Minggu, 26 Desember 2010

Rain from Heaven 13-14

Chapter 13
Rain from heaven

Keabadian hanyalah kalimat bohong belaka di dunia ini, tak akan ada yang abadi di dunia ini. Kecuali, cinta. Jauh di langit sana, aku melihat seseorang yang sedang tersenyum padaku, ia seorang anak lelaki. Orang yang telah menyelamatkanku ketika aku tak bisa turun dari pohon. Di kala hujan dan langit yang gelap, aku bisa melihat sinarnya. Aku bisa merasakan hatinya, detak jantung terindah yang pernah kurasakan dalam hidupku. Ketika kukira penyelamat hidupku adalah kak Alvin, entah kenapa. Hatiku berkata lain, hatiku berkata. Aku masih sangat jauh dengan penyelamat hidupku. Ia jauh dariku. Walaupun sebenarnya, ia ada didekatku.
---
Air mataku terus meleleh sepanjang perjalananku ke rumah bunda, kakiku sudah bisa di gerakan walaupun masih tertatih lemas. Aku ingin cepat menatap sebuah kehidupan yang nyata. Tak mau berfikir tentang hal yang akan terjadi jika aku tetap bersahabat dengan PRINCE. Karna sudah kukatakan, aku tak akan pernah mengenal kata PRINCE dalam hidupku.
Beruntung, rumah Bunda saat ini sedang kosong, cepat-cepat aku masuk ke kamar dan mengunci pintu. Saat ini aku benar-benar ingin sendiri. Aku duduk di depan cermin besar kamar. Menatap wajahku yang penuh goresan kecil dan goresan besar buatan Keke. Tak ada senyuman yang terbentuk di cermin itu, wajahku sendu, keringat dingin keluar dari beberapa tempat tertentu di tubuhku. Ku pegangi rambutku, sungguh berantakan. Lalu ku ambil gunting, merapihkan rambutku, dan kini rambutku hanya sebahu. Poni kuubah menyamping saja, agar mudah di jepit. Terakhir ku sisir rambutku rapih, agar terlihat normal lagi. Ku ambil perekat luka, dan ku tempel asal pada luka besar bekas goresan gunting.
---
Selesai menjelaskan, Obiet pun menutup penjelasannya dengan salam.
“Dea mana?” Tanya Rio.
“Hah? Tadi di belakangku” kata Kamami.
“Apa Dea pulang duluan?” Tebak Kiki.
“Kenapa? Dea sedang sakit?” Tanya Alvin cemas.
“Sepertinya Dea memang sedang sangat lelah kak” kata Angel.
“Yasudah, ayo ke rumah Bunda, mungkin Dea sudah pulang!” Seru Rio.
PRINCE dan anggota rumah Bunda pun bergegas pulang, menyusul Dea.
---
Ku coba untuk tersenyum, walaupun terpaksa aku ingin melihat senyumku kembali, aku takkan menghilangkan senyumku.
“De? Kamu didalam? Kok dikunci??”
Suara Kamami, sepertinya semua sahabatku sudah pulang. Aku berjalan tegap dan menepuk-nepuk pipiku, seraya tersenyum paksa.
Ku buka pintu kamar, tapi mataku langsung membesar melihat ada PRINCE di belakang teman-temanku. Tubuhku sedikit bergetar, karna aku takut jika mengingat ancaman Keke. Aku tak mau beasiswaku di cabut.
“Wah, rambut baru! Kenapa nggak bilang kalau kamu mau potong rambut de? Kalau kamu bilang, aku juga mau ikut!” Kata Angel.
Kamami mengelus rambutku, aku hanya tersenyum tipis.
“Tapi, kenapa dengan pipimu de? Dan juga, kenapa ada bekas luka di wajahmu?” Tanya Kiki.
“Oh, ini. Aku tadi tak sadar menggores wajahku dengan gunting”
“Wah, hati-hati de” kata Debo.
“Iya” kataku.
Kak Rio hendak mendekatiku, aku langsung mundur selangkah.
“Potongan rambut yang manis de” katanya.
“Terimakasih” kataku secukupnya, tanpa senyum.
“Yasudah, kamu nggak sakit khan de? Kami akan kembali ke sekolah” kata kak Rio.
“Tidak, aku tak sakit”
PRINCE pun pergi meninggalkan rumah Bunda. Tubuhku sudah tak gemetaran lagi, ketika kak Alvin dan kak Rio sudah pergi.
“Kau benar memotong rambutmu sendiri de?” Tanya Kamami yang sepertinya menangkap kebohonganku.
“Tentu” kataku tenang, beberapa hari di Jakarta membuatku lihai menyembunyikan rahasiaku sendiri.
“Besok khan liburan, bagaimana jika kita ke toko buku?” Usul Debo.
“Ke toko buku? Wah! Usul yang bagus de!” Seru Angel.
“Kita bilang saja pada Bunda nanti malam” kata Kamami.
“Iya benar” kataku.
Kami pun memutuskan untuk beristirahat agar esok kami bisa ke toko buku. Aku hanya menghelakan nafas lega, karna perasaanku mulai tenang.
---
Malamnya, kami sukses meminta izin pada Bunda, dan satu kejutan lagi dari Bunda. Satu handphone untuk masing-masing anak!
“Alhamdulillah.. terimakasih Bunda!” Seru Kamami.
“Sama-sama anakku”
Kami memang sudah menjadi anak bagi bunda, kami sangat menyayangi Bunda.
“Besok, bunda tidak bisa menemani kalian ke toko buku, tapi mungkin Rio bisa menemani kalian.” Kata bunda.
“Kenapa harus kak Rio bun?” Tanyaku.
“Karna tadi siang Rio menawarkan diri untuk menjaga kalian selama liburan” kata Bunda.
“Aduduh, perutku tiba-tiba sakit banget bun, ehem. Sepertinya besok aku nggak bisa ikut!” Bohongku.
“Lho? Kok tiba-tiba sayang?” Tanya Bunda.
“Aku nggak tahu bun, besok aku akan istirahat seharian”
“Yasudah, nggak apa-apa. Tapi Bunda tidak bisa menemanimu besok de, ada rapat di sekolah” kata Bunda.
“Tak apa bun, aku bisa jaga diri kok. Khan sudah ada handphone”
“O iya, Bunda lupa menyampaikan, di nomor kalian sudah tercantum semua nomor Panitia MOS dan para guru Smp BM. Jadi jika kalian butuh apapun, semua lengkap”
“Terimakasih bunda!!” Seru kami berlima.
Aku memutuskan untuk tidur duluan, untuk meyakinkan teman-teman bahwa aku sakit, ya Tuhan. Aku banyak berbohong hari ini.
---
Sebuah padang hijau yang amat indah ku pandang seluas mataku bergerak ke kanan-kiri. Ku lihat seorang anak lelaki seumuranku berdiri tegap. Wajahnya samar-samar terlihat, tapi perawakannya sangat serupa dengan.. Kak Alvin. Ku sipitkan mata, aku coba mendekatinya. Tapi ia makin menjauh, akhirnya aku berlari pelan, dan semakin cepat. Tapi tetap saja, ia makin menjauh. Hingga aku sudah sangat lelah.
---
“Dea, dea”
Ku buka mataku perlahan, kak Rio duduk di sampingku. Sontak aku langsung menjauh darinya.
“Eh, kak Rio” kataku gugup.
“Katanya kamu sakit ya?”
“I..iya kak”
“Sakit apa?”
“Mungkin maagku kambuh kak”
“Yasudah, aku akan menemanimu. Biar Obiet dan Patton yang menjaga teman-temanmu. Kau lebih wajib ditemani”
Tubuhku kembali bergetar, aku kini sangat takut. Sangat takut ketika teringat janji Keke. Aku harus berfikir cepat.
“Eh kak, aku ikut ke toko buku deh! Perutku sudah nggak terlalu sakit kok”
“Jangan-jangan, lagipula teman-temanmu sudah berangkat, kamu nggak mau khan besok kamu nggak masuk?”
“Hah?! Aduh.. ehem, aku benar-benar udah sembuh kok kak! Lebih baik, kita ke toko buku sekarang, menyusul mereka”
“Benar? Kakak juga nggak bisa mencegah kamu, ayo kamu mandi dulu. Nanti kakak antar ke toko buku”
“I..iya kak”
Yasudahlah, daripada aku harus berduaan dengan kak Rio, lebih baik aku bersama teman-teman.
Selesai mandi, aku memakai baju putih polos lengan panjang, dan baju terusan tak berlengan yang panjangnya sedengkul, warna ungu corak kotak-kotak. Dengan bando, aku menghabiskan poniku yang menyamping. Agar jidatku terlihat. Penampilan anak desa yang sangat biasa. Beda dengan penampilan kak Rio, ia sangat tampan. Walaupun aku harus menjauhinya dengan wajar, tapi harus ku akui. Ia sangat tampan memakai Jaket corak abstrak itu, yang sengaja lengannya ia lipat sesikut. Celana panjang hitam jeans nya membuat kak Rio semakin terlihat tinggi.
“Ayo” ajak kak Rio seraya menyuruhku naik ke motornya.
“Aku, naik sepeda saja kak”
“Lho? Nggak bisa cantik, yang lain itu malah naik mobil. Ayolah, kakak nggak mau kamu sakit”
Pasrah, sangat pasrah aku naik ke motor kak Rio, melihat ke sekeliling. Aku takut ada mata-mata Keke. Perasaanku sangat gelisah. Jantungku berdetak tak beraturan lagi, tapi rasa perihnya masih tertahan.
Kak Rio mengantarku selama 30 menit, kami pun tiba di toko buku. Dan aku tak melihat ada teman-teman. Kak Rio mengajakku masuk ke dalam toko buku.
Di dalam, kak Rio sibuk melihat-lihat buku music, sedangkan aku diam-diam menjauh dari kak Rio. Menuju kios kaset, cd, vcd music. Lebih baik aku tak terlalu dekat dengan kak Rio.
Aku tertarik pada album-album 2005. Album jadul yang bisa membuatku bernostalgia ke masa SD. Hehe. Lama aku melihat-lihat, sebuah kaset membuatku sangat tertarik untuk membelinya. Judul albumnya, “Rain from heaven”. Wow, pas denganku. Covernya seorang anak lelaki yang umurnya sekitar 7 tahun sedang tersenyum dan memegang gitar, harga kaset nya pun cukup terjangkau. Langsung ku beli saja kaset itu. Lalu ku sembunyikan kaset itu ke dalam tas.
“Adek, ini bonus buku riwayat penyanyi ini”
“Riwayat?”
“Ya, alm. Memang sangat di kenang oleh para penyuka lagunya.”
“Alm?!”
“Ini dek, adek juga pasti tak percaya jika anak ini sudah meninggal bukan? Aku juga nggak percaya”
“Te..terimakasih kak”
Almarhum? Kenapa aku bisa memilih juga tertarik dengan album ini? Apa karna nama albumnya? Tapi, ah sudahlah. Aku akan mendengarkannya seharian di rumah. Lalu ku putuskan untuk diam-diam pulang dengan taksi. Uang yang di berikan Bunda untuk hari ini cukup banyak.
---
Ketika sampai di rumah, aku langsung masuk kekamar. Mengambil radio dan menyetel kaset yang baru kubeli. Sebelum kaset ini dimulai. Ada sebuah prolog dari sang penyanyi, yang ku tahu. Namanya Cakka Kawekas Nuraga.
“Ucapan terakhir Cakka di pentas seni terbesar di Jakarta sebelum kecelakaan besar yang menimpanya 4 tahun silam : Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terimakasih pada orang tuaku, yang selalu mendukung karirku bernyanyi. Dan juga adik kembarku, Alvin. Sahabatku Rio dan Iel. Orang-orang paling berharga dalam hidupku, yang selalu membantuku mencari inspirasi lagu. Dan juga seorang putri masa laluku, yang kutemui saat aku berumur 6 tahun. Di desa paling indah yang pernah kudatangi, aku masih berharap bertemu dengannya. Tapi, jika aku tak bisa menemuinya lagi. Aku ingin adikku bisa menjaganya. Seorang gadis penyuka hujan, yang menginspirasi lagu hitsku ini. Rain from heaven”
Kala hujan menerangi hatiku
Kala matahari bersembunyi dariku
Ku lihat pesona mimpi
Bersinar terang membasuh mata hatiku
Ia datang, di saat ku bersedih
Ia datang, di saat ku rapuh
Aku ingat, sebuah hujan mengantarnya dari surga
Tetesan air surga itu membawanya ke pangkuanku
Menjadi sahabat abadiku
Reff :
Maafkan aku meninggalkan dirimu
Sahabat, ku tahu kau tak mau
Tapi apa daya, ku harus tinggalkan dirimu
Dan ku yakin, kita akan menjadi. Sahabat abadi tuk selamanya

Bersama, Air surga itu.
Bersama, Senyummu dari surga.

Air mataku langsung meleleh, ia. Aku yakin, ia penyelamat hidupku. Dan aku yakin, aku bisa mendapatkan jawabannya dari ketiga personil PRINCE itu. Kak Rio, kak Alvin, dan kak Iel.


Chapter 14
Rain from Heaven 2

Dulu. Kak Cakka memberikan nama “Hujan” padaku, ia tak pernah mau memberitahukan namanya. Dan aku pun tak pernah mau mengetahui namanya, karna jika itu hanya menghancurkan persahabatan kami, sebaiknya aku diam.
“De, kau ingin melihat hujan terindah sepanjang masa?”
“Tentu kak!”
“Lihat aku saja, namaku khan hujan”
“Lha, bercanda”
“Hahahaha, iya deh. Sekarang aku serius”
Aku terus menunggu jawabannya, setelah 5 menit berlalu dengan kekosongan, ia mendongak ke langit malam penuh bintang, tersenyum tipis. Air mata yang menggenang dimatanya terlihat berkilau ketika terkena sinar lampu rumahku.
“Suatu hari nanti, aku akan membawakannya untukmu”
“Suatu hari nanti itu, kapan kak?”
“Pokoknya, aku akan membawanya Dea”
“Apakah, aku bisa bertahan untuk suatu hari nanti itu kak?”
“Kamu harus bertahan de, demi hujan terindah sepanjang masa itu”
“Aku akan berusaha kak”
Kak Hujan yang sebenarnya bernama kak Cakka itu mengelus rambutku, dan tak kusangka. Itu menjadi percakapan terakhir kami.
---
Tak berapa lama, kak Rio dan semua teman-teman kembali, kak Rio langsung menabur rasa cemasnya padaku.
“Dea, kamu kok tiba-tiba menghilang? Ada apa denganmu?”
“Aku hanya ingin istirahat, itu saja”
“Maagmu kambuh lagi?”
“Tidak”
“Kenapa tidak bilang padaku jika kamu mau pulang? Khan aku bisa mengantarmu!”
“Toh, aku bisa pulang sendiri”
Sedaritadi, nada bicaraku sangat datar pada kak Rio, bahkan terkesan sinis. Tapi kak Rio tetap tersenyum padaku, hatiku terasa sakit ketika harus melihat senyumnya yang tak bisa ku balas. Aku ingin tersenyum juga padanya, tapi. Aku harus menjauhinya. Maaf kak.
“Yasudah, kami bertiga pulang dulu ya” kata kak Rio.
Ya Tuhan, tiba-tiba saja tanganku langsung menggenggam lengan kiri kak Rio, tubuhku kembali bergetar, air mata menggenang di pelupuk mataku. Jujur kawan, aku tak bisa melepas sahabat sebaik kak Rio, aku tak mau jauh darinya. Karna ia telah menjadi pengganti Lintar selama ini. Aku memang munafik, tapi. Sebuah pilihan besar tergantung di hatiku. Meluap tak keruan, resiko besar menghadang. Antara sahabat dan beasiswa.
“Ada apa de?”
“Maafkan aku kak”
“Maaf apa de?”
“Maafkan karna aku harus menjauhimu”
“Hah? Menjauhiku? Untuk apa?”
Aku menggeleng, karna aku tak mau terlalu banyak bercerita masalah beasiswaku. Mataku semakin panas, ketika kak Rio memelukku. Aku terus menunduk, karna kini wajahku sudah sangat merah.
“Aku akan selalu ada disampingmu de, karna aku menyayangimu seperti adikku sendiri”
Aku masih terdiam, karna aku tak mau melepasnya. Kakakku, kakak. Dan entahlah, aku merasa kak Cakka ada di dekatku. Memelukku, aku semakin tak bisa melepasnya. Tapi tak lama, kak Rio melepaskan pelukannya dariku.
“Sekarang, kau harus istirahat Dea. Agar kamu bisa masuk besok”
“Terimakasih kak”
Setelah mengelus rambutku, ia pun berlalu bersama kak Obiet dan kak Patton. Ku usap air mataku yang tak kunjung jatuh.
“Kenapa kau mau menjauhi kak Rio de?” Tanya Kamami.
“Karna suatu alasan yang tak bisa kukatakan padamu siapapun”
Aku berjalan perlahan menuju kamar, perasaanku saat ini sedikit lega. Kak Cakka, aku ingin bisa ada disampingmu.
---
Rio menjatuhkan tubuhnya ke kasur, Iel dan Alvin yang belum tidur memperhatikan Rio dengan tatapan heran. Tapi itu hanya berlangsung sejenak, Alvin kembali membalikan lembar buku komiknya, sedang Iel kembali menatap layar handphonenya, mengetik beberapa kata perpisahan untuk tidur pada Sivia.
“Apa ini yang namanya cinta?”
Alvin dan Iel langsung tersentak, mereka kembali menghentikan kegiatan mereka. Dan langsung mendekati Rio.
“Apa maksudmu yo?” Tanya Iel.
“Cinta, itu..”
“Hei, kita masih kecil. Cinta semacam itu, hanya cinta monyet” kata Alvin yang sepertinya tahu hal yang di maksud Rio tentang ‘Cinta’.
“Hatiku seperti ada dalam genggamannya, begitukah cinta?” Tanya Rio.
“Lebay kamu yo, itu tak mungkin. Sudahlah, tidur saja dulu. Kau pasti lelah setelah mengantar anak-anak rumah Bunda”
Baru saja Alvin berkata, Rio sudah memejamkan matanya. Alvin dan Iel ikut tidur dengan Rio.
---
Paginya, tubuhku sudah terasa lebih lega. Kami berlima pun pergi ke sekolah dengan candaan-candaan ria, satu waktu yang sangat berharga untukku. Kamami tak berhenti berucap “Subahanallah” dan kata itu terasa sejuk mendesir hatiku, pesona agama Islam yang ia miliki selalu membuatku tenang.
Seperti desiran angin yang menerpaku sepanjang aku mengayuh sepeda pemberian kasih sayang Bunda. Senyumku telah kembali, rasa takut akan Keke seakan sirna 100% dari hatiku, aku hanya ingin merasakan hidupku kawan. Bersama para sahabatku, apalah yang akan di lakukan Keke dan teman-temannya padaku, aku akan tetap menjaga semua sahabatku. Aku akan berani menghadapi mereka. Karna aku punya semua, punya Tuhan, orang tua, sahabat dan yang paling utama. Aku mempunyai penyelamat hidup yang senantiasa menjagaku dari Surga.
Setelah lama mengayuh sepeda, akhirnya kami tiba di Smp BM. Suasana penyambutan anak-anak baru masih terasa indah di mataku. Teman-teman baru, suasana baru, semua baru.
Kamami dan aku, berpisah dengan Angel, Kiki dan Debo. Karna kami harus berlari ke kelas yang berada paling ujung, mendengar detak langkah yang begitu merdu dihati, merasakan alunan suara yang di persembahkan teman-teman kelas satu untuk kami. Mendamba hatiku yang kini telah bersatu kembali. Karna aku sudah menemukan penyelamat hidupku. Ia menatapku dari sana, dari surga yang akan kutempati bersamanya suatu saat nanti.
“Pagi Dea!” Seru sebuah suara, Oliv.
“Pagi liv”
Aku tersenyum lebar pada sahabatku yang satu ini, tapi ada yang aneh dengannya. Rambutnya lebih bob.
“Lho? Oliv, kamu potong rambut?”
“Nggak kok de, aku hanya ingin terlihat lebih cubby”
“Haha, dasar anak aneh. O iya, kenalkan ini. Kamami”
Oliv tersenyum pada Kamami, mereka pun berjabat tangan, aku sangat lega jika dua temanku bisa bersatu.
“Liv, kamu duduk sama siapa?” Tanyaku.
“Gaby de”
“Hah?! Nggak ada yang lain?!”
“Haha, tadinya aku mau duduk sama Agni. Tapi, Gaby sudah memintaku lebih dulu”
“Lalu Agni duduk dengan siapa?”
“Dengan Aren”
“Aren?”
Ku telan ludah yang sedikit melekat dilidahku. Aren adalah mata-mata Keke, aku harus berhati-hati.
“Aren dan Agni duduk dimana?” Bisikku pada Oliv.
“Itu, di belakangmu”
Sepertinya ia belum tiba, aku pun bisa bernafas lega. Fiuh.
Ku palingkan perhatianku, menatap seksama orang-orang yang akan sekelas denganku setahun ini. Bibirku membentuk setengah lingkaran, melihat wajah mereka sungguh seperti berada di taman persahabatan. Terimakasih Tuhan.
Tak berapa lama, 5 anak lelaki berjalan dengan gaya setinggi langit, dan dua di antara mereka aku tahu. Ivant dan Deva. Mereka berlima memakai kacamata hitam. Cool sich, tapi agak senga, hehe.
“Pagi semua teman-teman!!” Teriak Deva.
“Pagi” jawab kami.
Mereka masih bergaya layaknya orang-orang popular, ada apa sih dengan mereka? Kami terus menunggu hal yang akan mereka lakukan.
“Deva, Ray, Ivant, Randy, dan aku. Muhammad Raynald Prasetya! Adalah cowok-cowok keren masa kini!!”
Kami langsung bengong, begitu percaya dirikah mereka? “Cowok keren masa kini” suatu ungkapan yang sangat mencengangkan. Tapi lama terdiam, tawa kami pun memecah memenuhi kelas 7F yang luas ini. Kami tertawa karna kepede-an mereka.
“Kalau di kelas 2 ada band PRINCE, kami adalah KING wahahahaha” kata mereka bersamaan, membuat kami terus menerus tertawa riuh. Ya Tuhan, inilah kehidupan yang ingin benar-benar kurasakan, persahabatan, kasih sayang. Dan aku akan berucap, “Selamat datang di Istana 7F, friendship forever, forever in love”.
---
Sivia meletakan tasnya di atas meja, ia duduk dan menghirup udara sepanjang-panjangnya.
“Fiuh” gumamnya.
Kelasnya saat ini cukup sepi, hanya 2-3 orang yang berada didalamnya, ditangannya kini telah terdapat sebuah selembaran. Suara Melody. Selembar poster yang akan ia tempel di mading utama BM pagi ini. Sebuah ekstrakulikuler paduan suara dan music BM yang sangat popular. Khusus untuk penyanyi-penyanyi berbakat seperti anak-anak BM tentunya, dan tahun ini. Ia berharap banyak pada angkatan kelas 1. Ia teringat Angel, adik kesayangannya itu harus ikut di ekskul ini. Karna suaranya yang sangat indah. Kelompok Nada 1 pun harus ikut, karna kemampuan mereka sungguh special. Pikir Sivia. Ia pun beranjak dari tempat duduknya, berjalan santai menuju mading BM. Tapi baru saja ia berada didepan pintu, sebuah tangan merangkulnya.
“Pagi Via”
“Eh, kamu fy. Tumben pagi”
“Wets, dasar kamu. Ehem. Poster Suara Melody ya?”
“Iya fy”
“Aku harap, anggota tahun ini banyak ya”
“Ya, kuharap juga begitu”
“Kita sedang krisis anggota nih vi, masa’ hanya 10 anggota yang tersisa tahun kemarin!”
“Aku akan mencoba untuk mencari anggota”
Walaupun ekskul Suara Melody popular, tapi semua siswa/I kebanyakan gugur ditengah-tengah semester, dengan alasan kurang menarik, dan jenuh. Kesuksesan Suara Melody di semua lomba ternyata tidak bisa menandingi rasa jenuh siswa/I BM. Maka dari itu, Sivia akan berusaha untuk membuat ekskul ini menarik, dan tak mau kalah dibanding ekskul Basket yang anggotanya lebih dari 20 orang. Satu alasan ekskul basket ramai anggota, hanya karna ada 3 anggota PRINCE pentolan band ini. Alvin, Rio dan Iel.
10 anggota kelas 2 yang baru saja disebut Ify, adalah Sivia, Ify, Zahra, Shilla, Obiet, Gita, Septian, Cahya, Patton dan Zevana. Memang dominan perempuan. Dan ketuanya tahun ini, Sivia.
Sivia kembali berjalan, meninggalkan Ify yang langsung masuk kekelas.
---
Makna nama Smp ini, Betha Melody. Sebenarnya tak ada yang istimewa, hanya arti Smp ini ada pada kata Melody. Yang artinya alunan nada yang siap menenangkan siapapun yang mendengarnya. Karna Smp ini ingin membuat semua orang yang ada didalam maupun diluar Smp ini merasakan alunan nada. Membuat cetakan berprestasi dalam dunia seni Indonesia.
Aku beruntung berada disini, mengalahkan berpuluh temanku yang ada didesa Summer. Duduk disini bersama sahabat-sahabatku. Dan inilah bekalku untuk berada disamping kak Cakka. Aku masih ingat, dulu aku selalu berkata pada kak Cakka. Bahwa aku ingin menjadi dokter.
“Jika aku besar nanti, aku akan menjadi dokter”
“Kenapa de?”
“Karna aku ingin menyembuhkan ayah”
Aku berkata seperti itu karna, ayah belum meninggal. Tapi berselang beberapa bulan setelah percakapan itu, ayah meninggalkanku bersama Bunda. Dua lelaki yang kusayangi telah pergi dari kehidupanku. Dan sekarang, aku takkan melepas orang-orang yang kusayang. Walau itu harus di tukar oleh nyawaku.
---
Kerumunan anak-anak kelas 1 Smp BM begitu membuatku ingin tahu. Kamami, Aku, Oliv dan Gaby langsung masuk ke arus kerumunan tersebut. Dan sebuah tulisan berhasil membuat mataku membesar, ‘Suara Melody’.
“Wow, aku harus ikut!” Kataku dalam hati.
“Kamu mau ikut ekskul ini de?” Tanya Kamami.
“Sepertinya begitu mi”
“Aku nggak minat de, lebih baik jadi anak mading! Hehe”
“Jiah, anak mading khan hanya mencari artikel, dan menempelkannya ke mading” kataku.
“Eits, enak saja. Mading itu pekerjaan mulia lho, anak mading khan otomatis jadi wartawan sekolah ini! Semacam jurnalis de”
“Oiyaya, hehe. Maaf deh mi, aku nggak maksud merendahkan pekerjaan anak mading”
“Iya, nggak apa-apa. Ayo, pendaftaran pada kak Sivia lho, seingatku dikelas kak Via juga ada kak Tian. Koordinator mading"
“Lho? Disini di tulis, kak Tian juga anak Padus, kok?”
“Kak Tian memang merangkap, hebat ya”
“Kamu juga merangkap aja mi!”
“Nggak ah de, aku mau focus aja”
“Pilihan ekskul boleh 2 khan mi? Aku mau ikut mading juga deh!”
“Eeeee, kamu mau ambil posisiku sebagai anak mading nih?”
“Hehe, canda mi. Aku ikut olahraga aja, buat mengatur nafas”
“Basket aja de”
“Iya, ok lah. Tapi koornya siapa?”
“Kak Rio”
“Hah”
Aku baru ingat, kak Rio pernah bilang. Bahwa ia sangat menyukai basket dan seni nomor 2 dalam hidupnya. Kak Rio pasti ketua club basket.
“Ayo de, ke kelas kak Via dulu. Baru ke kelas kak Rio” ajak Kamami.
Setelah pamit pada Gaby dan Oliv. Kami berdua pun menuju kelas kak Via.
---
Alvin berjalan santai menuju lokernya, keistimewaan lain Smp BM, loker yang di pasang berdasarkan angkatan. Untuk menaruh barang-barang pribadi siswa-siswinya.
12, nomor loker Alvin. Ia pun membuka lokernya. Mengambil handuk kesayangannya, karna sepulang sekolah nanti, team basketnya akan demo ekskul. Tak sengaja pula, ia melirik sebuah foto 2 kakak-beradik. Seorang duduk dikursi roda, dan seorang tersenyum lebar seraya merangkul seorang yang duduk dikursi roda tersebut.
“Sudah lebih dari 4 tahun aku tak melihatmu kak, bagaimana kabarmu? Baikkah? Apa kau masih ingat aku?”
Alvin merasa hal ini cukup konyol, berbicara pada sebuah foto. Yang jelas-jelas benda mati. Tapi ia tetap merasakannya, kakak kembarnya itu berada di hadapannya. Untunglah di ruang loker hanya ada ia sendiri. Jika tidak, imagenya akan turun. Hanya karna berbicara dengan foto.
“Dongeng nyata yang pernah kau ceritakan padaku, aku takkan melupakannya. Dan suatu saat nanti, aku akan menemukan putrimu itu. Dengan jantungmu. Aku akan menyatukan kalian kembali, terimakasih kau telah menyelamatkan hidupku, walau itu harus mengorbankan jiwamu”
Alvin tersenyum tipis, ia teringat kecelakaan besar 4 tahun silam.
~~~
“Semua orang memang selalu membanggakanmu kka, tapi aku tidak!”
“Aku bangga padamu vin, sangat bangga. Karna kaulah yang memberiku hidup!”
“Pergi! Tinggalkan aku! Aku hanya menunggu kematianku! Dengan penyakit bodoh ini!”
Alvin yang saat itu masih berumur 7 tahun, berbeda 2 menit dari Cakka. Mengendalikan kursi rodanya, keluar dari kamar rumah sakit. Cakka terus membujuknya untuk 1 permintaan.
“Ikutlah bernyanyi denganku vin”
Tapi Alvin tetap tak peduli dengan permintaan Cakka.
“Aku ingin kau ada di hadapan mama dan papa” kata Cakka lagi.
“Selamanya, mereka takkan pernah menyayangiku! Walau aku bernyanyi sebagus apapun. Oh iya, selamat atas albummu yang berjudul konyol “Rain from Heaven” itu.”
“Itu tak konyol seperti yang kau pikirkan!” Cakka membentak, seraya memandang sinis pada Alvin.
“Kalau tak konyol, apa namanya? Bodoh?”
“Rain from heaven, mau kuceritakan maknanya? Dan juga, dongeng nyata tentang judul tersebut?”
“Heuh, membosankan”
“Ayolah adikku, kau takkan menyesal mendengarnya”
Cakka dengan sigap memegang gagang kursi roda Alvin, dan mendorongnya mendekati taman rumah sakit.
“Nah, duduk yang tenang. Dengarkan ceritaku”
“Yaya, cepatlah. Aku harus segera minum obat”
“Iya Alvin, makna dari rain from heaven, itu hujan dari surga. Kau juga tahu khan? Hehe, yasudah berlanjut. Sebenarnya, Hujan itu punya berjuta arti dalam hidupku, tapi satu. Hanya satu yang istimewa, Sahabat abadiku. Dongeng kisah nyata itu berawal saat aku bertemu dengannya. Dikala hujan kesukaanku turun, kudengar melody. Sebuah melody yang mengantarkanku menemuinya. Sebenarnya bukan melody yang sebenarnya, melainkan teriakan minta tolongnya padaku. Aku tak bisa melupakan kejadian itu, ketika aku menangkap tubuhnya yang bersamaan dengan itu, sebuah pelangi indah menyambut senyumannya. Sahabat abadiku, Putri yang tak mungkin ku hilangkan dari hatiku. Semua isi lagu itu ku persembahkan khusus untuknya vin. Dan jika aku tak bisa menemuinya lagi. Menepati janjiku akan hujan terindah sepanjang masa. Aku ingin kau yang menepati janjiku padanya.”
“Ku akui, janji bodohmu cukup menarik untukku. Hujan indah sepanjang masa, apa itu?”
“Ini rahasia vin, kau harus janji tak boleh mengatakannya pada siapapun”
“Ya, aku janji”
“Aku pun sebenarnya tak begitu mengerti rasa ini, tapi menurut keterangan beberapa orang di studio, itu namanya. Cinta”
“Hah? Kau khan masih berumur 7 tahun, mana kenal cinta?!”
“Maka dari itu vin, aku ingin memastikannya. Minimal 4 tahun lagi deh, selama 4 tahun kedepan. Aku akan focus dalam bermusik, baru kemudian. Aku akan menjemput gadis itu dari Surga”
“4 tahun kemudian itu, juga kau belum begitu dewasa!”
“4 tahun lagi itu khan, aku sudah kelas 2 Smp. Dan aku akan mengajaknya bersekolah di Jakarta. Seperti keinginannya sejak dulu.”
“Boleh ku tahu, nama gadis itu?”
“Tidak! Aku takkan melepaskan gadis itu untukmu! Aku akan rela memberikan apapun yang kupunya, asalkan kau tak menggangu sahabat abadiku”
“Huh, menyebalkan. Apa aku tak boleh berteman dengan cintamu yang mengada-ada itu?”
“Enak saja, mengada-ada! Heuh”
“Apa aku tak boleh memiliki, 1 hal yang kau sayangi?”
Cakka menatap Alvin, lalu tersenyum tipis. Baru kemudian menepuk-nepuk pundak Alvin.
“Tentu vin, tentu kau boleh menjadi sahabatnya.”
Senyum Alvin akhirnya terbentuk, lebar. Dan semua itu karna sahabat abadi Cakka. Dea.
Malamnya, penyakit Alvin kambuh, dan menjadi lebih parah. Saat itu Cakka yang sedang ada dirumah, langsung bergegas menuju rumah sakit dengan mobil pribadinya. Tapi, karna terlalu terburu-buru. Mobil Cakka bertabrakan dengan mobil lain, mengakibatkan Cakka harus pergi meninggalkan semua orang yang ia sayang.
Dan esoknya, sesuai permintaan Cakka semasa hidupnya, ia mendonorkan jantungnya pada Alvin. Agar Alvin bisa tetap hidup, dan menepati janji Cakka pada putri yang tak pernah diberitahu namanya oleh Cakka.
~~~
Alvin mengambil foto tersebut, dan menyelipkannya dikantung bajunya. Dengan wajah berseri, ia meninggalkan loker yang telah dikuncinya. Karna, ia ingat salah satu alasannya untuk hidup. Mewujudkan Rain from Heaven Cakka untuk putrinya.
---
Saat kami melewati ruang OSIS, kami melihat kak Via yang sedang menata dokumen-dokumen sekolah, kami pun mengetuk pintu ruang OSIS yang terbuka.
“Assalamualaikum kak” salam Kamami.
“Waalaikumsalam, wah. Kamami, Dea. Ayo masuk”
Kami pun masuk. Kak Via buru-buru meletakan tumpukan dokumen-dokumen itu ke dalam lemari kayu terbesar diruangan tersebut.
“Ada apa sayang?” Tanya kak Via.
“Aku kak, mau daftar Suara Melody”
“Wah, boleh-boleh! Nanti lusa kumpul ya sepulang sekolah. Akan kakak data.”
“Siap kak”
“Kamami nggak daftar?” Tanya kak Sivia.
“Nggak kak, aku jadi anak mading aja”
“Wah, wartawan sekolah ya.. Nanti sekalian ku katakan pada Tian, tentunya jika kamu belum bertemu dengannya”
“Makasih banyak ya kak!” Kata Kamami sangat girang.
“Iya, sama-sama sayang. 5 menit lagi bel pulang sekolah ya? Kakak boleh minta bantuan?”
“Dengan senang hati kak”
“Makasih banyak ya adik-adikku sayang, ikut kakak yuk”
Kak Via mengambil tasnya, lalu mengajak kami ke ruang penyimpanan alat-alat music Smp BM.
“Tolong bantu kakak menata alat-alat music ini sesuai tempatnya ya? Tadinya ada Ify yang akan membantuku, tapi ia harus pergi duluan. Tolong ya?”
“Sip kak!” Seru kami berdua.
Ruang penyimpanan alat-alat music ini, begitu luas, megah dan mengagumkan. Aku bertugas disebelah kanan ruangan, bagian benda-benda yang dapat diangkat sendiri, seperti angklung, seruling dan lain-lain.
“Hah?!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini