Minggu, 26 Desember 2010

Rain from Heaven 11

Sinar Persahabatan

Kamami menutup lemarinya, lalu ia duduk di sampingku. Sedang Angel masih sibuk mempersiapkan peralatan MOS. Kamami tersenyum jahil padaku, aku menemukan radar aneh darinya. Radar bahwa ia akan mengusiliku dengan kata-kata jahilnya.
“Bagaimana Sunset with kak Rio?” Tanya Kamami.
“Idih, maksud kamu apa mi?” Tanyaku balik.
Angel tertawa lepas seraya menaruh beberapa baju yang teelah ia lipat, ia melirikku jahil. Sepertinya mereka berdua akan meledekku habis-habisan malam ini.
“Indah khan sunsetnya?” Tanya Angel dengan nada bicara yang sangat tak biasa, seperti. Meledek.
“Huh, kalian berdua ini. Bisanya hanya meledek” Kesal ku.
“Lho? Bukannya meledek de, tapi khan kami hanya bertanya. Sunsetnya Indah bukan? Ditemani pangeran berkuda putih” Kata Kamami, makin membuatku panas.
Aku marah pada keduanya, dan langsung berbaring lalu menutup tubuhku dengan selimut tebal corak winni the pooh.
“Marah artinya kamu malu de” kata Kamami.
“Bodo”
Keduanya langsung tertawa puas melihat prilakuku yang seperti anak tk tidak di beri balon atau permen. Tapi aku hanya menggerutu sendirian, tak mau peduli lagi. Lebih baik aku tidur, agar aku bisa memenuhi janjiku pada kak Rio. Datang pagi dan melihat penampilannya bersama PRINCE.
---
Rio menyalakan laptopnya, dan mulai mengetik sebuah kalimat pendek di salah satu file notenya yang berjudul. “Bersamamu” sejenis file hariannya, ya bisa di sebut curhatan. Jarang memang seorang anak lelaki menulis hal-hal seperti curhatan di sebuah file tertentu, tapi Rio di ajarkan kakaknya. Jika memang ia tak bisa mengungkapkannya pada orang lain bahkan dirinya sendiri. “Menulislah”.
Kalimat yang di ketik Rio, “Gadis beribu cinta” hanya 3 kata pendek, tapi sangat bermakna untuknya. Sudah jadi kebiasaan Rio untuk mengungkapkan perasaannya ke dalam kode-kode pendek, dan hanya ia yang tahu maksud kode tersebut. Agar suatu hari nanti, jika ia membacanya kembali, luapan emosi yang ia rasakan saat ini akan terulang lagi.
“Yo, hari ini cukup aneh untukku” kata Alvin yang baru selesai mandi sore.
“Cukup aneh? Menurutku hari ini sangat menyenangkan”
“Menyenangkan darimana? Pertama, kita gagal tampil hanya karna kamu menunggu orang itu. Kedua, Dea masuk rumah sakit secara tiba-tiba. Dan ketiga, Iel hilang”
“Iel hilang? O iya ya, tu anak kemana?”
“Itu dia yang mau ku tanyakan padamu”
“Heum, nggak biasanya”
‘Krekk’ suara pintu kamar Rio terbuka, dan Iel lah yang membukanya. Rio dan Alvin langsung saling pandang. Karna bingung, wajah Iel berseri-seri dan merona. Belum sempat Alvin dan Rio bertanya pada Iel, Iel langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menutup tubuhnya dengan selimut.
“Hei boy, kau kenapa?” Tanya Alvin.
“…” Iel tak menjawab, sepertinya ia sudah tertidur.
“Aneh khan?” Alvin meminta persetujuan pada Rio, Rio hanya manggut-manggut dan memajukan bibirnya, membuat pipinya makin siap untuk di tarik gemas.
---
Pagi ini kami semua anak kelas 7 akan di MOS oleh kakak-kakak panitia MOS, dan ku lihat PRINCE naik ke atas panggung aula yang telah di rapihkan.
“Selamat pagi semua teman-teman kelas 7” kata kak Alvin.
“Pagi kak!!” Sorak kami semua.
“Kami disini akan membayar penampilan kami yang tertunda kemarin” kata kak Alvin lagi.
Kak Rio maju dan memandangi kami satu persatu, jujur saja aku tak bisa terlalu menikmati penampilan PRINCE. Aku terhalang beberapa anak yang lebih tinggi dariku. Jadi aku memutar otak dan menyelinap melewati anak-anak tinggi itu. Hingga aku bisa berdiri tepat di depan kak Rio, sangat dekat! Ya, untuk ukuran penampil dan penonton menurutku ini sangat dekat, hingga aku bisa memegang panggungnya yang tinggi. Aku saja sampai tersentak karna keinginanku bisa tercapai lebih dari yang ku inginkan.
Kak Rio menatapku dan ia kembali tersenyum dengan tulus. Aku juga tersenyum padanya, ia mulai bernyanyi dengan syahdunya. Aku bisa merasakan bahwa ia bernyanyi dari hati, jantungku berirama teratur karna suara dan nada-nadanya.
I'm so tired of being here, suppressed by all my childish fears
And if you have to leave, I wish that you would just leave
Your presence still lingers here and it won't leave me alone
These wounds won't seem to heal, this pain is just too real
There's just too much that time cannot erase
When you cried, I'd wipe away all of your tears
When you'd scream, I'd fight away all of your fears
You used to captivate me by your resonating light
Now, I'm bound by the life you left behind
Your face it haunts my once pleasant dreams
Your voice it chased away all the sanity in me
These wounds won't seem to heal, this pain is just too real
There's just too much that time cannot erase
When you cried, I'd wipe away all of your tears
When you'd scream, I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have all of me
I've tried so hard to tell myself that you're gone
But though you're still with me, I've been alone all along
When you cried, I'd wipe away all of your tears
When you'd scream, I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have all of me, me, me
Nada itu membasuh hatiku dengan beribu cinta, mungkin yang dimaksud kak Rio sebagai orang yang ia tunggu adalah dirinya sendiri. Ia memang pembawa beribu cinta untukku.
“Hei, bukankah kau tadi di belakangku?”
Aku menoleh ke belakang dan tersenyum sesal pada orang yang keberatan pada kelakuanku barusan.
“Ma..maaf ya, aku khan lebih pendek darimu”
“Dasar perempuan”
“Namaku Dea, namamu?”
“Baru lihat eh ajak kenalan. Dasar, kamu ini perempuan aneh”
Anak itu masih saja ketus padaku, ia khan harusnya maklum pada seorang gadis yang lebih pendek darinya. Heuh, dan akhirnya aku kembali ke belakang karna aku tak mau mencari musuh.
“Kamu kenapa de? Kok ke belakang lagi?” Tanya Kamami.
“Nggak jadi mi, aku nggak mau punya musuh di sekolah ini”
“Siapa maksudmu?”
“Sudah, nikmati aja penampilan PRINCE”
Aku sebenarnya masih kesal pada anak itu, tapi ya sudahlah. Aku juga yang salah, sudah mendahuluinya. Padahal ia yang lebih berhak.
---
Seusai penampilan PRINCE yang menenangkan, kami semua berkumpul di tengah lapangan, berbaris, lalu mengambil nomor sekaligus nama grup yang akan kami tempati. Aku mengambil kartu warna hijau yang bertuliskan “Dea. Nada. 05. Alvin JS” lho? Kok ada nama kak Alvin?
“Ayo, sekarang kalian menuju papan nama grup kalian masing-masing, nama kakak kelas di kartu kalian adalah nama Pembina harian kalian, good luck untuk semua pembelajarannya ya!” Kata kak Shilla.
“Mi, kamu grup apa? Pembinanya siapa?” Tanyaku.
“Grup Irama de, sama kak Riko. Kamu?”
“Grup Nada, lalu kamu njel?”
“Grup Melodi, sama kak Sivia.” Kata Angel.
“Kamu pembinanya siapa de?” Tanya Kamami.
Bodohnya aku, kenapa aku harus bertanya siapa Pembina mereka?
“Siapa de?” Paksa Kamami.
“Grup Nada! Ayo cepat kesini!” Teriak kak Alvin.
“Ow, kak Alvin” ketus Angel.
“Aku akan menjaga anak itu njel, tenang saja”
“Haha, maksudmu apa sih de? Sudah sana, kami juga mau cari kakak Pembina kami” kata Angel dan menghilang dari hadapanku.
Aku juga harus bergegas menemui kak Alvin, kalau tak mau kena marah tentunya. Aku pun berlari menuju sumber suara kak Alvin.
10 orang sudah lengkap di hadapan kak Alvin, kami berbaris memanjar ke samping, ia menatap kami satu persatu, dan sialnya karna aku terlambat aku jadi ada di posisi terakhir, kak Alvin lama menatapku, wajahnya sangat ketus padaku. Tangannya berlipat di depan dadanya, lalu kembali ke tempatnya semula. Mengambil buku seperti buku absen.
“Abner, Agni, Aren, Daud, Dea, Deva, Gaby, Ivant, Nandya, Olivia lengkap” kata kak Alvin yang ternyata sudah mengenali wajah kami, tak usah meminta kami berkata hadir.
“Ayo ikut aku”
Kak Alvin mengajak kami ke sebuah kelas di lantai dua, dan aku kagum pada ruang kelas di Smp BM. Begitu menarik di pandang dan asyik di tempati, begitu banyak hasil kreatifitas siswa di kelas ini. Dan semua di hargai, mulai dari lukisan, puisi, hingga hiasan langit. Seorang gadis masuk dan berdiri di samping kak Alvin, ia sangat manis, ia gadis yang menemani kak Rio sebagai MC kemarin, kak Ify.
“Assalamualaikum teman-teman, saya disini juga Pembina kalian. Dan dari kelompok ini akan di pecah lagi menjadi 2 golongan, yang merasa di kartunya ada nama saya mohon memisah ke kanan.”
Ku lihat 3 orang anak perempuan dan 2 anak lelaki memisahkan dirinya dari barisan, ku tahu mereka Aren, Agni, Nandya, Daud dan Ivant. Dan sekarang anggota ku, Oliv, aku, Deva, Abner dan! Anak itu, anak yang hampir beradu mulut denganku tadi di aula. Gaby.
“Bawa anggotamu menjauh dari kelompokku” ketus kak Alvin.
“Sory deh, aku telat”
Kak Alvin diam dan menatap sinis kak Ify. Kak Ify berganti sinis pada kak Alvin lalu mengajak kelima kawanku itu keluar dari kelas dengan plat nama 7F kelas 7 terakhir, dan ku ambil kesimpulan. Ada 6 kelas di angkatan kami, dan satu kelas berisi sekitar 30an siswa/i. Hihi, bisa-bisanya aku berfikir seperti itu saat ini.
“Ok, sekarang ku Tanya. Apakah kalian sudah saling kenal sebelumnya?”
“Belum kak” jawab kami, tapi aku dan Gaby saling lirik karna sebenarnya kami sudah hampir adu mulut tadi.
“Ada yang bohong di antara kalian. Dea, Gaby! Menurut keterangan panitia kalian sudah mengobrol di aula tadi!” Bentak kak Alvin.
“Bukan mengobrol kak, hanya..”
Aku tak bisa melanjutkannya, karna aku tak tahu harus menjelaskan apa.
“Kami hanya kebetulan bicara, karna gadis aneh ini diam-diam menempatiku posisiku di depan.”
“Apa katamu? Gadis aneh? Seaneh apa Dea untukmu?”
“Sangat aneh seperti Ibuku yang cerewet”
Kak Alvin tertawa meremehkan, lalu menatapku.
“Apa tak ada perlawanan darimu de?” Tanya kak Alvin.
“Tidak kak,”
“Kenapa? Kau suka Gaby?”
“Eh, nggak kak. Tapi aku memilih damai.”
“Bagus, Gaby. Apa kau mau damai juga seperti Dea?”
“Terserah”
Kak Alvin menatap anak itu sinis, dan mendekatinya. Lalu menarik kerah bajunya, aku langsung terbelalak melihat kelakuan kak Alvin. Begitu juga kawan-kawan lain.
“Untuk apa kau memakai seragam ini, jika kau tak mau mengenal dan damai dengan anak sekolah ini juga?”
“Aku bahkan tak pernah mau memakainya”
“Apa katamu?!”
“Kau hanya beda satu tingkat denganku, tak ada urusannya denganku jika kau mau memarahiku”
“Minus 5 untuk kelompok ini”
Kak Alvin melepaskan tarikannya, dan menulis hal yang ia katakan pada buku catatannya. Baru masuk saja, kelompok kami sudah minus 5. Bagaimana jika Gaby tak mau merubah sikapnya?
Kak Alvin, tolonglah bimbing kami jadi anak-anak yang lebih baik. Dan ku yakin, kak Alvin bisa.
“Ok, lupakan saja yang tadi. Sekarang pertanyaanku. Apa keahlian kalian dalam bermain musik, maksudku. Memainkan alat musik?”
“Di mulai dari kamu Abner, lalu berurut sesuai abjad”
Abner gemetaran, ia takut melihat wajah kak Alvin, ku yakin ini karna kelakuan kak Alvin barusan. Dasar kak Alvin!
“Kau kenapa?”
“E..nggak apa-apa kak, aku, aku bisa main gitar”
“Benarkah? Waw bagus, lanjut”
Abner mundur, berganti aku. Kak Alvin menatapku tajam. Benar-benar pribadi yang sangat berbeda, kemarin-kemarin ia sangat ramah padaku. Kenapa sekarang ia sangat kejam?
“Apa keahlianmu gadis?”
Gadis? Waduh, kenapa ia memanggilku gadis? Benar sih, tapi agak rancu.
“Piano”
“Piano? Keahlian yang cukup menarik. Boleh ku dengar permainanmu?”
“Bo..boleh kak”
“Nanti, setelah semua mengatakan hal yang mereka kuasai”
Aku pun mundur, mempersilahkan Deva untuk maju dan berkata sepertiku dan Abner.
“Aku, harmonika kak”
“Wow, cukup bagus. Lanjut”
Anak bernama panggilan Gaby itu maju dan memandang kak Alvin malas.
“Biola”
“Ya, bagus.”
Olivia maju.
“Aku, juga gitar kak”
“Lumayan, seorang anak perempuan bisa main gitar. Lumayan”
Dan sekarang, aku was-was menunggu panggilan kak Alvin untuk bermain piano.
“Dea, cepat kau duduk di depan piano dan bermainlah” perintah kak Alvin.
“Iya kak”
Aku berjalan dengan perasaan sangat gugup, baru kali ini memang aku bermain piano di depan orang yang kusukai. Tanganku berkeringat karna gugup, karna beginilah pengidap jantung akut bereaksi jika gugup.
Piano putih itu menungguku, tersenyum padaku. Aku ingin menyatu dengannya. Jika boleh, aku ingin tetap di sampingnya. Aku duduk di bangku yang menghadap kokoh di depan piano tersebut. Bangku yang empuk.
Ku tekan beberapa not piano untuk mencobanya, lalu langsung ku mainkan lagu kesukaanku. “Flowing tears” milik kak Shandy Putra. Lagu yang sangat menakjubkan untuk hatiku, yang selalu ku mainkan jika aku sedang sedih. Walaupun kini aku tak sedih, tapi aku sangat ingin memainkannya. Hanya untuk sekedar menenangkan perasaanku yang gugup.
Kak Alvin dan keempat kawanku mendekatiku, melihat keahlian yang di turunkan Ayah padaku, keahlian yang di ajarkan Ayah saat aku berumur 3 tahun, diajarkan selama 2 tahun aku bersamanya. Dan mulai mengerti arti kasih sayang. Karna aku sangat menyayangi Ayah. Tak terasa, air mata ku mengalir lembut. Karna aku ingat paras tampan Ayahku, aku rindu Ayah. Sangat rindu.
Ku rasakan sentuhan lembut itu lagi, sentuhan kak Alvin yang mengusap air mataku, aku langsung menghentikan permainan pianoku.
“Eh, maaf kak. Aku jadi menangis” kataku.
“Oh, nggak apa-apa. Malah bagus jika kamu menyatu dengan lagu yang kamu mainkan”
“So sweet!!” Teriak Deva, Olivia, dan Abner bersamaan. Wajahku merona kembali, dan ini untuk kedua kalinya. Karna kak Alvin.
“Sekarang, giliran anak-anak yang bisa bermain gitar untuk menunjukan keahlian kalian.” Kata kak Alvin.
Abner dan Oliv bersiap dengan memegang gitar masing-masing. Dan dengan kompak, mereka bermain lagu “Sempurna” karya Andra and the backbone. Aku menikmatinya dengan memejamkan mataku kembali, jentikan tali senar gitar yang begitu mempesona. Mendengar sambil terpejam lebih menyenangkan juga menenangkan kawan, apalagi untuk kesehatan jiwa.
Permainan telah usai, dan aku membuka mataku. Tapi aku sangat terkejut saat melihat kak Alvin. Ia menatapku dan langsung memalingkannya saat tahu aku menatapnya. Kenapa dengannya?
“Oh, aduh. Ehem, ayo Deva ini giliranmu memainkan harmonika.”
Deva mengambil harmonikanya dari kantung belakang celananya, memainkan lagu yang ku kenal “Frozen in Time” yang dimainkan di film A Tale Of two sister. Sebuah film horor Korea. Aku tak tahu siapa penciptanya.
Sungguh menyeramkan mendengar lagu ini di mainkan lewat Harmonika. Heum, ada kesan mistis di dalamnya. Dan selalu berhasil membuatku menggenggam erat tangan orang di sampingku. Untung saja di sampingku itu Oliv. Bukan anak lelaki.
Aku kembali memejamkan mataku, dan merasakan arti lagu itu. Sebuah ketegangan yang dapat di simpulkan disini. Tapi tetap terkesan tenang di sebagian kecil not lagu ini. Indah, baru ku sadari, ternyata tak terlalu menyeramkan. Hehe.
Permainan Deva pun selesai dengan singkat, hanya sekitar 2 menit.
“Gaby, giliranmu”
Gaby memainkan lagu “Reason” yang pernah di putar dalam film Autumn in My heart, film tahun 2000an itu memang sangat menyentuh hati. Gaby dapat memainkannya dengan sempurna. Aku kembali memejamkan mataku, dan merasakan alunan nada yang keluar dari biola indah milik Gaby.
“Duduk melingkar” perintah kak Alvin. Kami pun mengikuti perintahnya dan duduk melingkar.
“Indah bukan? Musik-musik yang kalian mainkan?”
“Iya kak” kata kami.
“Setelah ini, acara ramah tamah dengan kakak kelas di aula. Di sekolah ini tak ada tanda tangan. Hanya saja, jangan sampai kalian mau di suruh memberikan kartu nama kalian. Ingat itu. Tolak dengan nyanyian atau mintalah perintah yang lain”
“Siap kak!” Seru kami.
“Jadikan kelompok Nada 1 menjadi sinar bagi kelompok-kelompok lain ya”
Ini baru kak Alvin yang ku kenal, sosok kakak yang ramah. Lalu, kami di antar ke aula.
---
Ternyata di Aula sudah banyak teman-teman yang lain, tapi aku tak menemukan Kamami, Angel, Kiki maupun Debo.
“Ku tinggal kalian, ingat ucapanku barusan. Jangan mau jika mereka mengambil kartu nama kalian”
Kak Alvin berlari meninggalkan kami, ia berdiri di samping seluruh panitia MOS, aku sangat gugup melihat lebih dari 40 panitia mengelilingi kami. Walau jumlah kami lebih banyak, tapi..
‘Prok-prok-prok’
Kami langsung menoleh ke sumber tepukan, ternyata itu kak Rio.
“Teman-teman sekalian, sekarang adalah acara ramah tamah, mengobrolah dengan banyak panitia. Agar para panitia dapat mencatat nama kalian, dan nama yang terbanyak tercatat akan mendapat penghargaan di hari terakhir MOS”
Kami pun langsung berpencar, aku dan Oliv berhenti di hadapan kak Sivia, ia sangat manis memakai jas panitia MOS yang berwarna coklat. Beberapa anak juga datang ikut mengobrol dengan kak Via. Kami mengobrol dengan asyik, ia sangat ramah.
“Eh, nggak punya etika ya?!”
Kami langsung menoleh ke arah sumber suara, bentakan itu begitu menyeramkan. Ku lihat, Gaby sedang di marahi oleh seorang panitia perempuan.
“Jadi cowok kok nggak punya etika sama cewek!? Aku khan Cuma minta kartu nama kamu!”
“Tapi aku nggak mau, bye”
Gaby dengan santainya meninggalkan kakak panitia itu, yang ku tahu ia, kak Zeze
“Dari kelompok mana?!”
Gaby menatap malas kak Zeze.
“Nada 1”
“Minus 5”
Hah?! Minus 5 lagi?! Gaby, aduh. Aku sudah tak tahan juga dengan kelakuan anak itu. Jadi ku tarik dirinya menjauh dari teman-teman sekelompok.
“Please ky, jaga sikapmu dengan semua orang di sekolah ini, ini demi kelompok” kataku.
“Hah? Jangan memerintahku”
“Egois”
“Bodo”
Seorang kakak panitia menghampiri kami, ia menatap kami dengan seksama.
“Kalian ini bukannya ramah tamah, malah pacaran! Ikut aku!” Bentak kakak itu. Dan terpaksa kami mengikutinya.
“Naik ke panggung!”
Jantungku berdegup sangat kencang, karna aku sangat gugup. Telapak tanganku sudah basah akan keringat. Kami pun naik ke panggung.
“Hei semua! Mereka berdua ini bukannya ramah tamah, malah pacaran!!”
“Bukan kak, bukan pacaran!” Sangkalku.
“Heh, anak kelas satu nggak usah belaga!”
Semua mata menatapku, aku sudah tak kuat menahan malu. Wajahku me-merah, jantungku semakin tak terkendali, dan keringat terus bercucuran membasahi leherku. Dan tak lama, sebuah tangan menarik tangan kananku.
“Dia bukan pacar gadis ini, tak usah asal menuduh”
Kak Alvin, ia menyelamatkanku. Terimakasih kak.
“Eh, Alvin. Ini bagianku!”
“Kamu nggak usah kambuh deh syndrom senioritasnya! Bisanya hanya memfitnah”
Kak Alvin mempererat pegangannya padaku, aku pun semakin tenang di buatnya. Ia membawaku ke tengah-tengah kerumunan kembali, dan semua anak sudah tak menatapku lagi. Ku lihat kak Alvin menarik Gaby dengan paksa, aku cukup khawatir akan di apakan Gaby oleh kak Alvin. Tapi, aku tak mau terkena masalah lagi. Sebaiknya aku menjadi anak yang tak terlalu mencolok. Egois. Aku egois.
“Egois..” gumamku.
Sebuah tepukan bersandar di punggungku, dan itu tepukan Kamami.
“Kamu nggak apa-apa khan de?”
“Iya, nggak apa-apa mi”
“Sabar aja ya, kita ini masih kelas satu.”
“Ahaha, ngomong-ngomong sudah berapa kakak kelas yang kamu ajak ramah tamah?”
“Aku nggak hitung de, yang pasti ada kak Obiet dan kak Patton, kamu?”
“Wowowo. Anggota PRINCE ya, aku baru kak Via mi”
“Yasudah, ayo bersama-sama ramah tamah!”
“Ayo mi”
---
Alvin memandang Gaby tajam, ia mengajaknya ke luar aula. Entah untuk apa. Dalam pikiran Alvin sekarang adalah, melindungi Dea.
“Kau harus menjaga etika mu Gaby”
“Aku tak suka di perintah”
“Itu artinya, kau akan menjadi anak paling egois selamanya. Kasih sayang akan susah tiba di hatimu juga kehidupanmu”
“Biarlah”
Alvin langsung meninggalkan Gaby sendirian diluar aula. Dan masuk kembali ke aula.
“Git, thank’s buat yang tadi di depan panggung” ucapnya pada gadis yang baru saja mempermalukan Dea dan Gaby.
“Sip lah sob, akting kamu juga bagus kok, sangat menjiwai”
‘Karna itu bukan akting git’
---
Akhirnya MOS hari ini selesai, setelah bercakap sebentar dengan Oliv, Abner dan Deva, aku berlari menghampiri Kamami dan Angel. Bercanda ria lagi dengan mereka. Tapi ada satu hal yang mengganjal untukku. Kelakuan Angel. Senyumnya tak tulus padaku, terkesan di paksakan, dan sepertinya aku tahu apa penyebabnya.
“Njel, kenapa sih daritadi? Cemberut aja.” Kataku.
“Kamu sudah tahu aku punya perasaan khusus pada kak Alvin, tapi..”
“Itu di luar kehendakku njel”
“Huft, yaudah lah. Ayo pulang”
Benar khan? Angel marah padaku karna hal itu, apakah sinar persahabatan kami akan pudar begitu saja? Hanya karna cinta.
---
Rio dan seluruh panitia MOS pun berkumpul di ruang OSIS yang cukup luas memuat lebih dari 50 orang, mungkin beberapa akan mengatakan tak lazim untuk ruang OSIS sebesar itu, tapi di Smp BM. Ruang OSIS bukan hanya sebatas ruang untuk pengurus OSIS, tapi juga untuk ruang persiapan pentas-pentas di Smp BM, dengan alasan. Agar pengurus OSIS lebih menyatu dengan anak-anak BM lainnya.
“Bagaimana perkembangan anak-anak MOS?” Tanya Rio.
“Grup Nada 1, minus 10 point” ketus Ify.
“Maaf” kata Alvin.
“Ini karna anak bernama Gaby yang nggak tahu aturan dan etika. Sepertinya ia memang tak punya niat untuk sekolah disini.”
“Ya, sepertinya begitu” kata Gita.
“Alvin, bagaimana tanggapanmu?” Tanya Rio.
“Memang begitu kenyataannya yo, tapi aku akan memenangkan ahli antar kelompok di akhir MOS nanti”
“Benarkah? Sepertinya sulit melihat anak-anak di dalamnya, paling saja yang bisa di andalkan hanya Olivia atau Deva. Setidaknya mereka punya keahlian yang cukup menarik” kata Zeze.
“Dea, ia juga punya, dan aku akan membuktikannya” ketus Alvin
“Dea? Punya keahlian apa dia?” Tanya Rio
“Piano”
Deg, jantung Rio bagai terhenti, ini karna ia teringat kakaknya. Kakak Rio sering memainkan nada-nada yang menyejukan hati dengan permainan pianonya. Ia sangat rindu dengan hal itu.
---
Sinar itu, aku ingin melihatnya lagi. Apa yang harus ku lakukan? Apa aku harus menjauh dari kak Alvin? Tapi itu memang tekadku, Angel. Apa kau tega memisahkan persahabatanku dengan kak Alvin?
“Angel”
“Apa?”
“Aku nggak akan menjauh dari kak Alvin, karna ia adalah..”
Angel menaikan satu alisnya, tanda ia ingin tahu ucapanku berikutnya.
“Karna ia sahabatku.”
“Yasudah, tak apa untukku, asalkan kau masih bisa menjaga perasaanku”
“Pasti njel, aku akan menjaga perasaanmu. Tapi tolong, aku ingin melihat senyummu lagi”
Angel tersenyum, dan langsung memelukku.
“Maafin aku ya Dea, aku sangat egois”
“Tidak apa-apa njel. Kadang aku berfikir. Akulah yang egois”
---
Hari-hari selanjutnya ku jalani dengan baik, seminar-seminar saat MOS ku jalani bersama teman-teman dengan lancar, hingga di penghujung acara MOS, kak Alvin bilang. Akan di adakan aksi antar kelompok yang akan menaikan point kelompok dengan drastis, dan kami, kelompok Nada 1 bertekad akan memenangkan kontes itu, karna kelompok kami telah tertinggal jauh dengan kelompok lain. Point kami masih 60, sedang yang lain sudah lebih dari 90.
Tujuan kak Alvin menyuruh kami untuk menunjukan bakat kami rupanya untuk mengatur penampilan kami. Kami akan memainkan semacam instrumental dengan lagu Cinta dan Tak ada yang Abadi. Lagu yang cukup sulit di mainkan, apalagi aku bertugas untuk menyanyikan lagu Cinta, sedang yang lain Tak ada yang Abadi. Sangat tak adil, kenapa untuk lagu Cinta aku harus menyanyikannya sendiri? Heuh dasar kak Alvin.
“Kak, kenapa aku harus menyanyikan lagu Cinta sendiri?”
“Karna kamu cocok menyanyikannya, mukamu penuh cinta khan?”
“Pertanyaan yang konyol”
Kak Alvin tertawa puas melihat wajahku yang me-merah karna malu dan marah. Ku pukul punggungnya pelan, sama seperti saat kak Rio menertawakan kelakuan bodohku meminum obat tanpa air tempo lalu.
Aku kembali bergabung dengan teman-teman. Oliv menyenggol pinggangku dan matanya terkesan jahil.
“Cie, kayaknya ada bunga cinta di Nada 1”
“Maksudmu liv? Siapa sama siapa?”
“Ya kamu sama kak Alvin lah de”
“Apa?!”
Teriakanku membuat teman-teman lain termasuk kak Alvin menoleh dan memperhatikanku.
“Ada apa de?” Tanya kak Alvin
“Nggak papa kak”
“Tu khan de, aku yakin sekali. Kak Alvin itu suka kamu” bisik Oliv.
“Nggak liv, ada orang yang lebih pantas ia sukai. Tenang saja, bukan aku kok”
“Wah, padahal kalian berdua ini cocok lho!”
“Siapa yang cocok liv?” Celetuk Deva.
“Itu tuh, yang selalu berduaan!”
“Ehem-ehem.. cieee” ledek Abner dan Deva bersamaan.
Mukaku kembali merona ria karna ledekan mereka. Tapi aku tetap tenang, karna hanya Angel yang boleh memiliki kak Alvin.
Waktu latihan kami hanya seharian ini, karna malamnya akan tampil, sekitar sehabis maghrib, penampilan kami pun hanya di patok 1 lagu 3 menit, jadi banyak lirik yang di potong kak Alvin. Tapi aku kagum padanya, potongan lagunya sama sekali tak mengurangi keindahan lagu itu. Beberapa part penting yang bisa mencengangkan penonton tidak ia hilangkan, dan pelengkap lagu itu tetap terasa walaupun sudah di hilangkan.
Sepanjang latihan, Gaby tetap saja menyendiri. Jika di panggil barulah ia mau bergabung, anak yang sangat aneh.
---
Sepertinya acara malam nanti akan sampai larut, karna hari terakhir MOS ini memang di isi dengan acara inap.
Kelompok kami sangat gugup, karna ternyata mendapat nomor undian terakhir, dan aku di gunakan sebagai penutup oleh kak Alvin. Kelompok Nada 1 duduk di barisan depan, kak Alvin memang sengaja karna ingin kami membandingkan penampilan kelompok lain dengan kelompok kami.
Aku duduk di samping kak Alvin, ia menyuruhku untuk membaca teks lagu lagi, aku pun menyanggupinya. Tapi karna aku sudah hafal, jadi hanya ku baca sekilas. Dan fokus pada penampilan kelompok lain.
Ku lihat kelompok Debo, kelompok Bulan 2, mereka menampilkan drama singkat bertema persahabatan, aku tertawa kecil melihat akting Debo sebagai anak yang tertindas tapi pada akhirnya dapat melawan. Kabaret yang diadakan selama kurang lebih 10 menit ini sangat menarik dan penuh pesan moral. Pasti latihannya keras, tidak seperti aku, aku hanya latihan setengah-setengah padahal Abner, Oliv, Deva maupun Gaby. Mereka latihan serius.
Kini giliran kelompok Kamami, ternyata semacam vocal grup. Dinamika lagu yang mereka nyanyikan sangat bagus dan indah, lagu berjudul Hidupmu Hidupku karya Band Zigas itu jadi terasa klasik. Indah, sangat Indah!
Dan ternyata, Angel juga Kiki satu kelompok. Huh, dasar mereka ini. Dengan tema drama musikal, tanpa dialog tapi dengan lagu. Sangat menarik, dan tema mereka itu kasih Ibu.
Setelah 3 jam menunggu, akhirnya kelompok kami tampil, ketika kak Shilla menyebut “Nada 1” jantungku berdegup sangat kencang, kak Alvin mengelus punggungku. Karna disini, aku yang akan menyanyi solo. Sebagai penutup pula.
Lagu Tak ada Yang Abadi bisa di nyanyikan empat temanku dengan sangat baik, Indah dan sangat klasik. Sepertinya para penonton bingung, karna hanya akulah yang tak bernyanyi, aku melihat ke arah Kamami. Ia menunjukan isyarat untukku, seperti mengatakan.
“Kamu kok nggak menyanyi de?”
Aku hanya tersenyum menanggapi kebingungan Kamami.
Setelah lagu itu selesai, sekarang tanganku gemetaran, ku lirik sedikit kak Alvin. Ia mengacungkan jempol padaku tanda aku harus semangat. Keempat temanku bersiap untuk mengiringiku bernyanyi, tiba-tiba Gaby berjalan dan berdiri dekat di sampingku. Mau apa dia?
“Kamu gugup? Aku akan ada di sampingmu untuk menjagamu”
Bisikannya membuatku sedikit terkejut, kenapa ia jadi semanis ini?
“Te..terimakasih”
Lalu ku mainkan piano, Gaby mengiriku dan entah kenapa. Perasaanku langsung tenang mendengar permainan biolanya, dan aku mulai menyanyikannya. Lagu Cinta.
Ku rasakan lagu ini, ku bayangkan wajah Ibu, dan lagu ini terasa mengalir seperti air, hingga airmataku merembes sedikit. Suasana saat ini begitu tenang aku bisa mendengar permainan pianoku dengan sangat jelas, berirama dengan biola Gaby, harminoka Deva, dan gitar Abner Oliv.
Dan 2 menit kemudian, permainanku usai. Suara tepuk tangan membahana memenuhi Aula, seperti kemarin saat acara wisuda. Keinginanku naik di atas panggung ini, bernyanyi sambil bermain piano. Membuat hatiku sangat tenang, inilah mimpiku kawan. Aku akan membawa mimpiku bersama sahabat-sahabat yang ada di sekitarku, aku ingin ada bersama mereka. Merasakan sinar Persahabatan yang nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini