Minggu, 26 Desember 2010

Rain from Heaven 5

Shining Star

“Aaaaa”
Suara teriakan itu langsung mengagetkan kami semua, dan yang paling pertama keluar adalah Kama. Ia bangun paling pagi hari ini. Kamami mencari sumber teriakan itu, dan ternyata sumbernya dari kamar Debo-Kiki.
Angel dan aku menyusul Kama, ia berdiri di depan pintu kamar lelaki, aku menaikan tumit kakiku agar bisa melihat dari balik tubuh Kama yang lebih tinggi dariku. Mataku langsung membulat, semua bintang yang kemarin kami buat untuk Debo. Semuanya tak ada yang bersinar, bintang itu pecah. Dan pecahannya bertebaran di seluruh penjuru kamar. Ya Tuhan.
Angel menyentuh tangan Kama dengan telunjuknya. Sepertinya ia sama denganku. Ingin tahu apa yang terjadi.
“Kamami, ada apa?”
Angel bertanya pada Kamami, karna Kamami tak mau menoleh ke belakang, dan Kama hanya menggeleng. Karna tak puas dengan jawaban Kama, Angel menyeruak masuk ke dalam.
“Aww”
Angel berteriak kesakitan, sepertinya ia menginjak sesuatu.
“Kamu kenapa njel?” Tanya Kama mulai panic.
Sedang aku langsung berlari untuk memanggil Bunda Romi.

Ku ketuk pintu kamar Bunda, tapi tak ada respon. Aku pun melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan kak Rio kemarin. Aku mengambil ancang-ancang. Dan, ‘Brukk’. Kini pintu sudah terbuka, dan tak ada bunda Romi di dalamnya. Mungkin ada pesan di lemari pendingin. Aku beranjak dari kamar bunda Romi menuju dapur.
Benar saja, ada satu note dari bunda Romi.
‘Anak-anak. Sarapan sudah siap di meja makan. Jika sudah mulai dingin, kalian bisa menghangatkannya dengan microwave, Bunda sedang ada urusan dengan dewan sekolah untuk persiapan besok. Jaga diri baik-baik ya’
Huft, bunda ini selalu pergi di saat yang di butuhkan, tapi memang persoalan beasiswa kami ini harus melalui proses yang sangat panjang. Kasihan bunda, ayo berjuang!

Sepertinya Kamami sudah tahu jika bunda sedang tak ada, jadi ia tak langsung ke kamar bunda. Saat aku sudah menginjak anak tangga terakhir menuju ke atas, aku di kejutkan dengan keadaan Debo yang penuh darah akibat pecahan bohlam.
“Ya Tuhan! Kama, Angel. Debo kenapa?”
“Ia terkena banyak pecahan bohlam, Kiki sedang mengambil kotak p3k”
Angel memberi penjelasan padaku, kami sangat cemas dengan keadaan Debo yang seperti orang kecanduan obat terlarang, matanya kosong, kulitnya menjadi agak biru, Kama dan Angel sedang berusaha membersihkan darah di beberapa bagian tubuh Debo, sedang aku masih ketakutan, tak pernah aku melihat anak seumuran kami yang seperti Debo. Tapi kenyataannya, aku melihatnya sekarang. Ada apa dengan anak ini? Aku terus bertanya dalam hati.
“Mi, panggil kak Obiet dan teman-temannya saja kesini.” Usulku.
Kamami mengangguk menerima usulanku, ia memberikan nomor kakaknya padaku. Tapi kini aku bingung, dimana aku mendapatkan sebuah alat komunikasi dirumah ini?
“Apa kalian tahu, dimana telepon rumah ini?” Tanyaku.
Kama dan Angel saling pandang, setahu kami. Disini memang tak ada telepon rumah, mungkin karna ini rumah anyar jadi belum dipasang telepon. Hari sedang hujan, dan tak mungkin keluar rumah tanpa seizin bunda Romi.
“Dea, seingatku. Ada telepon umum di dekat sini, mungkin kita bisa kesana sebentar, tak jauh kok.” Kata Angel memberi tahuku.
“Ok, sebaiknya aku sendiri saja yang kesana. Kalian tetap tangani Debo.” Kataku.
Kamami dan Angel mengangguk dan kembali sibuk menangani Debo. Aku menelan ludahku, dan berlari keluar. Aku harus bergerak cepat.

Tak ada pula payung di rumah itu, apa benar-benar baru rumah ini? Hingga barang-barang yang sangat kami butuhkan sekarang tak ada sama sekali. Terpaksa, aku harus rela tubuhku terguyur air hujan yang turun beramai-ramai itu. Aku lari sambil menggenggam kertas berisi nomor telepon Obiet. Setelah aku mencari dengan mataku yang kurang jelas akibat hujan, akhirnya ku temukan telepon umum. Jaraknya cukup jauh, berpuluh-puluh km dari rumah bunda. Apanya yang dekat sih njel? Tapi aku senang bukan main, dan berlari menuju telepon umum itu. Aku menelpon sekaligus berteduh karna hujan semakin deras, walaupun aku sudah biasa berhujan-hujanan bersama Lintar, tapi karna besok aku harus masuk BM untuk pertama kalinya, aku harus menjaga kesehatanku.
Aku menghadap ke telepon umum, dan aku melihat sebuah peraturan yang harus kupenuhi. Uang koin!? Sial, aku tak membawa sepeserpun uang. Ku pukul dinding telepon umum itu di lekatkan dengannya.
“Sial!”
Aku terus menggerutu, hujan semakin deras saja. Aduh, bagaimana ini? Debo dalam bahaya.
Tak lama kemudian, aku melihat sebuah sinar motor, ku perjelas pandanganku. Kak Alvin? Apa itu dia? Langsung kulambaikan tanganku padanya. Ia berhenti tepat di depanku, ia pun segera turun dan ikut berteduh denganku.
“Aduh, hujan deras ya” Katanya. Aku hanya tersenyum tipis.
“Kak Alvin mau ke rumah bunda Romi?”
“Oh, heeh. Rencananya kami mau latihan disana pagi ini, sebelum gladi bersih nanti malam”
Aku hanya manggut-manggut. Tapi, kami berdua langsung saling pandang.
“Lho? Namamu Dea bukan?”
“Iya kak”
“Lagi ngapain?”
“Aku mau telpon kak Obiet dan teman-teman, Debo terluka parah kak, tapi aku tak bawa uang untuk menelpon”
Kak Alvin tertawa kecil, sepertinya ia geli dengan kebodohanku. Ini kebodohanku yang kedua, dan kedua anggota PRINCE tertawa karnanya. Heuh.
“Yasudah, ayo kakak kantar ke rumah”
“Terimakasih banyak kak”
Aku naik ke motor kak Alvin, dan kebetulan hujan sudah mulai reda. Dingin sekali udaranya, Sepertinya Jakarta memang lebih dingin daripada desaku, padahal menurutku desaku itu udaranya lebih sejuk dari Jakarta.
“Kamu pegangan yang erat ya, karna takutnya aku berhenti mendadak. Jalannya licin” Saran kak Alvin. Aku mengangguk dan berpegang erat pada pinggangnya, ini juga pertama kalinya aku naik motor. Karna biasanya, aku naik sepeda sendiri.
“Jeh, Dea. Kamu polos banget anaknya. Kalau pegangan yang erat itu begini”
Kak Alvin menyatukan kedua tanganku agar tanganku melingkar di pinggangnya, tapi. Ini terlalu dekat.
“Udah, kakak nggak mau terjadi apa-apa sama siswi baru Smp BM”
“Iya kak”
Aku bersandar di punggungnya, detak jantungnya berirama denganku. Jantungku terasa sangat tenang di dekat Alvin, seperti.. seperti, penyelamat hidupku! Tapi, apakah kak Alvin adalah penyelamat hidupku?
“Kak Alvin”
“Jangan bicara dulu de! Kakak lagi menyetir, bahaya!”
Aku kembali terdiam, detak jantung kak Alvin sangat persis dengan detak jantung penyelamat hidupku. Dan aku sangat yakin, karna saat aku berada didekatnya, aku merasa sangat tenang.

Ternyata kak Obiet, kak Rio dan dua orang anggota PRINCE sudah berada di rumah, mereka juga sedang menangani Debo. Kak Alvin dan aku langsung mendekati mereka.
“Kama, bagaimana keadaan Debo?”
“Sudah baikan de, ini berkat bantuanmu memanggil, ehem.. PRINCE” Kata Kamami masih agak canggung mengucap kata ‘Prince’.
“Kama, sebenarnya aku nggak memanggil mereka, tapi kakak-kakak ini memang mau latihan disini”
“Lho? Apa benar kak?” Tanya Kamami seraya menoleh ke kak Obiet.
“Iya Kama”
Aku melirik kak Rio, aku masih melihat kalung bintang itu melingkar dilehernya. Menenangkan sedikit hatiku. Dan sekarang, aku ingin memastikan bahwa di leher kak Alvin juga ada kalung bintang. Aku susah payah mengintipnya, tapi kelakuanku ditangkap seorang anggota PRINCE.
Ia menyenggolku hingga aku terkejut luar biasa, ia tersenyum tipis padaku. Tapi, kenapa ada kalung bintang juga di lehernya. Ya Tuhan, kenapa kau siksa aku dengan 3 pilihan seperti ini? Aku memang sangat yakin penyelamat hidupku itu kak Alvin, tapi kak Rio? Detak jantungnya juga menenangkanku. Bahkan aku telah menetapkannya sebagai penyelamat hidupku juga.
“Kamu lagi ngapain?” Bisiknya.
“E..enggak ngapa-ngapain kok kak” Jawabku gugup. Karna wajah kakak itu cukup dengan wajahku, ia cukup tampan, tapi jujur. Masih kalah dari kak Rio. Hihi.
“Kamu sedang mencari apa dari Alvin?”
“Nggak cari apa-apa kok kak”
“Benar?”
“Benar”
“Perkenalkan, namaku Iel”
“Dea”
Senyum kak Iel sangat manis, ia juga terlihat ramah. Dan ia juga murah senyum, tak seperti kak Rio.
Walaupun seluruh luka Debo sudah diperban, dan tubuhnya tak biru lagi. Tapi kelakuan Debo masih seperti tadi. Orang kecanduan obat.
"Mi, apa nggak sebaiknya kita bawa Debo ke rumah sakit?" Tanya Angel.
Kamami menghelakan nafas, ia terus menatap Debo. Lalu menatap Angel, aku dan Kiki bergantian. Ia menggeleng.
"Aku tahu yang sedang dihadapi Debo"
"Apa mi?" Angel bertanya dengan gayanya yang antusias.
"Masa lalunya"
Kamami memandangi Debo lagi, tangannya mengelus tangan Debo yang gemetaran.
"Maafkan Kama ya Debo, Kama yang sudah membuat bintang-bintang itu" pinta Kamami.
Debo langsung tersadar, ia terbangun. Menatap Kamami dengan sangat marah. Kami ngeri dengan tatapan Debo.
"Aku benci bintang!"
Kamami berganti menatapnya, ia juga marah pada seruan Debo. Kamami berdiri. Kama, Angel dan aku teringat cerita tentang percakapan Kamami dengan bunda Romi tadi pagi, sebelum bunda Romi pergi ke dinas. Tepatnya selepas sholat subuh tadi

"Bunda, bisakah bunda menceritakan semua tentang Debo?"
"Kamu yakin mi?”
“Iya bunda”
“Kamu nggak akan kecewa mendengarnya?”
“Insya Allah bunda”
“Baiklah, mama Debo itu adalah peneliti tata surya, beliau sangat menyukai bintang. Dan selalu membuatkan bintang untuk Debo, tapi karna Debo merasa bahwa bintang sudah merebut ibunya dari Debo, Debo selalu menghancurkan bintang yang dibuatkan oleh ibunya. Hingga suatu hari, saat ulang tahun Debo yang ketujuh, Ibu Debo membuatkan sebuah lampu bentuk bintang pada Debo. Dan seperti biasa, Debo membuang dan menghancurkan bintang pemberian Ibu Debo. Tapi naas, lampu yang di hancurkan Debo menyebabkan kebakaran luar biasa karna mengenai lilin-lilin bintang yang ada dirumah itu. Ibu Debo tak selamat dari kebakaran itu. Dan Debo semakin membenci bintang.”
Cerita singkat itu menyesakan hati Kamami, ia tak pernah menyangka. Ada juga orang yang membenci bintang, menjadikan bintang jadi musuhnya. Tapi Kamami tetap Kamami. Anak yang tak pernah menyerah.

Kamami berlari ke kamar, mengambil sebuah lampu bintang Koran yang kami buat kemarin. Ia melemparkannya pada Debo, dengan sigap Debo langsung mengambilnya, tangan Debo mendadak bergetar. Ia langsung melempar bintang itu ke lantai, dan pecah seketika. Menimbulkan suara yang dapat mengalahkan suara hujan deras diluar.
“Ambil itu! Aku takkan pernah mau melihat bintang-bintang konyolmu!” Seru Debo, Kamami berlari lagi kekamar, ia mengambil semua lampu bintang yang ada di kamar perempuan, ia lemparkan satu persatu pada Debo, dan Debo selalu menghancurkannya. Aku menahan beberapa anak yang ingin menghentikan perbuatan Kamami, aku tahu. Kamami bisa menyembuhkan Debo, walaupun tak sekarang. Tapi Kamami pasti menyembuhkan Debo.
“Itu yang kau lakukan pada Ibumu khan?” Kata Kamami.
Ia menatap Debo penuh keyakinan, dan ia sedang sangat marah.
“Aku tak pernah membunuh Ibu! Bintang-bintang itu pelakunya!”
“Karna kau membunuh bintang”
Kami bingung dengan ucapan gadis berkerudung itu, Debo pun turun dari tempat tidurnya, ia mendekati Kamami. Dan menantang Kamami dengan matanya.
“Kau kira, kau orang hebat?” Kata Debo.
Kamami tersenyum, tapi mimik wajahnya kembali datar, dan berangsur-angsur marah. Ia mengambil satu pecahan bintang. Ia genggam erat pecahan itu, hingga tangannya berdarah. Kak Obiet maju selangkah, aku masih menahannya.
“Biarkan Kamami kak, aku tahu. Kamami punya caranya sendiri.” Kataku. Kak Obiet mundur lagi, sepertinya ia paham dengan maksudku. Karna ia kakak Kamami, ia pasti tahu betul sifat adiknya. Walaupun mereka telah terpisah 6 tahun. Tak menjadi penghalang hati mereka untuk tahu sifat satu sama lain.
“Apa yang kau lakukan? Kau mau main debus?” Tanya Debo agak meremehkan, ia memandang Kamami dengan sinisnya. Tapi Kamami tetap menggenggam pecahan itu. dan darah terus mengalir.
“Kau mau tahu bagaimana hati Ibumu, saat kau menghancurkan bintang-bintang pemberiannya?”
Debo tetap diam, ia memalingkan wajahnya menatap kami sejenak lalu berganti menatap hujan.
“Debo, kau harus tahu!”
Kamami mengarahkan kepala Debo ke arahnya. Dengan cara menyentuhkan telapak tangannya pada dagu Debo, dan memutar kepala Debo. Agar Debo bisa melihat tangan Kamami yang penuh darah.
“Seperti ini de”
“Aku tak mau tahu!”
Debo mendorong Kamami, ia hendak berlari. Tapi tangannya langsung di pegang Kamami. Sedang aku berjalan di salah satu celah paling luas, agar Debo tak kabur.
“Seperti ini hati Ibumu! Saat ia tahu, bintangnya menghancurkan semua bintang yang ingi menjadi temannya!”
Kamami mempererat pegangannya pada tangan Debo. Air mata Kamami mulai menggenang di pelupuk matanya.
“Dan kau tahu, siapa bintang Ibumu?”
Debo terdiam, ia tak mau memandang wajah Kamami. Air mata Kamami pun terjatuh.
“Lihat aku Debo!” Bentak Kamami. Debo terpaksa mengangkat wajahnya menatap Kamami. Tangan Kamami, aku sudah tak tega melihatnya. Air mataku juga jatuh, Angel menggenggam tanganku. Ia juga tak tega melihat tangan Kamami yang berlumuran darah.
“Bintang ibumu hanya kau Debo! Hanya kau bintang paling terang ibumu!”
“Bukan! Kau bohong! Ibu hanya menyayangi bintang-bintang konyol itu!”
“Bodoh! Kau bodoh! Ketika kau menghancurkan bintang-bintang itu, kau sudah menghancurkan ibumu! Bahkan di saat terakhir ia ada untukumu. Ia menyelamatkan bintangnya, agar bintang itu tetap ada! Tetap bersinar!”
Debo menatap mata Kamami, ia teringat wajah Ibunya yang manis, yang selalu menceritakan kisah tentang bintang untuknya. Ada satu pesan yang tak pernah Debo lupakan, walaupun ia berusaha melupakan pesan itu.
“Anakku sayang, Debo. Disaat sinar Debo berkurang, Ibu akan melindungi Debo dengan bintang-bintang Ibu yang selalu Ibu buatkan untuk Debo. Maka dari itu, jadilah bintang yang paling bersinar untuk Ibu ya. Agar Debo bisa membantu menyinari bintang-bintang yaitu, sahabat-sahabat Debo”
Pesan panjang itu telah melekat di otak Debo sejak ia mengenal bintang dari ibunya, sahabat. Apakah ia ada di depannya? Apakah mereka semua sahabat Debo? Apakah Debo harus menyinari mereka Ibu?
“Ibu, Debo takut bersinar!”
Debo jatuh, ia terus berteriak, Kamami melepas pecahan itu dari tangannya, ia ikut duduk menemani Debo.
“Kenapa kau harus takut?”
“Debo… Debo takut jika sinar Debo akan membunuh sahabat-sahabat Debo, seperti yang ku lakukan pada Ibu. Aku membunuh Ibu”
“Itu adalah sebuah pesan dari Ibumu Debo, Ibumu ingin Debo bisa mengerti artinya bintang yang bersinar untuk orang-orang disekitar Debo”
Aku tak tahan, aku ikut duduk menemani Kamami.
“Ya Debo, mulai sekarang. Jangan takut menjadi bintang, karna jika kau bersinar. Ibumu akan tersenyum dan ikut bersinar, menyinarimu dari Surga” kataku. Kamami merangkulku, ia tersenyum padaku.
“Iya, Debo nggak akan takut lagi bersinar untuk semua orang yang Debo sayang”
“Ini baru sahabatku” Kata Kamami.
Tapi tiba-tiba saja, tubuhnya ambruk, ia pingsan. Dan aku yakin ini karna ia banyak kehilangan darah.
“Kamami!”
Kak Obiet langsung mengangkat tubuh Kamami ke tempat tidur, tubuh Kamami mendadak dingin.
“Telepon dokter, rumah sakit, ambulans!!” Kak Obiet sangat panik melihat keadaan Kamami, kak Alvin langsung mengeluarkan handphonenya. Ia menelpon ambulans untuk menjemput Kamami.
“Kamami, tetaplah hidup untuk kakak” Kata Obiet.

Yang mengantar Kamami ke rumah sakit hanya kak Obiet, kak Rio, kak Alvin Debo, dan aku. Kamami langsung di masukan ke Unit Gawat Darurat. Kami menunggunya tepat di sebelah ruang UGD. Kami terus menunggu dengan perasaan sangat gundah. Debo menyentuh tanganku, lalu ia genggam.
“Dea..”
“Ada apa Debo?”
“Menurutmu, apakah Kamami akan selamat?”
“Pasti Debo, kita harus tetap berdoa”
“Ia, penuh keyakinan dan penuh cinta”
“Ya, Kamami adalah sahabat terbaik sepanjang masa”
“Benar de, dan aku berjanji! Aku akan menjaganya, uhm. Juga akan menjagamu, Angel, Kiki, bunda Romi, dan anak-anak PRINCE itu”
“Tetaplah bersinar Debo”
“Pasti Dea!”
Kak Obiet berdiri, ia berjalan menuju Debo. Dan berdiri di depan Debo.
“Apa kau bilang tadi?” Tanya kak obiet dengan nada dingin.
“A..aku, akan menjaga sahabat-sahabatku, termasuk adik kakak. Kamami”
“Benar?”
“Tentu kak!”
“Jagalah Kamami dengan baik!”
“Pasti kak!”
Aku tersenyum melihat dan mendengar percakapan itu, percakapan itu seperti sebuah kesepakatan bodyguard saja. Kak Alvin dan kak Rio sedang memainkan handphone mereka masing-masing. Sedangkan aku? Terbengong-bengong, jadi aku menunduk saja seraya berdo’a.
“Dea”
Suara itu memanggilku, bukan suara orang-orang di sebelahku. Tapi. Aku yakin, aku mengenal suara itu. Tidak mungkin, ini hanya khayalanku saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini