Jumat, 25 November 2011

Star from Heaven - LIMA BELAS

Lima Belas

Ami menunggu jemputan dari Lintar. Hubungannya dengan Lintar sudah cukup membaik, walau sejak ia mengutarakan maksudnya untuk membatalkan pertunangan itu, Lintar menjadi lebih menjauhinya. Tapi sekarang sudah lebih baik. Bahkan Lintar bersedia mengantar Ami ke Bandung untuk bertemu dengan Dea.
“Jadi kamu berangkat pagi ini?”
“Iya, Kak. Kamu jadi mau nganterin?”
“Ehem. Sepertinya nggak jadi deh, soalnya aku ada janji sama Nova.”
“Oh, pacar Kak Lintar, ya? Aku kenal Nova, Kak. Dia anaknya baik banget, kakak beruntung lho dapet dia!”
“Oiya dong. Bahkan lebih baik dari kamu.”
“Iya-iya. Ami berangkat sendiri deh, ya. Tapi anter aku ke bandara, ya?”
“Okelah. Kalau sampai bandara aja sih no problem.”
“Tapi… apa benar Nova lebih baik dari Ami?”
Lintar hanya tersenyum penuh arti.
***
Angel melihat lurus keatas, matanya menyipit, karena sinar matahari yang juga menghangatkan pipinya hingga bersemu merah. Kiki paling senang melihat posisi Angel yang seperti itu. Bahkan Kiki bisa menciptakan beratus puisi untuk Angel.
“Kenapa sih kamu harus ke Bandung sendirian?”
“Nggak sendirian kok, ada Ami yang akan nemenin aku. Makanya aku nunggu dia jam 3 sore nanti buat barengan ke Bandung.”
“Nanti aku gimana?”
“Ya nggak gimana-gimana, emang mau apa yang gimana?”
“Biasa, pertanyaannya muter-muter. Dasar anak Matematika.”
“Yaelah, gitu aje ngambek. Aku di sana cuman sebulan kok, habis itu aku balik.”
“Yaiyalah Angel, aku juga percaya kamu pasti balik. Tapi waktunya itu lho… sebulan bo…”
“Dih, jadi banci lagi deh kamu.”
“Lama-lama kalau kamu sering pergi begini, aku beneran jadi banci.”
“Ya Tuhan, jangan dong. Gini aja udah ngerepotin, apalagi jadi banci!!”
“Cape deh… asem bener.”
“Hahahaha, tenang aja, Ki. Aku nggak akan direbut cowok lain kok.”
“Aku yang direbut cewek lain.”
“Apa!?”
“Hehehe, bercanda-canda. Okedeh, aku siap melepas kamu. Hati-hati ya beph.”
“Ih, geli!!”
***
Hari Ketiga

Dea sudah tak sabar menunggu kedatangan kedua sahabatnya itu. Sivia juga, ia tak sabar untuk memberikan penjelasan pada Ami tentang kejadian masa lalu yang memecah mereka. Banyak pertanyaan yang berputar di pikiran 4 sahabat ini. Mereka akan banyak bertanya tentang perasaan mereka masing-masing, dan akan melakukan permainan itu lagi. Sebuah permainan bernama jujur-berani, yang membuat mereka berempat hampir selalu terbuka akan perasaan.
Ohiya, hari ini akan menjadi hari yang menegangkan juga bagi teman-teman Panti Gemintang. Karena hari ini adalah hari audisi untuk peran mereka di drama berjudul “Star from Heaven”. Judul ini sudah didiskusikan, jadi tak perlu takut akan adanya ketidakadilan.
Para peserta KKN membuat sebuah tempat terbuat dari kardus bekas untuk tempat penjurian. Totalnya ada 3 tempat dengan masing-masing 2 panitia yang akan menjadi juri. Sedang lainnya sebagai penjaga agar 20 anak itu tetap tertib di luar.
Tempat penilaian pertama dijaga oleh Yuki dan Kevin, lalu kedua oleh Oik dan Dayat, tempat ketiga oleh Dea dan Rio. Artinya, nomor urut 1-6 ada di stand 1, 7-12 ada di stand 2, 13-20 ada di stand 3. Terlihat wajah antusias 20 anak itu. Apalagi di drama ini tak ada yang menjadi peran pembantu seperti hanya menjadi pohon atau tanaman yang menari-nari. Dua puluh anak ini menjadi peran utama. Tapi tentu hanya 1 orang yang menjadi peran paling utama, sebagai pemimpin drama ini.
Dayat menjagokan Lilia, sedangkan Oik menjagokan Zaneta. Sedangkan sang ketua KKN berdo’a untuk Fay. Jika anak itu menjadi pemeran utama, mungkin akan lebih mudah mendekatinya. Tapi Dea tak mungkin mengusahakan peran itu jika Fay tidak berusaha mendapatkannya.
Kebetulan juga, Fay mendapat urutan ke-20. Karena bisa ditebak, ia yang paling tak senang diajak bermain drama. Dea memutar otaknya agar Fay bisa menunjukan keinginannya dalam audisi ini. Dengan mengadakan tanya jawab untuk memancing bakat ke-20 anak ini.
---
#Lilia urutan 6, stand 1

Anak itu selalu terlihat pucat, walau ia sudah memaksakan senyumnya terus merekah. Tapi pagi ini Lilia berpenampilan sangat manis, rambutnya yang panjang dikuncir 2, lalu wajahnya tak sepucat biasanya, ia sangat ceria. Dayat senang melihat jelmaan adiknya itu ceria hari ini.
“Pagi Lilia,” sapa Oik ceria.
“Pagi kak Oik, pagi kak Dayat.”
“Pagi sayang, hari ini kamu terlihat sangat manis dan ceria nih. Kamu pasti sangat senang, ya?”
“Iya kak Dayat. Ini pertama kalinya Lilia ikut serta dalam acara panti, apalagi ini drama musikal.”
“Baiklah, sekarang kita mulai pertanyaannya. Kamu sangat suka musik?”
“Sangat, Kak. Setiap malam, anak panti Gemintang selalu bernyanyi bersama, walaupun ada beberapa teman Lilia yang hanya bisa menyanyi dalam hati, tapi kami semua senang.”
“Lilia bisa bernyanyi?”
“Suara Lilia tidak bagus, Kak Dayat. Tapi Lilia bisa membaca puisi.”
“Bagus, cobalah Lilia mulai.”
Lilia bangun dari kursi rodanya, Dayat was-was melihat Lilia yang hendak berdiri. Beberapa kali mencoba, akhirnya Lilia bisa berdiri tegap di atas karpet dingin ruangan kecil itu.

A poem, by Lilia

Kala malam itu, aku bermimpi
Sebuah sinar masuk ke relung hati
Membuat semua perasaan iri dan dengki
Hilang dan berganti senang hati

Kala malam tiba, aku berharap satu
Sinar itu datang padaku
Mengganti semua kesedihan menjadi kasih
Mengganti semua kerinduan menjadi sayang

Tapi kusadar sebuah kenyataan
Sinar itu hanya mimpi
Dan kutahu satu kenyataan lain
Sinar itu juga nyata

Sinar itu datang, untuk memaksaku kuat
Memaksaku untuk terus hidup
Terus tersenyum
Dan terus menyayangi

Sebuah sinar yang kutahu itu tak berasal dari manapun
Sebuah sinar yang kutahu itu selalu ada di sini
Di hati semua orang
Yang akan terus kuingat seumur cintaku

Oik dan Dayat terdiam.
Satu… dua… tiga detik mereka terdiam. Lalu Lilia mulai melangkah dan duduk di kursinya lagi. Ia masih tersenyum lalu sebuah kata menyadarkan keheningan itu.
“Terimakasih.”
Oik dan Dayat saling pandang, lalu kembali memandang gadis kecil di hadapan mereka. Oik menghelakan nafas panjang tanda ia baru saja menahan nafasnya karena kagum pada Lilia. Perlahan tapi pasti, tepukan tangan meriah pun tercipta.
“Kalau boleh tahu, seumur cinta Lilia itu selama apa?”
“Selama orang-orang mengingat Lilia juga. Dan Lilia yakin, ingatan itu akan abadi walaupun Lilia pergi.”
“Memangnya Lilia mau pergi kemana?”
“Lilia nggak akan pergi kemana-mana kok, Lilia akan terus hidup di hati semua orang yang mengenal Lilia.”
“Baiklah, sepertinya cukup untuk Lilia. Sekarang Lilia boleh keluar dan istirahat, besok akan kami umumkan peran Lilia.”
“Tunggu dulu. Apakah jika ada peran sebagai pemimpin, Lilia akan senang dan takkan melupakan kami seumur hidup Lilia?”
“Bahkan jika boleh, Lilia akan terus menyayangi kakak-kakak semua.”
“Baik, kamu boleh keluar sekarang.”
Lilia mendorong kursi rodanya perlahan. Dayat menyeka airmatanya, ini pertama kalinya sejak kepergian Gita ia bisa menitikan air mata.
“Loe nangis, Day?”
“Gua inget sama Gita, Ik.”
“Siapa gita, Day?”
“Gita itu adik gua. Dia juga sakit leukemia. Dulu impiannya menjadi pemimpin juga, nggak tercapai karena penyakit itu mampu mengalahkan keinginan Gita.”
“Jadi itu sebabnya loe mau Lilia yang dapet peran utama?”
“Iya.”
“Jangan marah, Day. Gua juga mau Neta mendapat peran utama. Karena suaranya yang bagus dan Neta juga bisa membuat orang disekitarnya senang, lebih dari yang kita lakukan pada semua anak Panti.”
“Oke, kita tunggu saja keputusan bersama.”
Oik tersenyum dan mengangguk berulang kali.
---
#Zaneta urutan 11, stand 2

Pagi ini, Zaneta tak secerah biasanya. Mungkin karena kondisi tubuhnya yang tiba-tiba memburuk karena musim pancaroba saat ini. Beberapa anak lain juga sakit. Yuki memandang gadis kecil itu seksama. Kondisinya tidak memungkinkan untuk ikut audisi hari ini, pikir Yuki.
“Neta, kamu tidak apa-apa?”
“Nggak apa-apa, Kak.”
Yuki melirik Kevin, dan Kevin langsung tahu maksud tatapan Yuki. Kevin berdiri lalu melangkah mendekati Zaneta.
“Wajah kamu agak pucat, Neta. Benar tidak apa-apa?”
“Tidak apa-apa, Kak. Neta serius.”
Kevin mengelus punggung Neta lalu mengalihkan pandangannya ke Yuki. Yuki hanya mengangguk sambil memberi ekspresi maklum. Dan Kevin kembali ke tempatnya.
“Baiklah, jika Neta tetap bersikuku untuk ikut audisi ini. Maka akan kami mulai.”
“Kata teman-teman, suara Neta yang paling indah. Benarkah?”
“Tidak juga, Kak. Sebenarnya suara Fay yang paling bagus. Aku pernah mendengar Fay bernyanyi diam-diam, dan suaranya jauh lebih indah dari Neta. Tapi Fay tak pernah menunjukan keahliannya itu ke orang banyak. Jadi bakatnya selalu terkubur.”
“Jadi begitu… lalu kalau bukan Neta yang punya suara paling bagus, bagaimana Neta bisa mendapatkan peran utama itu?”
“Sebenarnya Neta sangat menginginkan peran utama itu. Tapi jika ada yang lebih baik dari Neta untuk memerankannya, seperti Fay atau Lilia. Neta tidak apa-apa. Bermain bersama teman-teman dalam drama ini sudah menjadi kesempatan terbaik yang Neta dapat.”
“Benar nggak apa-apa?”
“Benar, Kak. Neta mengatakan itu dengan penuh keyakinan. Neta nggak mau hanya karena peran itu Neta harus menjadi anak yang terlewat ambisius. Selalu ingin mendapatkan semuanya lebih dari yang seharusnya. Neta sudah cukup mendapat peran apapun. Yang penting Neta masih bisa mencintai teman-teman Neta. Dan mendapatkan orangtua seperti yang dijanjikan kakak-kakak.”
“Kata-kata Neta selalu indah didengar. Bahkan mungkin Fay tidak bisa mengucap kata-kata itu. Jadi apa Neta tidak berfikir, bahwa Neta bisa jadi yang lebih baik dari Fay atau Lilia?”
“Tidak, ada langit di atas langit. Walaupun Neta selalu berbicara dengan seni, tapi seni itu juga diajarkan oleh seseorang, Fay. Neta, Lilia, dan Fay bersahabat. Karena kami dimasukan ke Panti ini bersamaan. Tepat 2 tahun yang lalu. Saat kami sama-sama berumur 5 tahun.”
“Bisa kamu ceritakan bagaimana Neta bisa masuk ke Panti ini.”
“Baik. Dulu… Neta dibesarkan di antara anak-anak jalanan di Jakarta. Dulu Neta masih bisa berjalan. Tapi saat Neta tepat berumur 5 tahun, Neta mengalami kecelakaan yang menyebabkan Neta lumpuh permanen. Atasan Neta tak mau lagi mengurus Neta, dan Neta di usir dari pemukiman. Tak sengaja saat malam hari, Neta beristirahat di sebuah mobil truk yang Neta kira akan lama parkir di dekat Mall senayan. Ternyata saat Neta tertidur, truk itu mulai berangkat. Dan membawa kiriman ke Panti Gemintang. Sungguh takdir terindah yang pernah Neta alami.”
“Kami boleh mendengar suaramu? Sedikit saja.”
Zaneta mengangguk, lalu mulai menyanyikan reff “I Dreamed a dream”. Membuat Yuki dan Kevin terpesona. Selain kata-kata anak itu yang selalu membekas di hati mereka, suara Zaneta juga membuat mereka akan selalu mengingat Zaneta dan panti ini.
“Terimakasih karena kau sudah lahir untuk menghiasi kehidupan Panti Gemintang.”
---
Fay menatap ruang audisi dengan tatapan kosong penuh harapan. Raut wajahnya menunjukan bahwa ia sangat kesal, kesal karena ia tak pernah berani untuk menunjukan keahliannya. Ia takut untuk mencari bintang yang selalu diceritakan Iel. Ia takut… jika bintang itu hanya khayalan bagi anak tak berguna seperti anggapannya.
Fay berlari ke gudang belakang Panti, tempat biasa ia menyendiri. Matanya menitikkan airmata, sesuatu yang selalu ia keluarkan saat ia ingat kejadian malam itu, malam kecelakaan kedua orangtuanya.
***
_flashback_

“Mama, Papa. Boleh nggak Fay minta sesuatu?”
“Boleh, Nak. Apa itu?”
“Fay mau meminta kasih sayang Mama dan Papa. Boleh?”
“Tentu saja, Sayang. Kami akan selalu mencintaimu lebih dari apapun.”
“Walaupun suatu saat nanti, Papa dan Mama nggak di samping Fay, tolong tetap sayangi Fay, ya?”
“Selalu, Fay.”
***
Sore hari

“Kemana anak itu, De?”
“Gua nggak tahu, Yo. Menurut loe tempat persembunyian anak kecil itu dimana?”
Rio hanya menggeleng. Tak berapa lama Dayat kembali sambil terengah-engah.
“Gimana, Day?”
“Nihil, De. Yaudahlah, kayaknya dia emang nggak niat. Apa nggak cukup pemainnya? Banyak gitu, kok. Peran utama juga pasti gampang terpilih.”
“Nggak bisa, Day. Semuanya pas 20 orang.”
“Yaudah, dia suruh isi peran sisa aja.”
“Tetep nggak bisa, Day. Peran utama yang kosong.”
“Peran utama?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini