarang kita makan siang dulu. Aku belikan spageti kesukaanmu.”
“Woaa, benarkah? Asik!!”

***

Jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Kai sudah pulang karena Baekhyun yang menyuruhnya. Sebenarnya Kai ingin menginap juga, tapi Baekhyun melarangnya dengan alasan, rumah sakit bukan hotel. Ya, lagi-lagi alasan itu.
Baekhyun membuka jendela kamar lebar-lebar untuk memasukan udara musim dingin yang mulai pudar, karena musim dingin akan segera berakhir, gantinya musim semi yang selalu ditunggu semua mahluk hidup. Baekhyun menatap lapang pemandangan rumah sakit. Sambil tersenyum, dia menghirup udara dingin itu dalam-dalam lalu menghembuskannya. Akibat semua masalah yang menimpanya, hal yang dia sukai sekarang adalah bernafas dengan tenang.
“Hyung, Channie-hyung kenapa tidurnya lama sekali sih?”
“Biarkan saja, kemarin dia tidak tidur.”
“Lho? Kenapa bisa?”
“Dia menjadi bantalku kemarin. Hahaha.”
Baekhyun pun menutup jendela karena takut Kyungsoo kedinginan. Setelah menutup, Baekhyun duduk di samping Kyungsoo sambil merangkul adik kesayangannya itu.
“Maaf ya, tadi Hyung menangis. Hehehe.”
“Iya, tidak apa-apa, Hyung. Tapi tadi kau kenapa, Hyung?”
“Hyung sangat-sangat-sangat...takut kehilangan Kyungie.”
“Kyungie masih di sini, Hyung.”
“Ne, Hyung percaya kau masih di sini. Kau jangan sembarangan memakan kue lagi, ya?”
“Oiya, kemarin kue itu...”
“Sudah-sudah, tidak usah dibahas. Pokoknya sekarang Hyung ingatkan, kau tidak boleh terlalu percaya pada orang lain, kecuali orang itu memintanya dengan tulus.”
“Seperti Channie-hyung, ya?”
“Maksudnya?”
“Kemarin Channie-hyung rela menunggu sampai malam di luar kantor That’s news!, Hyung.”
“Ohya? Dia itu memang keras kepala, tidak usah dipikirkan.”
“Aku dengar, Byunnie.”
Chanyeol membuka penutup mukanya dan meregangkan otot tubuhnya.
“Hoahhmmm, siapa sih tadi yang membuka jendela? Udara dingin begini buka jendela.”
“Aku yang membukanya, kau mau apa?”
“Kalau kau membukanya, kau harus memelukku.”
“Orang yang akan kupeluk saat udara dingin hanya Kyungie!”
“Mwo? Aish...kau ini tidak tahu perjuangan pacar, ya.”
“Sudahlah, hentikan pembicaraan konyol ini. Kau belum makan siang, kan? Aku membelikan spageti untukmu. Makan dulu sana.”
“Oh, baiklah.”
Chanyeol kembali meregangkan otot tubuhnya lalu mengambil kotak berisi spageti di meja di dekatnya. Ia mulai melahap habis spageti itu lalu setelah selesai, ia menaruh tempatnya ke pelastik sampah, tidak sadar kalau Baekhyun sedang memandanginya.
“Kau tidak pernah lihat orang makan?”
“Tidak, aku tidak pernah melihat orang setampanmu makan.”
“Hei-hei.”
Chanyeol menghampiri Baekhyun dan mencubit hidung Baekhyun gemas.
“Apa tadi kau bertemu Jino?”
“Ssst, jangan keras-keras bicaranya, Kyungieku sedang tidur.”
“Hih, biarkan saja dia, umurnya kan sudah 23 tahun, tidak pantas dimanja seperti itu.”
“Aku dengar itu, Channie-hyung! Tadi kan aku tidak mengganggumu tidur! Sekarang jangan ganggu aku!”
“Hahahaha, yasudah tidur saja malaikat kecilnya Baekhyun,” ledek Chanyeol sambil mengacak-acak rambut Kyungsoo.
“Huh.”
Kyungsoo membalikan tubuhnya seperti marah, padahal dia tertawa cekikikan setelah mengomeli Chanyeol. Baekhyun merapatkan selimut pada Kyungsoo lalu mengecup pipi Kyungsoo sebagai ucapan selamat tidur.
“Kita mau mengobrol di mana?” Tanya Chanyeol.
“Di sofa itu juga cukup, aku tidak mau meninggalkan Kyungie sendiri.”
“Ah, benar juga.”
Chanyeol menggandeng Baekhyun menuju sofa dan duduk bersama. Chanyeol merangkul Baekhyun erat seperti menguatkan Baekhyun dari segala masalah yang menimpanya.
“Kau menemui Jino?”
“Ne.”
“Lalu apa yang kau bicarakan?”
“Semua yang kau ceritakan.”
“Lalu tanggapannya?”
“Kau benar, Channie. Jika orang itu menyayangiku, dia pasti akan segera mengaku.”
“Jadi dia yang menyerangmu?”
“Bukan, tapi Hyungnya.”
“Sudah kuduga, lalu sekarang di mana namja sialan yang sudah menyerangmu?”
“Dia masih mencari Sunny. Jino bilang, kalau saja dia bisa menemukan Sunny lebih cepat, mungkin aku dan Kyungie tidak akan diserang.”
“Jadi ini semacam gertakan?”
“Mungkin.”
“Tapi kenapa selain Sungmin-hyung, Jino juga diancam?”
“Ini karena Jino ingin melindungi Sunny, Channie. Dia tidak mau Kyuhyun menyakiti Sunny. Dia juga bilang, setidaknya aku mengerti perasaan Kyuhyun-ssie. Iya, aku sangat mengerti perasaannya.”
“Jadi sebenarnya ancaman itu ditujukan untukmu juga?”
“Tidak. Aku rasa secara tidak langsung aku bisa merasakan amarah Kyuhyun-ssie.”
“Besok, setelah menitipkan Kyungsoo pada Kai, kita pergi ke kediaman Sungmin-hyung.”
“Untuk bertemu dengan Sunny?”
“Ne. Bertemu dengan Sunny.”

***

Satu hari itupun terlewati begitu saja. Begitu cepat sampai Baekhyun sendiri bingung untuk mengingatnya lagi. Kemarin dia begitu lelah, sampai dia bangun kesiangan hari ini. Chanyeol sudah bangun duluan bahkan sudah mandi. Tidak biasanya Baekhyun bangun kesiangan, apalagi hari ini adalah hari yang sangat ditunggunya. Dia akan bertemu dengan Sunny dan kini bukan khayalan lagi.
“Aaa! Aku kesiangan! Kenapa kau tidak membangunkanku, Channie?”
“Aku tidak tega, Baekkie.”
“Jam berapa ini? Woaa, jam 10 pagi?!”
“Tenang, Baekkie, tenang.”
“Aku tidak suka bangun kesiangan, huft...mungkin karena aku memang kelelahan. Padahal kemarin aku tidak melakukan apa-apa.”
“Apanya yang tidak melakukan apa-apa? Kemarin emosimu meluap-luap, itu juga termasuk kegiatan yang menguras tenaga, Baekkie.”
“Untung kau memesan kamar VIP. Jadi aku tidak perlu keluar untuk mandi.”
“Ne, mandi sana.”
Chanyeol melempar pakaian pada Baekhyun dan Baekhyun langsung melesat ke kamar mandi.

---

Beberapa saat kemudian, Baekhyun keluar dan di sana Kai sudah datang rupanya.
“Tenang saja, Baekkie-hyung, aku akan menjaga Kyungie.”
“Ne, aku percaya padamu. Jangan lupa makan siang, aku sudah menyiapkan makan siangmu di kulkas, sedangkan Kyungie sepertinya harus makan makanan rumah sakit.”
“Kau tidak menyiapkan makanan untukku, Hyung?”
“Untuk sementara kau makan makanan rumah sakit dulu, ya. Nanti aku akan membelikan makanan enak untukmu.”
“Ne.”
“Sudah ya, Hyung dan Chanyeol harus segera berangkat.”
Baekhyun mengecup kening Kyungsoo dan refleks hampir saja mengecup Kai juga. Kai hanya cengar-cengir menanggapinya.
“Jaga Kyungie baik-baik, ne.”
“Ne, Hyung.”
Hari ini Baekhyun memang sedang buru-buru. Dia ingin segera melihat Sunny, juga memancing Jino dan Kyuhyun untuk mengikutinya. Mereka ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya. Tapi itu artinya...Kyuhyun akan terbukti bersalah dalam penyerangan Baekhyun dan...mereka akan dipenjara.
“Ini semua demi kebaikan mereka, Baekhyun.”
Chanyeol rupanya menangkap sikap gelisah Baekhyun selama perjalanan.
“Ne, untuk kebaikan mereka.”
“Sudah ya, tidak usah gelisah begitu.”
“Tapi kan aku sudah menutup kasus ini, jadi Kyuhyun-ssie bisa selamat dari hukuman.”
“Hukum tetap hukum, Baekhyun.”
“Channie...”
“Hei-hei, kita sudah sampai.”
“Ah, sudah sampai ternyata.”
Chanyeol menepikan mobilnya sesuai petunjuk petugas di sana. Sungmin memang berpesan pada petugas kalau Chanyeol akan datang. Chanyeol menggenggam erat tangan Baekhyun, seperti berkata, kau adalah milikku dan seterusnya begitu. Baekhyun htersenyum menanggapi sikap Chanyeol lalu membalasnya dengan mengeratkan lagi genggaman itu.
Kedua namja itu dipersilahkan masuk dan mereka langsung menuju kamar Sungmin. Pelayan bilang Sungmin sudah menunggu mereka di sana. Di kamar, Sungmin yang awalnya duduk langsung berdiri melihat kedatangan mereka.
“Selamat pagi, kalian telat sekali?”
“Maafkan aku, Hyung. Aku kesiangan.”
“Ah, Baekhyun-ssie. Kau sudah tidak apa-apa? Bagaimana dengan adikmu?”
“Dia sudah baikan, Hyung. Gomawo sudah bertanya.”
“Pacarmu itu sudah menceritakan semuanya, kan?”
“Ne.”
“Nah, sekarang kau siap untuk bertemu Sunny asli?”
“N-ne, oh, tidak juga, aku benar-benar gugup.”
“Sudahlah, ayo kita menemuinya. Dia juga sudah tidak sabar bertemu dengan kalian.”
Sungmin menggandeng tangan Baekhyun yang satunya lagi dan mengajak mereka ke sebuah ruangan tersembunyi tempat Sunny disembunyikan. Baekhyun dan Chanyeol ternganga melihat ruangan super indah itu. Benar-benar menyesakan mata, karena semua yang ada di sana adalah peralatan wanita, tapi semuanya sangat cantik. Tapi yang paling menarik perhatian Chanyeol dan Baekhyun adalah gadis yang duduk di kasurnya dengan baju tidur berwarna putih. Dia seperti putri yang menunggu pangeran.
Baekhyun tidak bisa lagi menyembunyikan rasa rindunya pada Sunny, dia berlari dan langsung memeluk Sunny. Sunny menepuk-tepuk punggung Baekhyun seperti dulu. Airmata Baekhyun luruh, setelah lama mencari dan beradu nyawa, akhirnya dia menemukan Sunny. Sahabatnya yang sangat dia rindukan. Baekhyun masih tidak percaya pada pertemuan ini walaupun dia senang. Dia mengelus rambut Sunny sekali lagi untuk memastikan.
“Sunny, apa ini benar-benar kau?”
“Benar, Baekkie. Ini aku.”
“Sunny-ah!”
Di dalam teriakannya, begitu banyak beban yang menghilang. Sekarang Baekhyun sudah cukup lega karena pertemuan ini. Sunny tersenyum sambil menitikan airmata, inilah pertama kalinya dia tersenyum setelah pertemuannya dengan Baekhyun tempo lalu. Chanyeol memandang Sunny dan Baekhyun lekat, sebenarnya ada rasa cemburu, tapi itu semua teredam karena sekali lagi, Baekhyun adalah miliknya.
“Aku....aku sangat merindukanmu!”
“Ne, aku juga merindukanmu, Baekkie. Sudah-sudah, sepertinya ada yang sedang cemburu melihat kita berpelukan begini.”
“Eh? Ti-tidak kok!” Seru Chanyeol.
“Hahaha, dengan gugup begitu saja sudah membuktikan kalau kau cemburu.”
Wajah Chanyeol mendadak merah padam akibat ledekan Sunny. Baekhyunpun melepaskan pelukannya tapi masih memandang Sunny lekat.
“Sekarang aku harus istirahat, Baekhyun. Maaf aku tidak bisa berlama-lama mengobrol denganmu. Jika kau ingin mengobrol, nanti malam saja lewat telepon, ya?”
“Kenapa, Sunny? Apa kau sakit?”
“Tidak, aku tidak sakit. Hanya saja...aku masih lelah karena acara semalam.”
“Kau melakukan apa semalam?”
“Aku terus melukis kebersamaan kita. Kau, Jino, dan aku. Karena Sungmin-hyung bilang hari ini kau akan datang.”
“Lalu mana lukisannya?”
“Aku akan memberikannya saat kita bertiga berkumpul.”
“Sunny-ah...”
“Aku tahu, Baekhyun. Aku rela tersakiti olehnya. Karena aku mencintainya, aku percaya dia sepenuhnya.”
“Tolong jangan serahkan apapun padanya, Soonkyu!”
“Oppa, kita sudah membicarakan ini matang-matang. Lagipula...aku...”
“Sudah kubilang kau akan hidup lama! Sangat lama!”
“Hanya Tuhan yang tahu sampai kapan aku hidup.”
“A-ada apa ini?” Baekhyun mulai merasakan keganjilan dalam pembicaraan ini.
“Tidak, tidak ada apa-apa. Aku ingin tidur sekarang, bolehkah?”
“Ne, Sunny.”
Sungmin mengantar Chanyeol dan Baekhyun keluar ruangan. Saat Sungmin berbalik setelah mengunci pintu, matanya memerah, bukan karena marah, tapi karena menahan airmata.
“Sungmin-hyung, ada apa ini?”
“Baekhyun, Soonkyu memang selalu menyembunyikan penyakitnya.”
“Pe-penyakitnya?”
“Apa kau ingat ceritaku sebelumnya? Aku memarahi Jino saat mereka bermain di panti asuhan dulu, bermain petasan. Permainan yang dapat membuat penyakit Soonkyu kambuh.”
“M-mwo?”
“Inilah alasanku terlalu posesif menjaga Soonkyu. Aku tidak mau ada orang yang menyakitinya atau membuat penyakitnya kambuh. Mungkin pagi ini dia lelah karena semalaman dia terus melukis, tidak peduli pada keadaannya. Keinginannya hanya satu...memerlihatkan lukisannya pada kalian berdua. Soonkyu yakin Jino akan mengikutimu, Baekhyun. Makanya dia bilang akan menunjukan lukisannya saat Jino datang bersamamu.”
“Tapi kenapa Sunny tidak pernah mengatakannya?”
“Apa dia tega? Apa dia tega membuat sahabat-sahabatnya cemas?”
Baekhyun terdiam, melihat kegelisahan itu Chanyeol langsung merangkul Baekhyun.
“Kenapa dia harus mengenal mereka berdua? Kalau saja Soonkyu tidak berhubungan dengan—“
“Tidak, Hyung. Kalau Sunny tidak mengenal Jino dan hyungnya, mungkin Sunny tidak akan sebahagia ini. Pernahkah kau melihat Sunny tidak memedulikan kesehatannya? Sunny rela kesehatannya terganggu untuk Kyuhyun dan Jino.”
“Kau benar, Baekkie. Aku memang tidak pernah mengerti hatinya. Pantas saja dia percaya padamu, kau pintar menangkap perasaan gadis itu.”
“Kami harus pulang sekarang, Hyung. Nanti malam aku akan menunggu teleponmu. Ah iya, nomorku sedang tidak aktif, jadi hubungi nomor ini.”
Baekhyun menyerahkan kertas berisi nomor Kyungsoo pada Sungmin.
“Oiya, maaf ya karena waktu itu aku menabrakmu sampai ponselmu rusak.”
“Oh, jadi Hyung yang menabrakku?”
“Hehe, aku takut kau diikuti Jino. Tapi sekarang aku sudah tidak takut lagi. Kalau mereka mau datang, aku akan menghadapinya.”
“Satu lagi, Hyung. Siapa orang yang ada di dalam mobil Sunny saat kecelakaan?”
“Dia itu sepupuku. Aku sudah memeringatinya kalau mobil Soonkyu sedang diperbaiki, tapi dia terus memaksa untuk memakainya. Tapi melihat kecelakaan itu aku jadi punya ide untuk mengalihkan identitas Soonkyu padanya. Keluarga gadis itu sudah kuhubungi dan kusuruh berpakaian seperti Appa dan Eommaku saat pemakaman agar media tidak curiga. Aku sangat jahat ya, mengalihkan kematian itu demi keselamatan Soonkyu? Aku benar-benar terpaksa melakukannya.”
“Masih ada satu misteri lagi, motif dari rencana untuk melukai Sunny. Bahkan mereka hampir membunuh Baekhyun dan Kyungsoo demi menemukan Sunny. Bukankah itu berlebihan?” Baekhyun dan Sungmin setuju pada perkataan Chanyeol.
“Apa Sungmin-hyung tidak menanyakannya pada pengurus panti asuhan tempat Jino tinggal dulu?”
“Aku juga sudah bertanya, tapi mereka tidak tahu apa-apa soal bunuh diri itu.”
“Yang tahu hanya Tuhan dan mereka berdua.”
“Ah, aku baru ingat, aku juga ingin bertanya padamu, Byunnie. Kenapa kemarin lusa kau mendatangiku dan marah-marah masalah Kyungie?”
“Oh, itu...aku hanya ingin mengelabui Jino agar besoknya aku bisa memintanya mengobrol denganku tanpa curiga.”
“Ah...jadi begitu.”

***

“Hanya menunggu waktu yang tepat. Ne, menunggu...”
“Kau sedang apa, Byunnie? Ayo masuk.”
“Suasana rumahmu sangat menenangkan, Chanyeol.”
“Mungkin karena aku merawat rumah ini dengan baik.”
“Itu karena cinta kedua orangtuamu, Chanyeol.”
“Hem...benar juga. Ayo cepat masuk, sebelum aku berubah pikiran.”
Baekhyun mengikuti Chanyeol ke dalam rumah Chanyeol. Ini pertama kalinya Baekhyun datang ke rumah Chanyeol, karena selama ini Chanyeol-lah yang selalu datang ke apartemennya. Rumah Chanyeol begitu sederhana, tapi sangat nyaman.
“Kalau rumahmu senyaman ini, kenapa kau sering datang ke apartemenku? Bahkan sebelum kita pacaran, kau selalu berkunjung. Sampai-sampai dulu aku sempat berfikir kau tidak punya rumah.”
“Rumah ini memang nyaman, tapi kalau sendirian, apa gunanya?”
“Jadi kau mau aku sering berkunjung? Aku kan masih punya Kyungie untuk kujaga.”
“Aku tidak memaksamu kok. Makanya, izinkan aku selalu berkunjung ke apartemenmu, ya?”
“Kau boleh ke apartemenku kapan saja. Apa kau mau kubuatkan kunci duplikat?”
“Boleh juga. Oiya, kau mau minum apa?”
“Terserah kau, Channie.”
“Baiklah, tunggu sebentar ya.”
Baekhyun menatap ruangan itu, ruangan minimalis dengan warna cokelat sebagai warna dominan barang-barang di sana. Matanya terus berkeliling sampai terhenti pada satu figura yang terletak di dekat jendela di depannya. Baekhyun berdiri, lalu menghampiri figura itu.
“Appa dan Eomma Channie...”
“Byunnie, kau sedang apa?”
“Oh, ini, aku sedang melihat Appa dan Eommamu.”
Tanpa ekspresi berati, Chanyeol meletakan minuman untuk Baekhyun di meja lalu duduk. Baekhyun membawa figura itu dan duduk di samping Chanyeol.
“Kau sangat mirip Appamu, tapi hidungmu mirip Eommamu.”
“Ne, aku sangat menyayangi mereka.”
Raut wajah Chanyeol berubah sendu, Baekhyun langsung merasa bersalah karena mengingatkan Chanyeol pada orangtuanya.
“Maafkan aku, Channie.”
“Tidak, kau tidak perlu minta maaf, sayang. Apa kau mau melihat foto yang lain?”
“Kau tidak apa-apa?”
“Aku baik-baik saja, kok. Mau tidak?”
“Boleh.”
Chanyeol mengambil sebuah album foto yang dia simpan di rak di bawah sofa tempat mereka duduk sekarang.
“Lho? Aku tidak sadar ada rak buku di sana.”
“Hahaha, Appaku orang jenius bukan? Dia yang membuatnya untuk buku-buku kesukaannya. Dia sering membaca buku di sofa ini.”
“Kau sangat mirip Appamu.”
Chanyeol hanya tersenyum dan mendekatkan tubuhnya pada Baekhyun. Chanyeol membuka sampul album dan terpampanglah banyak foto kenangan Chanyeol ketika kecil. Baekhyun tertawa kecil melihat sebuah foto yang berisi Appa Chanyeol yang sedang memasang wajah konyol untuk menghibur Chanyeol yang sedang menangis.
“Hahaha, wajah Appamu sangat konyol, tapi wajahmu lebih konyol, Channie!”
“Hya! Aku lucu bukan konyol!”
Chanyeol membuka lagi halaman album. Di halaman itu ada foto berisi Eomma Chanyeol bersama wanita lain dan anak kecil.
“Siapa anak kecil ini?”
“Aku tidak tahu, seingatku waktu foto ini diambil, aku sedang bersama Appa ke rumah saudaraku.”
“Anak ini memakai baju sekolah, sepertinya dia baru masuk sekolah.”
“Mungkin dia anak sahabat Eommaku, itu yang berdiri di samping Eommaku.”
“Kalau dilihat-lihat...dia mirip sekali dengan Jino, ya?”
“Hem, benar juga. Dia juga mirip denganmu, kau mirip Jino, kan?”
“Ne. Hei, tertulis nama anak itu dan Eommanya di foto ini.”
“Ohya? Aduh, tulisannya tidak jelas. Tidak usahlah, Baekkie.”
“Coba baca baik-baik, Channie. Aku penasaran.”
“Aish, kau ini, menyusahkan saja.”
Channie mencoba untuk membaca tulisan di foto itu. Matanya tiba-tiba membesar karena tidak percaya pada yang dia baca.
“C-Cho Jinho.”
“Mwo?”
“Apa jangan-jangan Eommaku itu...”
“Sahabat Eomma Jino!”
“Kalau begitu, mungkin kita bisa menemukan penyebab kematian orangtua Jino!”
“Ne! Apa kau menyimpan catatan-catatan Eommamu?”
“Yaampun, aku lupa menaruhnya di mana. Eommaku punya banyak sekali buku diari, tapi aku sudah membereskannya.”
“Kau tidak penasaran dengan isi diari Eommamu sendiri?”
“Kau kan tahu aku hanya suka membaca novel misteri atau koran.”
“Ish, dasar ‘kolot’.”
“Hya! Maksudmu apa?”
“Sudahlah, ayo kita cari buku-buku itu.”
Chanyeol mengangguk dan mengajak Baekhyun ke kamar orangtuanya. Sepertinya kamar itu tidak terpat untuk dibilang kamar tidur, karena kamar itu dipenuhi buku dan kertas yang tersusun rapi di rak yang terpasang menutupi seluruh dinding.
“Woaa, sepertinya keluargamu memang kutu buku, ya.”
“Ya...begitulah, kau juga pasti percaya aku gila buku begini karena mereka.”
“Ne.”
“Kau cari dari rak sebelah kanan, aku kiri.”
“Baik.”
Begitu Baekhyun membuka penutup rak yang terbuat dari kaca, debu langsung menyambut Baekhyun sampai Baekhyun batuk-batuk.
“Oiya, aku lupa tentang debunya. Hehe, aku sudah membaca semuanya semasa orangtuaku hidup, jadi wajar saja kalau buku-buku ini terbengkalai.”
“Ne-ne, aku mengerti.”
Baekhyun mulai membaca judul buku-buku itu, kebanyakan adalah novel misteri, buku filosofi, buku pengetahuan hukum, dan lainnya yang berhubungan dengan hukum. Tapi tiba-tiba jari Baekhyun berhenti mencari saat membaca judul sebuah buku yang dia tahu itu novel orang dewasa.
“Eh, kalau Chanyeol sudah membaca semuanya, itu artinya...”
Baekhyun melihat Chanyeol sekilas lalu kembali menatap buku itu.
“Kalau Chanyeol sudah membacanya, apa aku boleh, ya? Dulu kan Appa marah-marah saat aku ingin membaca novel ini.”
“Hya, Baekhyun-ssie! Kau sedang apa?”
“Ti-tidak. Hei, Chanyeol, kalau kau sudah membaca semua buku di rak ini, itu artinya kau sudah membaca novel dewasa ini, ya?”
Chanyeol masih memandangi Baekhyun bingung sampai tidak sadar kalau di depannya ada pembatas rak. Alhasil kepalanya terbentur cukup kencang sampai namja itu meringis.
“Appo...”
Refleks Baekhyun menghampiri Chanyeol dan mengelus-elus kepala Chanyeol yang terbentur tadi.
“Gwencanhayo?”
“Aku tidak akan apa-apa kalau kau tidak menanyakan pertanyaan konyol itu!”
“Memangnya itu konyol, ya?”
“Aish, sudahlah, ayo cari lagi.”
“Eh, pertanyaanku yang tadi belum dijawab. Kau sudah membacanya?”
“Novel yang mana sih?”
“Dari sekian banyak buku-buku di sini, pasti hanya itu novel non misteri punya Appamu.”
“Ooh...yang itu. Sudah, memangnya kenapa?”
“Kau membacanya?” Tanya Baekhyun tidak percaya.
“Me-memangnya kenapa sih?”
“Aku belum pernah baca.”
“Yasudah tidak usah.”
“Dulu Appa memarahiku karena aku hampir membacanya.”
“Yasudah, Baekkie. Tidak usah baca yang seperti itu. Kau terlalu polos.”
“Hem, memang sebaiknya tidak usah.”
“Hya! Kenapa kita jadi mengobrol tidak jelas begini sih? Ayo cari lagi.”
Baekhyun kembali mencari dan melupakan kejadian barusan. Baekhyun terus mencari begitupun Chanyeol, tapi sampai mereka berada pada titik temu, diari Eomma Chanyeol tidak ditemukan.
“Sebenarnya kau simpan di mana sih?”
“Benar deh, aku lupa.”
Chanyeol mengacak-acak rambutnya seperti frustasi.
“Aigo...”

PIP PIP PIP

“Teleponmu bunyi tuh,” ucap Baekhyun yang sepertinya masih kesal dengan sifat pelupa Chanyeol. Chanyeol tidak mau menanggapi Baekhyun dulu dan segera mengambil ponselnya.
“Yeoboseo, Sungmin-ssie?”
“Eh? Itu Sungmin-hyung?” Chanyeol hanya mengangguk dan Baekhyun berusaha untuk mencuri dengar pembicaraan itu.
“Chanyeol-ssie, tolong aku...”
“A-ada apa, Sungmin-hyung?”
“Me-mereka...” (DARR)

Tut...

“Baekhyun, ayo! Kita harus ke rumah Sungmin-hyung!”
“Ada apa, Channie?”
“Mereka datang! Kyuhyun dan Jino datang!”


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini