Sabtu, 21 Agustus 2010

Two Spirit for Love 12 Bag.2 + Eps 13 (end) + Epilog

Bu Ira meletakan gagang telepon tersebut di tempatnya semula. Tangannya bergetar, sebuah bayangan masa lalu terpasang di dalam pikirannya
---
Flash back
Sebenarnya 14 tahun tahun yang lalu, setelah 4 tahun Marsha meninggal..
Seorang wanita berumur 35 tahun duduk di bangku taman, menunggu seseorang yang sangat ia cintai, rambut wanita itu terbang tertiup angin malam yang amat dingin
“Aduh, Hilman, kamu dimana?” Tanyanya dalam hati
5 menit kemudian, orang yang ia tunggu pun akhirnya datang. Dengan terengal, lelaki paruh baya di hadapannya meminta maaf sepenuh hati
“Maaf Ira, aku gak akan ulangi kejadian ini” ucap lelaki bernama Hilman tersebut
“Baik, aku percaya kok, kamu duduk dulu” ajak bu Ira lalu menarik tangan Hilman untuk duduk di sampingnya, tempat ia duduk menunggu Hilman
“Makasih ya cantik” ucap Hilman masih dengan nafasnya yang terengal
Setelah mengatur nafasnya, Hilman mulai menatap bu Ira, ia menelan ludahnya tanda ia sangat gugup melihat wanita penuh wibawa seperti bu Ira
“Aku sudah menunggu cukup lama Hilman” ucap bu Ira penuh harap
“Apakah benar, anak di dalam perutmu adalah anakku?” Tanya Hilman
“Ya. Tentu saja ini anakmu, apakah mas gak percaya?” Kecewa bu Ira
“Oh, tidak, aku bukannya gak percaya, tapi .. jika kita sudah menikah, kamu akan meninggalkan ilmu hitammu?”
Bu Ira terlihat berfikir keras, ia sebenarnya tak mau sekalipun mencabut kekuatan warisan keluarganya.
“Ya, aku akan melepaskan kekuatan ini” ucap bu Ira, Hilman memeluk calon istrinya dengan penuh kasih sayang, bu Ira tersenyum tipis, tangan kanannya membentuk silang dengan telunjuk dan jari tengahnya. Tanda bu Ira akan mengingkari ucapannya.

1 tahun kemudian..
“Anak ini harus mempunyai nama ra, sudah 4 bulan ia tak punya nama”
Bu Ira yang di tanyai seperti itu memasang muka masam, di dalam keluarganya nama hanyalah formalitas, bahkan hebat jika seorang di keluarganya tak punya nama.
“Yuki saja, Yuki Anggraini” saran bu Ira, karna memang hanya nama itu yang sejak tadi mengusiknya, bisikan roh hitam yang selalu ada di sampingnya
“Wah, bagus juga .. Yuki” setuju Hilman

Di suatu malam, bu Ira memandang Yuki yang masih berumur 4 bulan, ia memandang langit yang saat itu hitam kelam, tak ada satu pun bintang yang muncul atau hanya sekedar sekali berkelip di langit.
“Kamu, akan menjadi kekuatan abadi” ucap bu Ira seraya memegang sebuah bantal besar
Ia arahkan bantal tersebut ke Yuki, menbekap Yuki sekuat tenaga, hingga Yuki tak bisa menangis, suara nya tak keluar sepenuhnya. Nafas sesak seorang bayi terdengar amat menyayat hati. “Ira!” Seru Hilman seraya mendorong bu Ira hingga bu Ira tersungkur kaku di lantai
“Tumbal? Apa Yuki, anakmu sendiri akan kau jadikan tumbal kekuatan abadimu itu? Tak kusangka, kamu dan keluargamu memang sama sekali tak punya hati!”
Bu Ira memandang benci lelaki di hadapannya, dengan cepat Hilman membawa Yuki pergi dari bu Ira, menancapkan gas mobil nya. Lalu melesat jauh dari rumah bercat hijau tersebut, bu Ira terus membaca mantra, hingga mobil yang di tumpangi Hilman oleng dan ..

“Aku titipkan anak ini padamu, biarkan ia mati perlahan seperti ayahnya, aku sama sekali tak mau melihatnya” ucap bu Ira meninggalkan seorang wanita muda yang menggendong anaknya Yuki
Flashback off
---
Bu Ira mengambil sebuah figura kecil, berisi ia dan suaminya, matanya meneteskan air mata, tapi langsung ia seka, bentuk setengah lingkaran melekat di wajahnya, membentuk di bibirnya yang merah darah warna lipstiknya.
“Dan selamanya, aku takkan pernah mau mengingatmu”
***
Langit yang begitu sempurna ciptaan Allah SWT terbentang luas nan indah, begitu jelas terlihat dari balkon studio Smp Yusha, Manda memejamkan matanya, dan membayangkan wajah kakaknya, hatinya kembali sesak. Tapi kali ini, ia tak mau menangis. Ia akan menjadi seorang gadis yang kuat demi Alvin, demi orang-orang yang selama ini ia sayangi dan juga menyayanginya.
“Keren khan balkon Smp Yusha?” Celetuk Oliv yang kini berdiri di sampingnya
“Ya, sangat keren” setuju Manda
“Di sini selalu sepi, karna sebagian besar siswa atau siswi Smp Yusha lebih memilih ke taman Yusha yang tak kalah indahnya, kapan-kapan kita kesana ya nda?”
“Dengan senang hati Oliv” ucap Manda di sertai dengan senyumnya yang indah seperti bulan sabit.
“Jadi, mau gak baca buku ini?” Tanya Ray
Semua hanya tertawa mendengar pertanyaan Ray, mereka pun berkumpul mengelilingi Ray, Ray mengisyaratkan supaya sebaiknya duduk membentuk lingkaran
“Boleh gak, aku beri tahu Angel?” Tanya Manda
“Sudah tak ada waktu lagi nda, nanti saja kamu ceritakan pada Angel” saran Cakka
“Ok” setuju Manda seraya mengangguk
Ray memandang kawan-kawannya bergantian, ia menelan ludah tanda gugup, Rio meyakinkan Ray dengan mata dan anggukannya. Ray kembali menarik nafas panjang dan baru di keluarkan setelah hitungan 2 detik, tangannya bergetar saat tangannya sudah tiba di cover buku. Oliv memegang punggung Ray agar Ray bisa sedikit tenang
“Kami bersamamu Ray” ucap Oliv
Ray yang mendengar ucapan Oliv hatinya semakin tenang dan yakin dengan gerakan tangannya, menatap wajah Oliv yang lembut membuatnya ingin menjaga gadis berambut bob di depannya, tak pernah ia merasakan detak jantungnya bergerak begitu cepat.
Dengan perlahan, Ray membuka cover buku riwayat angkatan Dainya, mengharap setitik petunjuk demi menjatuhkan bu Ira.
Setelah meneliti daftar isi, raut wajah Ray berubah sedih, ia menatap semua temannya. Lalu menggeleng, ternyata di buku riwayat Angkatan Dainya pun, Dainya tidak di cantumkan sebagai siswa Smp Yusha.
“Yasudah, sebaiknya kita cari lagi petunjuk untuk menjatuhkan bu Ira, mungkin bukan menjatuhkan, tapi menyadarkan bu Ira tentang kekuatan cinta yang sesungguhnya” ucap Manda. Semua mengangguk setuju dengan ucapan Manda
“Ya, benar kata Manda, sekarang sebaiknya aku kembalikan buku riwayat ini ke perpustakaan, sebelum ada yang tahu” ucap Ray
“Lho? Diam-diam pinjamnya?” Tanya Iel
“Iya yel, buku riwayat angkatan Dainya tidak di pinjamkan, anehnya itu .. kenapa hanya buku angkatan Dainya yang tak boleh di pinjam” selidik Ray
“Aneh juga, ehem.. Ray, boleh gak Aku pinjam dulu buku itu hanya untuk malam ini.?” Tanya Manda
“Boleh nda, tapi hanya malam ini ya? Soalnya, aku harus cepat mengembalikannya, aku takut ada pemeriksaan buku perpustakaan minggu ini” pesan Ray
“Iya, hanya malam ini kok” janji Manda
Ray memberikan buku yang mempunyai 100 halaman sebagai isinya pada Manda, Manda menerimanya dengan wajah datar, Rio yang sejak tadi memperhatikan Manda merasa ada yang aneh pada Manda. Manda seperti orang kerasukan
“Terimakasih”
“Ya. Sama-sama Manda”
Manda berdiri kemudian langsung berlari meninggalkan teman-temannya, semua heran dengan prilaku Manda yang tiba-tiba berubah saat Ray membuka buku tersebut.
“Biar aku aja yang kejar Manda” usul Rio, semua anak mengiyakan usulan Rio kecuali Obiet tentunya. Obiet ikut berdiri dan menatap Rio tajam
“Aku ikut”
“Gak usah biet, aku kira Manda sedang ingin sendiri, jika kita berdua sekaligus menemuinya.. aku takut Manda malah jadi marah”
“Itu sih alasan kak Rio” ketus Obiet
Rio balik memandang tajam Obiet, ia geram dengan omongan Obiet barusan apa maksudnya “Alasan kak Rio?”

Suara piano itu terdengar lagi, sekarang lebih jelas dan lebih menyayat hati, hati Manda terasa sangat perih mendengar dentingan not piano tersebut, ia kembali mengikuti sumber suara. Pikirannya melayang, bahkan ia tak tahu sekarang ia ada dimana. Ia seperti tak sadar gerak langkahnya. Tatapannya kosong, langkahnya hanya mengikuti pendengarannya .. suara piano yang menunjukan kesedihan mendalam dan .. cinta.

Rio dan Obiet berhasil menemukan Manda yang sedang berjalan menuju taman belakang Smp Yusha yang sudah di tutup selama 10 tahun terakhir, karna di taman itu begitu banyak terjadi peristiwa aneh. Mungkin karna banyak siswa/i yang bunuh diri disana, tempatnya memang gelap, angker, dan tentu saja sepi.
Rio membulatkan matanya, hatinya sangat cemas melihat Manda yang tatapan matanya sudah bukan seperti Manda yang biasa. Tanpa pikir panjang, Rio dan Obiet langsung mengejar Manda, tapi anehnya. Manda sudah hilang tak berjejak.
Kaki Rio lemas, ia terjatuh tak bisa membayangkan jika gadis yang ia cintai harus mengakhiri hidupnya di Smp Yusha.
Ia masih ingat pertama kalinya Rio bertemu Manda, saat itu Manda dalam keadaan kritis, dan saat itu Rio sama sekali tak cemas. Karna ia tak pernah tahu, jika kini. Ia akan menyayangi Manda, ia tak mau melihat Manda berada di wilayah antara kematian dan kehidupan. Apalagi jika hanya karna nafsu bu Ira. Manda meninggalkannya
“Kak Rio, ayo kita ke taman belakang sekolah” ajak Obiet, Rio menatap Obiet, dengan penuh keyakinan Rio berdiri dan mengangguk setuju dengan ajakan Obiet
“Ayo”
Mereka berdua pun berlari menuju taman belakang sekolah

Manda terus melangkah menuju taman belakang Yusha, tatapannya masih kosong, buku pemberian Ray tadi masih tergenggam erat di dadanya, angin dingin di tempat itu mulai merasuk hingga tulang Manda, tapi pikiran Manda sama sekali bukan untuk tubuhnya, ia hanya focus dengan dentingan piano tersebut.
Langkahnya terhenti di pusat taman, ia melihat 2 gadis dengan sebuah piano bermain piano dengan indahnya, begitu memilukan hati, mengankat alam bawah sadar Manda, hingga menyadarkan Manda yang sejak tadi terhipnotis olehnya
“Ya Tuhan!” Seru Manda ketika sadar
Kedua gadis tersebut menghentikan permainan pianonya, dan menatap Manda dengan tatapan yang amat lembut, Manda terenyuh oleh tatapan keduanya, perasaannya kembali tenang, dan ia memberanikan diri untuk mendekati keduanya
“Kalian siapa?” Tanya Manda
Keduanya hanya tersenyum lembut pada Manda, dan memainkan piano lagi, Manda duduk di bangku yang sama dengan kedua nya
Manda memejamkan matanya, merasakan alunan indah piano yang di mainkan. Manda kembali membuka matanya, ia melihat bayangan Smp Yusha yang sangat aneh, bukan Smp Yusha yang nyata, bukanlah smp Yusha yang saat ini ia bersekolah di dalamnya, yang ia lihat saat ini adalah Smp Yusha 20 tahun yang lalu.
Tubuhnya bergetar, ia kebingungan dengan kejadian saat ini, air matanya mengalir karna ia takut tak bisa kembali lagi ke masanya.
Kedua gadis yang tadi memainkan piano pun sudah hilang entah kemana, tapi tak lama kemudian, salah satu gadis pemain piano mendatanginya
“Tak usah takut, kami hanya ingin memperlihatkan kejadian yang kami alami. 20 tahun dan 5 tahun yang lalu” ucap gadis itu kalem
“Dan, kamu tidak sendirian, ada 2 orang temanmu yang mengikutimu sejak tadi” Manda yakin, gadis itu adalah Dainya, terlihat dari gurat wajahnya. Keturunan Belanda asli.
Dainya menghilang, Manda masih diam terpaku di tempatnya semula, mencari 2 teman yang di maksud Dainya.
Manda melihat sekeliling, terlihat Rio dan Obiet yang berjalan kebingungan, wajah Manda berseri melihat keduanya
“Kak Rio, Obiet!” Panggil Manda, Rio dan Obiet langsung menoleh ketika mereka mendengar suara Manda, wajah Rio senang bukan main melihat Manda masih sehat, Rio berlari meninggalkan Obiet yang kemudian menyusul Rio. Langsung Rio peluk tubuh Manda erat, karna ia sudah sangat khawatir dengan keadaan Manda, Obiet hanya menatapnya dengan perasaan cukup marah
“Kamu gak apa-apa nda?” Tanya Rio masih memeluk Manda
“Iya kak, gak apa-apa, kok kakak dan Obiet tau aku disini?”
Mendengar pertanyaan Manda, barulah Rio melepaskan pelukannya pada Manda
“Iya nda, kami mengikutimu hingga kemari” jelas Rio
“Nda, sebenarnya tempat apa ini?” Tanya Obiet yang sejak tadi melayangkan pandangan nya ke sekeliling.
“Sepertinya ini adalah sebuah rekaman kehidupan masa lalu Marsha dan Dainya. Mungkin saja kita bisa mendapatkan petunjuk lebih lengkap disini”
“Siapa yang mengajak kita?” Tanya Rio
“Dainya dan Marsha .. aku tadi bertemu dengan mereka, memainkan piano dengan indahnya”
“Aku siap dengan kameraku” ucap Obiet mengeluarkan handphone kameranya
“Aku juga bawa hp kamera” ucap Rio menenteng handphone yang tak kalah bagus dari handphone Obiet, Manda tertawa kecil melihat tingkah kedua sahabat nya
“Ayo, kita jalan-jalan saja cari petunjuk” ajak Manda
Rio langsung memegang tangan Manda “Kamu tetap harus ku jaga” Obiet sangat geram melihatnya “Kak Rio itu!” Geramnya dalam hati

Sebenarnya Alvin mendengar semua kata-kata Ami yang menyatakan tentang keadaan Yuki, air mata Alvin menetes karna ia sangat cemas kehilangan adiknya lagi, sahabat terbaiknya selama Manda tak bersamanya.
“Kak Ami” panggil Alvin menyadarkan Ami yang masih termenung di dekat jendela
“Alvin? Kamu sudah bangun sejak kapan?”
“Barusan kok kak”
“Kamu jangan bohong”
“Lho? Tahu darimana aku bohong?”
“Dari tatapan matamu”
Alvin mati kutu dengan pernyataan Ami, ia menunduk dan langsung mengangguk
“Ya kak, aku bohong, sebenarnya aku sudah bangun sejak tadi, dan juga mendengar pernyataan kakak mengenai Yuki”
“Aku menyesal kamu mendengarnya”
“Apakah aku akan kehilangan adikku lagi kak?”
“Tidak, kita harus tetap berdoa Alvin”
Alvin mengangguk dan memandang Yuki yang sedang jalan-jalan di luar rumah sakit, bukan dengan kakinya, tapi dengan kursi roda yang selalu ia gunakan kemanapun hatinya ingin pergi. Wajah Yuki sangat pucat, Alvin memandang Yuki dengan hatinya yang sakit, masih ingat Alvin dengan pertemuannya yang pertama dengan Yuki, Yuki yang menemaninya bermain gitar dan belajar piano. Dan kini ia harus kehilangan Yuki.
“Aku” Ami menoleh ke arah Alvin, “Aku takkan membiarkan Yuki pergi dari dunia ini!” Seru Alvin, ia terduduk lemas, Ami ikut duduk di samping Alvin
“Semua tergantung mukjizat dari Allah SWT vin, teruslah berdoa”
“Tapi apakah Tuhan begitu kejam padaku kak! Mengambil semua orang yang ku sayangi, orang tua kandungku, mama, Dea, dan sekarang .. Yuki?!”
Ami terdiam melihat prilaku Alvin, Ami tak bisa berbuat atau berkata banyak menjawab pertanyaan Alvin barusan, karna Ami juga berfikir apakah memang sebegitu beratkah ujian untuk seorang anak 13 tahun seperti Alvin

PART 13
Dada Manda terasa sesak melihat dirinya yang sedang berjalan di masa yang kini ia berada di dalamnya. Rio terus menggenggam tangan Manda lebih erat, Obiet melihat kejadian di hadapannya dengan perasaan takjub
“Tante” gumamnya
“Ya, itu tantemu biet, Marsha semasa hidupnya” jelas Manda
“Kenapa Marsha sangat mirip denganmu?” Tanya Rio
“Aku juga kurang tahu kak, mungkin inilah sketsa kehidupan” jawab Manda seraya memegang buku riwayat angkatan Dainya makin erat
Manda, Rio dan Obiet berjalan mengikuti Marsha hingga mereka tiba di depan perpustakaan, disana mereka melihat Marsha sedang bersembunyi memperhatikan seorang anak lelaki yang tengah sibuk membaca buku
“Ray? Ia lebih tinggi di masa lalu ya? Keren” gumam Manda
Obiet dan Rio hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan Manda
Di pegang oleh Marsha sebuah amplop berwarna hijau, ia tersenyum malu sesekali melihat anak lelaki gondrong tersebut.
“Marsha? Kamu kenapa?” Tanya seorang anak lelaki tinggi nan tampan yang menghampiri Marsha karna prilaku aneh Marsha yang sejak dari tadi ia perhatikan
“Kak Ryan! Aduh, gak apa-apa kok” ucap Marsha gugup
Manda tersentak melihat anak lelaki yang menghampiri Marsha, ia perhatikan Rio dan Ryan “Mirip” gumamnya, Rio juga terpaku melihatnya begitu pula Obiet
“Kamu mau ngapain dek?” Tanya Ryan
“Gak kok kak, aku.. aku mau pergi dulu ya!” Seru Marsha dan meninggalkan Ryan sendirian, Ryan hanya tersenyum tipis. “Andaikan kamu tahu sya, aku selalu mencintai mu.. tapi karna perasaan malu yang bodoh ini, aku belum berani mengungkapkannya”
Manda tertawa kecil melihat kejadian barusan, Rio memandang Manda dengan tatapan jengkel “Kamu kenapa tertawa?” Tanya Rio, Manda hanya menggeleng
“Eh, ayo ikutin Marsha aja” usul Obiet
Mereka bertiga pun lari menyusul Marsha, di lihat mereka Marsha lari ke ruang bu Ira.
Dengan heran ketiganya juga ikut masuk ke ruang bu Ira, dan mereka bisa menembus tembok. Bagaimanapun, mereka tak nyata di masa ini.
Manda menyuruh Obiet untuk merekam kejadian tersebut dengan handphone kameranya, dengan sigap Obiet mengeluarkan Hpnya dan merekam kejadian yang akan terjadi
Terlihat Marsha duduk di samping bu Ira, menggeliat manja pada bu Ira, bu Ira menunjukan senyum lembutnya, senyum keibuan yang sangat Manda rindukan
“Ada apa Marsha?”
“Aku malu bunda, aku malu memberikan ini pada Bagas”
“Surat cinta? Ya sudah cantik, tak usah kamu memberikan benda memalukan ini pada anak itu”
“Maksud bunda apa? Memalukan?” Protes Marsha
“Ya, sangat memalukan bukan memberi surat cinta pada seorang anak lelaki yang belum tentu menyukaimu?”
“Menurutku ini bukan hal yang memalukan bunda, lihat saja nanti. Jika aku dan Bagas sudah menikah, Marsha takkan menemani bunda lagi!” Seru Marsha sedikit bercanda
“Keluar kamu!” Bentak bu Ira
Tubuh Marsha bergetar mendengar bentakan bunda angkatnya tersebut, ia melangkah mundur dan berlari keluar. Manda, Rio, Obiet langsung mengikutinya

Ternyata Marsha berlari menuju taman belakang sekolah, terdapat sebuah piano cantik sebagai penghibur dirinya yang ia sembunyikan hanya untuk dirinya seorang.
Marsha menekan beberapa not piano, ia meneteskan air matanya.
“Bunda, Marsha tak pernah ingin membuat bunda marah .. aku menyayangimu bunda”
“Karna walaupun Marsha hanyalah anak angkat bunda, tapi sebenarnya Marsha menganggap bunda sebagai orang yang paling berharga di hidup Marsha”
Suara alunan piano dan suara Marsha yang terisak membuat semua orang yang mendengarnya bisa menangis pula, dan hanya Manda yang bisa mendengarnya, air mata Manda menetes mendengar alunan piano tersebut
“Kamu kenapa nda?” Tanya Obiet
“Suara piano itu..”
“Suara piano? Memangnya ada?” Tanya Rio juga
“Ya”
Setelah 5 menit Marsha memainkan piano nya, beberapa anak berjubah hitam datang mendekati Marsha, Marsha terkejut melihat kedatangan anak-anak tersebut.
“Ayo ikut!” Seru salah satu anak, anak yang lain menyeret Marsha
Manda merasakan hal aneh dengan kejadian di hadapannya, ia ingin menyelamatkan Marsha, tapi Rio mencegahnya
“Tidak nda, jika kamu melakukannya. Kamu sudah merusak masa depan”
Manda melihat Marsha di seret paksa oleh kelima anak yang menghampirinya, dan begitu kaget ketiganya ketika tahu, 2 anak di antara 5 anak tersebut adalah Keke dan Oik. “Kak Rio, aku gak salah lihat khan?” Tanya Manda pada Rio, Rio hanya mengangguk. Mereka pun kembali mengikuti Marsha.

Marsha di seret hingga mereka berada di sebuah ruangan yang cukup luas nan gelap, di sana bu Ira juga mengenakan jubah hitam, matanya merah menyala. Menatap Marsha dengan garangnya
“Bunda, ada apa ini?” Tanya Marsha
“Apakah kamu masih menyayangiku?”
“Tentu saja bunda! Ada apa ini?”
“Bohong. Bunuh dia”
Sebilah pisau menancap di leher Marsha berkali-kali, Manda tak kuat melihat kejadian tersebut dan langsung memeluk Rio, Rio dan Obiet merekam kejadian tersebut dengan perasaan sungguh tak kuat.
“Tak kusangka, bu Ira sendiri yang melakukannya pada tante ku”
Manda melepas pelukannya dari Rio, dan mengelus kepala Obiet yang kini pipinya sudah basah dengan air matanya
“Aku juga tak menyangkanya biet” ucap Manda masih terisak
“Tak ada yang menyangka kejadian ini harus bu Ira yang melakukannya biet” ucap Rio

Manda, Rio, dan Obiet seperti berputar-putar dan dalam hitungan detik, mereka bertiga sudah berada di taman larangan itu lagi.
Obiet melihat jam tangannya
“Apa ini mimpi?” Tanyanya
“Jam ku rusak ya? Sepertinya sudah berjam-jam kita disana, tapi waktu sama sekali tak bergerak, masih sama saat kami mengikutimu” ucap Rio menggoyangkan jam tangannya
“Tidak, ini nyata teman-teman, Dainya dan Marsha sudah membantu kita untuk mengumpulkan petunjuk bagaimana membuat bu Ira sadar akan cinta mereka yang tulus pada bu Ira” ucap Manda
Mereka bertiga tersenyum, dan langsung berlari ke balkon, menemui teman-temannya.

Jantung Yuki sudah mulai melemah, di ruang operasi tersebut semua dokter dan suster sekuat tenaga menyembuhkannya, Yuki ingat dengan kejadian barusan yang membuatnya harus ada di ruang operasi ini.
~~~
Yuki menatap semuanya dengan matanya yang sudah mulai rabun, Yan menemani Yuki dengan setia, kepala Yuki mendadak sakit luar biasa.
“Nona Yuki, indah khan pemandangannya?”
“Ya”
“Nona Yuki, jika suatu saat nanti saya tidak bisa menemani nona, apakah nona akan terus kuat?”
“Ya”
“Apakah nona ingin bertemu dengan orang tua nona?”
“Ya , tentu saja Yan”
“Nona .. kenapa sejak tadi, jawaban nona seperti itu?” Yan melihat Yuki yang wajahnya sangat pucat, matanya sudah tertutup
“Nona, nona harus kuat! Jangan tinggalkan saya”
“Yan, aku mau tidur dulu.. badanku sangat lelah”
~~~
Dan di sinilah ia, bersama beberapa ahli medis, melihat Yan juga berbaring disampingnya terbaring kaku, dan untuk terakhir kali. Tersenyum pada Yuki
***
Siang ini, rencananya Fendi ingin mengungkapkan cintanya lagi pada Dea, di dekat pohon cemara belakang rumah.
“Mau apa sih lu ajak gua ke tempat sejuk kayak gini?” Tanya Dea agak protes dengan kelakuan Fendi “Ni anak, mau gua tembak ribet banget yak” gerutu Fendi, Fendi langsung mengangkat kedua telapak tangan Dea dengan tangannya, menggenggamnya dan menatap mata Dea lekat
“Sekali lagi de, mau gak lu jadi pacar gua?”
Dea tertegun mendengar pertanyaan Fendi, tak ia sangka do’anya selama ini bisa terkabul, cinta pertamanya bisa menjadi cinta terakhirnya, dan akan ia jaga hingga akhir hayatnya.
“Ya, aku mau”
Fendi dengan reflex memeluk Dea, semua anak POL bersorak ria melihat kejadian tersebut, Gilang ikut bersorak dan bertepuk tangan walau hatinya masih sakit, Monna mengelus punggung Gilang.
“Aku tahu ini berat untukmu Gilang” bisik Monna
“Ya, tapi gua harus kuat buat Dea”
***
Alvin menatap pintu ruang operasi dengan sangat cemas, perasaannya sama cemasnya dengan kejadian beberapa minggu yang lalu, saat ia tak boleh melihat Manda yang sedang di operasi
“Kak Ami”
“Ya?”
“Apakah Yuki akan meninggalkanku seperti Dea yang sudah meninggalkanku?”
“Kakak berharap pertanyaanmu itu salah”
Alvin terus menunduk berdoa pada Tuhan demi keselamatan Yuki, seorang lelaki paruh baya menghampiri Alvin dan Ami, ia adalah papa Alvin
“Maaf, ada yang harus ku bicarakan pada kalian” papa Alvin mengisyaratkan pada keduanya untuk mengikuti langkahnya menuju ruang ayah Ami.

Dengan nafas terengal-engal, Manda, Rio dan Obiet akhirnya tiba di atas balkon, dan teman-temannya masih berada di balkon, menunggu kedatangan ketiganya.
“Kami, kami punya bukti dari bu Ira!” Seru Manda, mata kelima anak di hadapan Manda langsung berbinar
“Darimana nda? Dari buku itu?” Tanya Ray girang
“Ya, aku mengikuti pikiranku yang di atur buku ini, hingga kami bertiga tiba di masa lalu Marsha” jelas Manda, ia duduk dan semua mengikutinya, membentuk lingkaran seperti keadaan awal mereka tiba di balkon.
“Obiet, kak Rio tolong perlihatkan rekaman kalian”
“Ini” ucap Obiet seraya menyodorkan handphonenya, dan memutar play untuk kejadian yang sejak tadi mereka alami
“Mana?” Tanya Iel heran
“Hah? Gelap?” Obiet, Manda dan Rio mulai panik, Manda merebut hp Obiet dan memeriksa semua foto dan video hasil perjalanan mereka, dan semua gelap
“Mungkin jika kita cetak baru kelihatan!” Usul Oliv
“Apa akan berhasil?” Tanya Cakka ragu
“Kalau belum mencoba, kita harus optimis untuk mencobanya!” Seru Ray
“Ya sudah, tunggu apa lagi? Ayo kita cetak semua fotonya, dan masukan film hitam ini ke vcd” ucap Rio
Hati Manda kembali sesak, ketika ia melihat kejadian barusan. Terbesit di pikirannya itu hanya sia-sia. Hanya membuatnya terhipnotis akan khayalan, Ray, Iel, Cakka dan Oliv bertugas untuk mencetak foto, sedangkan sisanya memburning video ke vcd. Manda masih duduk dan memeluk erat buku tebal di tangannya.
“Tuhan, tolong kami” do’a Manda
Rio tersenyum melihat kelakuan Manda, ia mengulurkan tangannya pada Manda, tersenyum manis hanya untuk Manda, Manda membalas senyum Rio dan mengambil uluran tangan Manda. Rio menggandeng tangan Manda seraya berjalan menuju anak lainnya.

Di tengah perjalanan, Agni, Manda, Rio dan Obiet melihat Oik Keke menghadang mereka, Manda mempererat peganganya pada Rio, rupanya ia masih trauma dengan kejadian masa lalu Marsha
“Kalian sembunyikan dimana Shilla?” Tanya Keke
“Shilla?” Tanya Rio bingung
“Ya, sejak tadi kami tinggal ke kantin, Shilla menghilang” jelas Oik
“Shilla hilang?” Tanya Obiet yang makin tak mengerti maksud pembicaraan mereka
“Ah, belaga oon. Kalian ajak Shilla masuk genk kampungan kalian khan?!” Oik mulai sewot, dan mendorong Manda dengan kasarnya.
“Oik, Keke!” Seru Shilla yang mendorong Oik menjauh dari Manda

Papa Alvin duduk di hadapan Alvin dan Ami yang duduk di sofa, ia menatap keduanya lekat
“Vin”
“Ya pa?”
“Kamu benar mau bertemu Dea?”
“Tentu!”
“Selesaikan dulu Smp mu, jika kamu sudah menyelesaikan semua dengan baik bahkan kamu bisa berprestasi, papa akan mengajakmu ke Bangka untuk bersekolah dengan Dea”
“Benarkah pa?!” Tanya Alvin sedikit tak percaya, papa hanya mengangguk
Air mata Alvin menetes pelan tapi pasti, tak ia sangka papanya benar-benar mengucapkan tawaran yang sangat menyejukan hatinya.
“Tapi kamu harus janji, tak boleh menganggap Dea sebagai orang selain adikmu”
“Ya papa!”
Ami ikut tersenyum, tapi hatinya cukup perih, karna adik nya akan pergi lagi. Pertama Rio, kedua Yuki, dan sekarang Alvin. Ia akan sendirian lagi.
“Apakah kak Ami boleh ikut ke Bangka?” Tanya Alvin
“Lho? Bukankah Ami adalah dokter disini? Ya tidak boleh”
“Ya Alvin, aku adalah dokter psikologi disini, masih banyak yang membutuhkanku”
“Kenapa papa tidak membuatkan sebuah klinik di Bangka, khusus untuk kak Ami!”
Papa dan Ami saling pandang. Mereka berdua tersenyum mendengar usulan Alvin, tapi keduanya mengangguk pasti menyetujui usulan Alvin.
Dan sekarang Alvin juga Ami nyaris melupakan Yuki.

“Shil, kamu kemana aja?” Tanya Keke mengelus punggung Shilla
“Tolong, jangan ganggu mereka” mohon Shilla
“Yasudah, ayo ikut kami” Oik menarik tangan Shilla, dengan pasrah Shilla mengikuti keduanya. Di mata Manda, Shilla seperti Marsha, Manda gemetaran jika nasib Shilla akan seperti Marsha, dengan cepat Manda lepaskan pegangan Oik pada Shilla dan menggantikan posisi tangan Oik dengan tangannya
“Aku .. aku gak akan membiarkan Shilla ikut dengan iblis seperti kalian!” Seru Manda
“Maksud kamu apa?” Tanya Keke
“Kalian berdua, pengikut bu Ira bukan?!” Bentak Manda
Keduanya terdiam, saling pandang dan tersenyum tipis
“Kamu ini bodoh, sangat bodoh.. mana ada kata pengikut?” Oik berkata dengan nada sangat sinis, keduanya langsung berlari meninggalkan Manda, Shilla dan yang lain.
Shilla menatap mata Manda yang kini berlumuran air mata, Angel yang baru saja di ceritakan semua yang dialaminya bersama Rio dan Manda langsung mendekati Manda dan mengelus rambut Manda
“Mari kita hadapi semuanya, bersama-sama” ucap Angel halus
“Ya, tentu saja Angel”
“Dan, aku sudah di ceritakan detail oleh Angel, aku siap membantumu Manda”
Agni mengambil penanya dan tersenyum, menulis beberapa kata di bukunya “Kemenangan abadi” menutup bukunya lalu memeluknya dengan erat.

Malamnya, 10 anak tersebut berkumpul setelah berhasil melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka terlihat berfikir keras
“Walapun sudah di cetak, kenapa masih hitam?” Tanya Oliv
“Aduh, pusing” gerutu Cakka
“Jika begini, kita akan di hantui di sekolah kita sendiri.. oleh para pengikut atau lebih tepatnya boneka bu Ira” ucap Iel, yang lain hanya mengangguk setuju dengan ucapan Iel
“Mungkin, bu Ira bisa melihatnya” ucap Agni, semua sontak menoleh ke Agni, menunggu ucapan Agni yang lain untuk memberi setitik harapan terang.
“Ya, mungkin memang hanya bu Ira yang bisa melihatnya” ucap Agni lagi
“Kenapa?” Tanya Oliv
“Karna, di dalam masa lalu ini, ada bu Ira”
“Bukan karna memang kamu sudah mengetahuinya?” Tanya Ray
Agni terdiam gugup melihat semua pasang mata menatapnya penuh harap, karna mau bagaimanapun ini pertama kalinya ia berbicara cukup akrab di depan orang banyak.
“Kalau begitu, ayo kita selipkan semua ini dari pintu ruangan bu Ira” usul Angel
“Ya! Ide bagus, ayo. Kita harus menyelesaikan misi ini, malam ini juga!” Seru Ray yang paling bersemangat.
Mereka beranjak menuju ruangan bu Ira.

Rio mengetuk pintu ruangan bu Ira, dan langsung lari menuju teman-temannya ketika mendengar suara hentakan langkah bu Ira dengan sepatu hak tingginya.
Bu Ira keluar dan mengambil berkas dari Manda dan kawan-kawan. Lalu masuk ke ruangannya.
Di dalam ruangan, bu Ira menatap lekat foto-foto tersebut, hanya hitam yang tergambar. Bu Ira melempar nya ke tong sampah, lalu ia melirik 2 vcd yang ada di dalam map coklat tersebut, ia mengambilnya dan mulai menyetel salah satu dari vcd tersebut.
Hanya semut yang muncul, ia mulai bosan dan menundukan kepalanya, tapi..
Beberapa detik kemudian, terdengar suara piano yang sangat menyayat hati, mendengarnya bu Ira langsung melihat seorang gadis yang sangat ia sayangi sedang bermain piano di taman terlarang.
“Bunda, Marsha tak pernah ingin membuat bunda marah .. aku menyayangimu bunda”
“Karna walaupun Marsha hanyalah anak angkat bunda, tapi sebenarnya Marsha menganggap bunda sebagai orang yang paling berharga di hidup Marsha”
Ucapan tersebut membuatnya meneteskan air mata, perkataan yang tak pernah ia dengar dari siapapun kecuali Marsha.
Bu Ira hampir tak percaya melihat rekaman itu, lalu dengan cepat ia putar vcd kedua.
“Bunda, ada apa ini?” Tanya Marsha
“Apakah kamu masih menyayangiku?”
“Tentu saja bunda! Ada apa ini?”
“Bohong. Bunuh dia” wajah Marsha menunjukan ia ingin mengatakan suatu hal terakhir untuk bu Ira, tapi pisau tersebut sudah terlanjur merenggut nyawa Marsha.
“Apa yang ingin kau katakan Marsha..”
Bu Ira terlelap dengan kesedihannya, kekuatan hitam yang ia miliki sudah merenggut nyawa anak angkat kesayangannya, bahkan dulu nyaris merenggut anak kandungnya.
Ia menyesal dengan perbuatannya, ia mengambil foto-foto yang barusan ia buang ke tempat sampah, terlihat wajah Marsha yang manis tersenyum malu ketika ia bersama beberapa anak lelaki yang mungkin mengisi hatinya.
“Marsha masih sayang bunda.. untuk selamanya, cinta yang akan selalu abadi.. disini, di hati ku..” suara halus menyadarkan bu Ira, bahwa ia tak pernah tahu arti cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, sebenarnya ia punya 1 kekuatan cinta, dan Marsha juga punya. 2 kekuatan yang mereka miliki hancur kana kecemburuan bu Ira, hanya karna candaan Marsha 20 tahun yang lalu.
“Maafkan bunda, Marsha” bu Ira berjalan menuju ruang ritualnya. Ia tatap Marsha seorang anak berumur 13 tahun yang terbarig kaku di hadapannya. Masih cantik dan bersih, tapi itu hanyalah fana. Tak ada yang abadi, kecuali cinta Marsha.
“Memang tak pernah ada yang abadi, maka dari itu. Bunda ingin menemanimu” sebilah pisau ia tancapkan ke perutnya berkali-kali hingga darah terus mengalir dan ruhnya terangkat, pergi. Tertinggal jasad, dan cinta.

EPILOG
Bangka saat itu sangat syahdu, pemakaman bu Ira berlangsung penuh kesedihan, air mata membanjiri pemakaman umum Bangka timur, kepergian kepala sekolah Smp Yusha yang penuh misteri menimbulkan semua orang menatap miris pada kejadian tersebut, tak disangka mereka ternyata bu Ira lah yang menjadi tersangka pembunuhan Dainya dan Marsha, anak berprestasi di Smp Yusha.
Semenjak kejadian tersebut, nama Oik dan Keke juga tak pernah di ingat oleh siapapun. Mereka tak pernah tahu bahwa kedua anak yang menjadi salah dua pengikut bu Ira bersekolah di Yusha. Hanya Manda, Rio, Agni dan Obiet.
Manda dkk menuju balkon merasakan sejuknya angin semilir dingin yang melewati dan menyejukan tubuh mereka. Oliv terlihat begitu ceria di samping Ray, masih ingat ia dengan pertanyaannya kemarin malam
“Jika kasus ini sudah selesai, apakah Ray akan pergi?”
Dan Ray menjawab “Tidak, aku akan tetap disini bersama kamu, juga teman-teman yang lain, dan Ray akan selalu menjaga Oliv”
Beberapa kata dari mulut Ray mampu menyihir Oliv makin jatuh cinta pada Ray.
Manda merasakan tubuhnya ringan, begitu juga Shilla. Ia lega mendengar kabar, bahwa mama dan papanya akan menerima kak Riko sepenuhnya, Obiet masih tak percaya 2 hari berharga dalam hidupnya. Menyelesaikan sebuah kasus tantenya yang memang tak masuk logika. Sedangkan Agni, ia dapat tersenyum lebar dan tak usah takut berteman. Karna sekarang tak ada lagi yang dapat menyakiti sahabat-sahabatnya, kecuali jika itu kehendak Allah SWT. Cakka yang tempo lalu resmi jadian dengan Oik, lupa jika ia pernah punya pacar bernama Oik. Ia masih menjomblo, itulah yang ada di pikirannya. Begitu juga Iel, ia merasa tak punya fans bernama Keke. Sedang Angel? Ia menikmati kekuatannya, ia tak mau memakainya untuk hal yang bukan-bukan, alih-alih membantu. Mungkin ia bisa membunuh orang yang ia sayangi seperti bu Ira.

Semua anggota POL dengan sukses roadshow dan mendapatkan lebih banyak job, tapi itu tak menghalangi Dea dan Fendi untuk saling perhatian, sedang Gilang masih hidup tenang dan lega dengan kehilangan Dea, tak begitu buruk rupanya. Pikirnya

Yuki membuka matanya lebar-lebar melihat nisan pengasuhnya, Yan. Kini air matanya tak menetes, ia tersenyum melihat nisan tersebut, hatinya lah yang menangis, bukan matanya. Karna ia ingin Yan melihatnya tetap tegar, seperti yang di bisikan Yan padanya di saat-saat terakhir Yan. “Jadilah anak yang tegar, dan jangan menangis jika kamu masih bisa menahannya” tapi jujur, Yuki tak bisa menahan kesedihannya, ia tak bisa menahan tangisnya lebih lama, setetes 2 tetes air mata mengalir melewati pipinya. Menghangatkan pipinya yang sedikit lebih kurus karna penyakitnya yang 2 hari lalu menggerogoti tubuhnya lebih ganas. Alvin berdiri di samping Yuki, ia tersenyum pada Yuki dan Yuki membalasnya.
“Jadi, setelah ini kamu mau kemana?” Tanya Yuki pada Alvin
“Aku akan menyelesaikan sekolahku disini, dan kemudian. Setelah selesai Smp. Aku akan bertemu Dea”
“Begitu menyenangkan kedengarannya”
“Tentu, Yuki sendiri, mau kemana?”
“Aku tak tahu vin, aku sudah tak punya siapa-siapa”
“Kata siapa? Bukannya kamu masih ada kak Ami?”
“Bukannya kak Ami juga mau ikut kamu?”
“Iya sih, tapi kamu harus ikut! Menjadi asisten kak Ami! Di kliniknya yang baru”
“Benarkah?!”
“Ya!”
“Terimakasih Alvin!!”
Pipi Yuki kembali bersemu seperti bunga sakura yang amat cantik, begitupun Alvin, pikirannya sangat berbunga karna setahun lagi, ia akan bertemu dengan Manda.
***
1,5 tahun kemudian..
Manda menjadi lulusan Smp Yusha terbaik, dan rencananya ia ingin melanjutkan Sma nya di sekolah yang sama dengan Rio. Sma Yusha, agar ia bisa terus bersama kekasihnya. Rio.
“cie, yang jadi juara umum, mengalahkan Obiet” ledek Rio yang sedang menjemput Manda untuk pulang ke rumah, menghabiskan liburan sebulan, bersamanya dan kesepuluh kawan mereka, Agni, Obiet, Angel, Shilla, Irsyad, Riko, Iel, Cakka, Ray dan Oliv. Berlibur di rumah Manda, karna memang rumah Manda yang paling besar, setelah anak POL lepas dari rumah tersebut, sekarang giliran Manda dkk yang mengisi rumah tersebut. Ternyata setelah Rio mengenal Riko, keduanya malah bersahabat dan menjadi duo paling cool di Sma Yusha.
“Kak Obiet” panggil Lintar dari belakang Obiet
“Eh, kamu Lintar.. kenapa?”
“Aku pasti akan merindukan kakak, tak ada lagi yang bisa mengajariku selain kak Obiet dan kak Manda” ucap Lintar dengan mimik sedih
“Kamu pasti bisa menjadi Manda, juara umum di Smp Yusha tahun depan! Benjanjilah padaku!” semangat Obiet
“Baik kak, aku akan menepati janji yang di tawarkan kakak padaku!!” Seru Lintar, ia mengambil kameranya dan meminta 12 anak yang menjadi kakak kelasnya untuk berfoto, agar ia mendapat aura semangat dari mereka semua.
“Ayo kak, kak Rio dan kak Riko di ujung kanan kiri, kak Manda dan kak Obiet di tengah, kak Shilla, kak Agni, kak Oliv, kak Angel di sebelah kak Manda, kemudian kak Cakka, kak Iel, kak Irsyad, dan kak Ray di sebelah kak Obiet”
Sebuah foto keabadian persahabatan dan cinta pun terbentuk. Dari 12 anak luar biasa alumnus Smp Yusha.

Sivia melihat Alvin dan Dea bergantian, “Mungkin ini saatnya aku bisa pergi” tapi ada sebuah suara dari langit “Tidak Via, jagalah mereka terus..” senyum Sivia terkembang lebar, ia sangat senang mendengar ucapan tersebut “Terimakasih mama!!”

Manda cs akhirnya tiba di rumah Manda, terlihat rumah tersebut sangat sepi. Hanya ada segelintir pembantu yang menyambut mereka, tante Viska mungkin masih sibuk dengan dokumen kelulusan Manda yang sangat banyak, penghargaan dari prestasi Manda pun harus di data ulang, untuk kelangsungan masa depan Manda, karna memang. Semua yang kita perbuat di masa lalu adalah biji untuk Masa depan yang sebagai buahnya.
Sesampainya di dalam rumah, semua takjub melihat kemegahan rumah Manda
“Kamu tinggal disini berdua dengan bu Viska?” Tanya Oliv setengah tak percaya
“Tidak juga, dulu ada kakak-kakak POL yang tinggal disini.. tapi, mereka memang sudah kembali ke rumah mereka masing-masing”
“POL? Power of Love? Grup Padus itu? OMG! Aku ngefans banget sama mereka!” Seru Angel, Shilla mengikuti gaya Angel yang cukup lebay. Semua tertawa melihat tingkah keduanya
“Kalian duduk dulu ya di ruang tengah, aku mau ke dapur cari makanan dan bilang ke bibik paman pengurus rumah ini untuk menyiapkan kamar kalian” usul Manda
Sahabat-sahabat Manda langsung menuju ruang tengah, dan Rio sebagai pemandunya.

Manda mengambil beberapa cemilan beserta minuman untuk sahabar-sahabatnya, ia juga ikut duduk menonton tv, terlihat sebuah konser sedang di tonton mereka. Manda celingak-celinguk mencari Rio, dan menurut keterangan Oliv. Rio sedang di panggil mamanya, sebentar lagi juga kembali. Lalu Manda mulai penasaran siapa pemain music atau penyanyi di konser tersebut, matanya menjalar ke seluruh penjuru tv terbesar di rumah tersebut. Tapi tak ia temukan siapa penyanyi atau pemainnya
“Ini konser apa sih?” Tanya Manda
“Ini konser tunggal seorang musisi muda nda, dia juga baru lulus Smp seperti kita, tapi ia sudah punya banyak lagu karangannya sendiri yang sangat bagus, dan juga bisa memainkan semua alat music terutama gitar dan piano. Tadi baru biografinya”
“Mana sih orangnya?”
Terlihat seorang anak lelaki berkulit putih bersih duduk di depan piano, mata Manda terpana melihat sosok tersebut.
“Nah, itu dia! Tampannya.. Alvin..” ucap Angel terkagum-kagum
“Siapa namanya?” Tanya Manda
“Alvin nda” ulang Agni
Manda tersenyum mendengarnya, ia gemetaran dan kakinya tak bisa di gerakan sama sekali, tenggorokannya tercekik, hatinya kembali tenang luar biasa. Melihat Alvin, kakaknya dari tv yang sangat besar.
“To.. tolong di kencangkan volumenya” ucap Manda
“Kamu tersepona ya nda? Sampai segitunya, nanti kak Rio marah lho” ledek Ray
“Kak Alvin..” gumam Manda dalam hati, air matanya mulai menetes lagi, tapi langsung ia seka, karna ia ingin melihat Alvin dengan jelas
“Instrumen ini sebenarnya bukan buatan saya, tapi saya ingin memainkannya untuk orang yang paling saya sayangi selain orang tua saya, kak Ami, dan Yuki. adik kembar saya yang sangat-sangat saya rindukan, jika ia mendengarnya, saya akan sangat bersyukur pada Tuhan, dengarlah lagu ini. Reason OST Endless Love” Alvin mulai memainkan piano dan bernyanyi dengan fasih, setelah 6 menit berlalu, Alvin menghentikan permainannya, ia tersenyum dan mulai berkata lagi.
“Saya ingat kejadian 1,5 tahun yang lalu, saat terakhir kali adik saya memainkan lagu ini untuk saya.. di saat ia akan pergi dari kehidupan saya, dan semoga saja. Saya bisa bertemu lagi dengannya”
Seruan tepuk tangan membahana studio yang biasa di gunakan untuk drama opera di Jakarta. Alvin memainkan lagi lagu-lagu lainnya yang tak kalah indah.
“Ni konser gak langsung ya?” Tanya Shilla
“Iya shil, kayaknya ulangan 3 hari yang lalu, semoga Alvin bisa bertemu dengan adiknya ya” do’a Angel
Kaki Manda mulai bisa di gerakan, ia berdiri perlahan dan menuju telepon.
Ia tekan nomor handphone tante Viska, tapi belum sempat ia menekan semua, tubuhnya di peluk seseorang, pelukan yang sudah tak asing lagi. Pelukan kakak kembarnya.
“Kak Alvin?”
“Dea, aku sangat merindukanmu, sangat-sangat merindukanmu”
Semua sontak kaget melihat kejadian tersebut, tak di sangka adik Alvin adalah Manda, sahabat mereka.

Manda masih terkejut dengan kejadian ini, ia menatap Alvin lekat, menceritakan semua nya yang telah terekam oleh memorinya pada Alvin
“Jadi, sekarang kamu punya Rio?”
“Iya kak, dan rencananya aku mau sekolah di Sma yang sama dengan kak Rio”
“Dan aku juga akan bersekolah yang sama denganmu”
“Benarkah?!”
“Ya”
Percakapan tersebut di dengar seksama oleh Rio, sebenarnya ada perasaan cemas di hatinya. Ia takut Manda cenderung lebih sering bersama Alvin di banding dirinya. Tapi mungkin adil untuk keduanya, sudah berpisah selama 1.5 tahun adalah waktu yang cukup lama menjaga kasih sayang keduanya. 2 kekuatan cinta yang berbeda menyatu menjadi hati yang penuh dengan kesucian cinta. Itulah mereka, Dea dan Alvin. Rintangan demi rintangan mereka jalani, hingga mereka menemukan hatinya masing-masing.

“kamu gak pernah tahu perasaanku Dea!”
“aku tahu vin! Karna aku adalah kamu, dan kamu adalah aku!!“
“maksudmu?”
“aku tahu, karna kita bersahabat.. itu artinya, sedikit hatimu ada di hatiku“
“ya, itu ucapanku saat kita baru pertama mengenal dan menjadikanmu sahabat, tapi kamu hanya punya sedikit hatiku, kamu gak akan pernah ngerti“
“kamu beruntung vin, setelah kepergian mama mu, seorang ibu kembali mencintaimu dan keluarga mu .. sedangkan aku? Aku di buang dan tak pernah mempunyai orang tua“

The End

1 komentar:

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini