Minggu, 26 Desember 2010

Rain from Heaven 18

Princess

Kini aku hanya bisa berharap, bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Semua memang butuh proses, begitupun kesuksesan diri. Aku sadar kelakuanku ini salah, karna aku hanya menginginkan kesuksesan. Bukan ilmu yang sebenarnya, aku sangat salah jika ilmu yang asli adalah nilai akademik yang baik. Dulu Lintar berkata padaku.
“Ilmu itu akan terasa indah ketika kita menerapkannya pada dunia ini. Manis terasa, indah terlihat, dan asri dipikir. Jalani ilmu itu sebagaimana kau menjalani hidupmu”
Sebagian perkataannya bisa ku terima dengan baik, tapi sebagian lagi aku belum bisa menafsirkannya.
---
Siang ini ada pendaftaran untuk menjadi anggota OSIS 2010/2011. Aku ingin mendaftar, karna aku ingin menguji keberanianku. Dan ada pula kesempatan untuk menjadi wakil ketua OSIS tahun ini. Aku harus ikut, aku bisa belajar banyak tentang kehidupan memimpin dari kegiatan ini.
Pertanyaannya adalah, kenapa hanya sampai wakil kedudukan untuk anak kelas 1? Dan jawabannya, kak Rio masih menjadi ketua OSIS untuk periode kali ini, semua masih sangat percaya pada kepemimpinan kak Rio. Aku salut padanya.
Ku ajak Kamami dan Angel ikut seleksi ini, dengan alasan PRINCE juga ikut. Tapi ternyata alasanku tak bisa membuat kedua sahabatku ini ikut seleksi. Tapi yasudahlah, keputusanku sudah bulat. Aku akan ikut seleksi pemilihan anggota OSIS Smp Betha Melody.
Pendaftar siang ini sudah mencapai 30 orang, dan mayoritas gadis-gadis, ini pasti karna kak Rio juga teman-teman PRINCE, hehehe, aku nggak boleh buruk sangka dulu ya. Saat pendaftaran banyak juga teman-teman gadisku yang membicarakan kak Rio. Ada yang berkata.
“Aku ingin sekali jadi wakil ketua OSIS tahun ini, pasti waktuku akan lebih banyak dengan kak Rio”
“Enak saja, aku yang jadi wakil ketua OSIS!!”
Terkadang memang ada yang sampai berkelahi, membuatku sangat gugup untuk mendaftar, untung saja yang menjaga stand pendaftaran, kak Sivia. Oh iya, di Smp ini memang untuk menjadi anggota OSIS harus kemauan sendiri, tak ada istilah “Dicalonkan” keren juga.
“Siang de, kamu mau daftar juga?”
“Iya kak”
“Wah, banyak sekali gadis-gadis yang mendaftar ya.”
“Memangnya kenapa kak?”
“Haha, ini artinya semua gadis angkatanmu sangat tangguh ”
“Terimakasih kak”
“Ayo, tulis namamu di sini”
Ku tulis nama lengkapku di kolom ke31 yang ditunjukan kak Via. Selesai menulis nama, aku pamit diri pada kak Via dan kembali kekelas, tapi aku tahu pelajaran selanjutnya sedang kosong, karna ada rapat guru siang ini. Jadi kuputuskan untuk ke Perpustakaan saja, kuyakin Kamami juga ada di sana. Aku juga ingin menceritakan tentang kejadian kemarin, kejadian yang membuatku hampir meninggalkan dunia ini.
Singkat perjalanan, kini aku sudah berada di perpustakaan, tapi Kamami tak ada di perpustakaan, hanya ada beberapa anak yang ku kenal. Tapi baru saja aku duduk di sofa ingin membaca buku, sebuah tarikan halus mengajakku keluar perpustakaan, ku lihat orang yang menarikku adalah kak Shilla.
“Mau kemana kak?”
“Ikut saja denganku”
Pikiranku langsung melayang ke kejadian di hari terakhir MOS dulu, saat seorang anak lelaki mengajakku menemui Keke, rambutku hilang begitu saja, banyak luka tergores di wajahku, dan ancaman beasiswa itu kuhadapi. Tapi perasaan itu kutepis, karna yang mengajakku adalah orang yang kukenal, lagipula ancaman itu sudah dihapus Keke setelah Kamami mengalahkan tiga anak ambisius itu di pertandingan Basket dadakan.
Kak Shilla berhenti di ruang padus. Ia langsung mencari sesuatu di tumpukan alat-alat musik.
“Nah, ini dia!” Seru kak Shilla, lalu berjalan mendekatiku. Ia menggenggam tanganku dan mengajakku menuju sebuah keyboard yang waktu di gudang lalu sangat kukagumi.
“Lho? Apa maksudnya kak?”
“Katanya kamu mau belajar keyboard, ada yang mau mengajarimu”
“Kakak kah?”
“Bukan, tapi dia..”
Seorang gadis manis berdiri dari tempat duduk, ia tersenyum padaku. Ia kak Zeze.
“Aku yang akan mengajarimu de, ayo duduk di depan keyboard itu.”
“A..aku..” aku sangat gugup melihat paras ayu kak Zeze, sangat mengagumkan, tubuh kak Zeze yang tinggi membuatku agak mendongak, walau tingginya tak berbeda jauh dari tinggiku.
“Ayo de,” ajak kak Zeze.
“Tapi aku sama sekali tak bisa bermain keyboard kak, nanti malah menyusahkan.”
“Semua yang mau belajar tentu tak masalah jika sama sekali tak tahu” kata kak Shilla, kak Zeze mengangguk setuju pada kak Shilla.
“Tapi, darimana kak Shilla dan kak Zeze tahu keinginanku?” Tanyaku.
Mereka langsung terkejut, dan gugup harus menjawab apa. Tapi itu hanya sementara, keduanya langsung kembali tenang.
“Dari seorang malaikat berhati lembut yang senantiasa ingin melihatmu bermain keyboard mendampingi duo kami.” Kata kak Zeze.
“Duo kakak?”
“Iya de, kami ingin kamu menjadi keyboardist di duo kami, kami ingin mendirikan band Princess, salah satu anggota barunya adalah Sivia.” Kata kak Shilla.
“Kak Via?”
“Via menjadi vokalis bersamaku” kata kak Shilla.
Kini aku sangat gugup ketika dipilih menjadi anggota band ini.
“Tapi kenapa harus aku kak? Bukankah kak Ify lebih jago dariku?" Tanyaku.
“Ify, aku tak suka dengannya. Aku takut ia menjadi besar kepala jika akhirnya band ini terkenal” kata kak Zeze.
“Sudahlah ze, tak usah kau kenang masalahmu dengan Ify-Ify itu.” Kata kak Shilla.
“Ya.. sebaiknya kejadian itu ku kubur dalam-dalam”
Sebenarnya aku penasaran dengan percakapan kedua kakak ini, tapi sebaiknya aku diam dan tetap tenang.
“Ayo de, kamu khan bisa bermain piano, tentu kamu bisa memainkan benda ini” kata kak Zeze seraya menggenggam tanganku, tangannya hangat penuh kasih. Aku bingung, kenapa kak Zeze agak dijauhi? Padahal khan kak Zeze ini anak yang sangat baik. Apa hanya karna kak Zeze orang paling sederhana di sekolah ini?. Tapi khan aku juga miskin, bahkan lebih miskin dari kak Zeze. Sebenarnya ada rahasia apa lagi dibalik kehidupan kak Zeze? Apa ada hubungannya dengan kak Ify?
Kak Zeze menggenggam tanganku, tangannya hangat dan menenangkan perasaanku, ia mengajariku sedikit demi sedikit tehnik memakai keyboard. Begitu seksama dan detail, beberapa menit kemudian seorang masuk ke ruang musik. Kak Sivia.
“Bagaimana tempat pendaftaran vi?” Tanya kak Shilla.
“Sangat ramai shil, bagaimana dengan Dea?”
“Baik, ia cepat belajar. Kau memang pintar memilih anggota baru.”
“Iya dong. Hehehe”
Satu lagi pertanyaanku, bukankah kak Via dengan kak Shilla itu tak terlalu akrab? Atau mereka selama ini hanya berpura-pura tak akrab? Aku jadi makin bingung. Tapi tak apa, aku senang mereka seperti ini.
“Ayo de, lanjut” kata kak Zeze.
Aku hanya mengangguk dan melanjutkan pembelajaran kami. Tapi baru saja akan menekan not keyboard, seorang kembali masuk ke ruangan ini. Ia kak Tian.
“Aduh, siapa sich yang main keyboard seburuk ini?” Tanyanya, aku langsung menunduk karna malu.
“Ye, siapa yang nggak bisa main keyboard!? Dea khan sedang belajar, jadi wajar saja jika kau sang mr. perfect mendengar permainannya kurang nyaman” bela kak Zeze.
“Ohahaha, sedang belajar to. Maaf ya Dea, aku yakin kau bisa” kata kak Tian.
“Terimakasih kak” kataku. Kini di hadapanku sedang berdiri orang-orang hebat nan cerdas, seperti impian-impianku. Bisa bersandar dengan orang-orang seperti mereka.
Aku pun kembali belajar keyboard.
---
Sebuah kenyataan menarik ku temui hari ini, akhirnya kak Zeze mau menceritakan perihal tentang perseteruannya dengan kak Ify. Ini ada hubungannya dengan orang tua kak Zeze, terutama ayah kak Zeze yang telah meninggal. Ayah kak Ify adalah seorang dokter bedah, ia tak bisa mengobati penyakit ayah kak Zeze, malahan memperburuk keadaan ayah kak Zeze hingga ayah kak Zeze meninggal. Maka dari itu, Zeze membenci kak Ify dan keluarganya. Walau kak Ify tak tahu hal ini. Kak Ify tak tahu hal ini? Ya, kak Ify tak pernah tahu bahwa ayahnya yang telah membuat ayah kak Zeze tiada. Walau kurasa, ini bukan kesalahan ayah kak Ify, umur seseorang memang sudah di tentukan oleh Tuhan. Tak ada yang bisa menentang takdirnya, begitupun umur kak Cakka yang begitu singkat. Ini semua takdir kawan, takdir yang telah ditulis di catatan Surga dan Neraka.
Kak Zeze asyik mengobrol dengan kak Shilla dan Kak Via, sedang aku hanya duduk menyaksikan pemandangan di luar BM yang sangat indah, langit begitu mendung menunjukan pesona Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku teringat Ibu, apakah ia baik-baik saja? Ataukah ia merindukanku? Atau ia tak peduli? Tuhan, tolong jaga Ibu. Aku sangat menyayanginya.
O iya, rencananya Princess akan merekrut anggota baru, 2 gitarist, 1 drummer dan 1 violinist. Aku mengusulkan Kamami dan Angel untuk ikut ke band ini. Kak Shilla menimbang-nimbang dan setuju mengambil Kamami sebagai Violinist, dan Angel sebagai pengganti Vokalist menggantikan kak Via. Sedang kak Via menjadi Gitarist, wow kak Via multitalent. Dan yang paling membuatku senang, Oliv menjadi drummer.
“Aku akan mencari 1 gitarist lagi kak, izinkan aku.”
“Boleh de, tapi sebenarnya kakak sudah punya 1 pilihan.”
“Siapa kak Shilla?”
“Namanya Oik, ia manis bukan? Ia pun lumayan mahir memainkan gitar.” Kata kak Shilla, fiuh.. untung saja bukan salah satu dari Keke dkk.
“Iya kak, Oik mahir memainkannya” kataku meyakinkan kak Shilla.
“Ya, besok kita mulai latihan” kata kak Zeze, kami para anggota baru hanya mengangguk lalu pulang. Hari ini kami pulang dengan jalan kaki, karna sepeda Kamami sedang di servis, dan Angel juga aku takkan membiarkan Kamami sendirian.
Di perjalanan, kak Obiet dan kak Patton menghadang kami. Kamami seperti ketakutan ketika melihat kak Obiet, apa ia masih trauma?
“Sore girls” sapa kak Patton, kami hanya mengangguk menunjukan rasa sopan pada orang yang lebih tua dari kami.
“Apakah benar kalau kalian berdua sudah pacaran?” Tanya kak Obiet dingin.
Kamami terus menunduk, tak mau melihat ke arah kak Obiet, aku dan Angel kompak menggenggam tangan Kamami. Sekedar memberi energy pada Kamami.
“Jawab saja mi.” Kata kak Patton.
“Iya.” Jawab Kamami, aku mendengar gemeretak gigi kak Obiet dengan jelas, matanya me-merah saat menatap Kamami, tangannya mengepal kuat seakan ingin meninju siapapun yang menghalanginya.
“Sudah kubilang, kau tak usah berpacaran dulu di Jakarta! Kau harus belajar dengan giat Kamami! Sekarang, kalian harus putus!” Bentak kak Obiet, Kamami masih saja menunduk dan semakin kikuk.
“Apa maksudmu? Kau tak setuju? Ini hak Kamami!” Cerca kak Patton.
“Ini juga hakku! Karna ia adikku! Adik KANDUNGku!” Bentak kak Obiet lebih keras dari yang tadi.
“Sampai saat ini, aku nggak bisa bohong pada diriku sendiri. Bahwa aku menyukai kak Obiet, bahkan lebih dari saudara. Maka dari itu, aku takut menatap kak Obiet, karna aku takut mencintai kakakku sendiri. Lebih baik aku tak pernah punya kakak seperti kak Obiet!!” Kamami langsung menunduk, karna baru saja ia berbicara tak pantas pada kakaknya sendiri.
Kak Obiet mendekati Kamami, tangan Kamami masih ku pegang, sedang Angel sudah tak tega. Kak Obiet menjulurkan tangannya pada Kamami.
“Kau adalah adikku, adik kesayanganku. Untuk saat ini sebaiknya kau focus pada pelajaranmu, tak usah memikirkan cinta atau semacamnya, kau masih punya sahabat sebaik Dea juga Angel, juga kakakmu. Obiet” jelas kak Obiet, membuat Kamami berhasil mendongak demi melihat paras kakaknya yang teduh.
“Kita bersaudara mi, mungkin rasa ini hanya rasa kagum. Tapi kumohon, kau tak boleh pacaran dulu.” Kata kak Obiet sekali lagi menentang hubungan Kamami dengan kak Patton. Sedang kak Patton tak bisa berbuat apapun, karna ia tahu ini hanya hubungan pura-pura, agar Kamami bisa melupakan kak Obiet, aku tahu itu. Karna Kamami hanya menyukai 1 orang saja, kak Obiet.
Kamami meraih tangan kak Obiet, ia tersenyum pada kak Obiet begitupun sebaliknya.
“Aku senang jika kita menjadi saudara saja, tak usah kau pikirkan rasa yang ada di hatimu. Ok?”
“Iya kak.”
Sore ini pasti menjadi sore terindah bagi Kamami, aku bisa tersenyum melihat senyum gadis berkerudung itu. Kamami.
---
Ya, benar ucapan kak Obiet, sebaiknya Kamami serta kami semua harus belajar dengan giat, aku juga harus menepis pikiranku ingin mengetahui semua hal tentang kak Cakka, aku harus focus, ok de? Focus!
“Aku akan membawa hujan terindah sepanjang masa untukmu, De.”
Tapi ya Tuhan! Kata-kata kak Cakka selalu mengiang, sebelum ia menepati janjinya padaku, “Rain from Heaven”
---
Alvin menaruh jaketnya di gantungan pintu, ia rebahkan tubuhnya di kasurnya yang usang, karna ia jarang sekali pulang ke rumah, jadi sudah lama kasurnya tak terawat, sudah berdebu. Membuat Alvin bersin-bersin. Setelah puas meregangkan otot tubuhnya sejenak, ia langsung membuka laptopnya, dan membuka folder bernama ‘princess’. Setelah dibuka, terdapat banyak foto seorang, Dea.
“Mungkin aku sudah terlanjur menyayangi gadis ini, gadis yang disayangi juga oleh sahabat terbaikku.”
Alvin tersenyum tipis seraya melihat hasil potretannya beberapa hari ini, jantungnya sangat tenang berdetak, tak terasa sakit setelah sekian lamanya. Setelah kakaknya menghadiahi jantung pada Alvin.
“Aku hanya berharap, putri kak Cakka adalah kau de, tapi jika itu terjadi, aku bisa dibilang pembunuh kelas dunia, karna aku menikam sangat dalam hati sahabatku sendiri.”
Alvin lalu teringat sebuah janji yang masih menjadi misteri baginya.
“Apa maksudnya, ‘rain from heaven’?”
Ia menggeleng tak mengerti, satu janji yang membuatnya tak bisa konsentrasi dalam bermusik, tak bisa tidur, dan yang paling penting, tak bisa melihat dunia ini. Sudah dibutakan oleh kebingungan.
“Andai kau memberi tahuku kak.”
Alvin pun menutup laptopnya, dan tidur.
---
Aku berjalan tenang menuju kelas, Kamami sedang ke kamar mandi, di tengah lorong aku berpapasan dengan kak Alvin, aku tersenyum padanya. Ia pun tersenyum padaku, sungguh tampan orang itu. Seperti kak Cakka.
“Eh de,”
“Iya kak?’
“Aku ingin mengajakmu ke café Aurora”
“Untuk apa kak?”
“Nggak apa-apa kok, aku lagi suntuk ni. Pengen ke Café sama orang baru”
“Ehem, maaf kak, tapi..”
Belum aku menolak ajakannya, kak Rio muncul dari belakang tubuh kak Alvin.
“Ide bagus tuh vin, aku juga mau ikut ya”
“Hah? Ikut? Emm. Boleh lah”
“Aku kak, aku..”
Aku sangat bimbang, karna ini kesempatanku untuk bertanya banyak pada 2 orang terdekat kak Cakka. Tak terasa kepalaku mengangguk, tanda aku setuju pergi bersama kak Alvin dan kak Rio.
“Nanti kami jemput di kelasmu ya” kata kak Alvin.
“Apa aku boleh mengajak Kamami dan Angel?” Tanyaku.
“Nggak usah de, kita pergi bertiga aja, aku malah tambah suntuk kalau terlalu ramai”
“I..iya deh”
Aku kembali berjalan melewati mereka, dengan perasaan yang sangat was-was.
---
“Apa?! Kamu pergi bertiga sama kak Rio dan kak Alvin?!” kaget Kamami.
“Dih, kamu lebay banget sich mi, dasar..”
“Khan nanti kita ada latihan Princess”
“Hah? Yang bener mi?”
“Jah, kamu lupa..”
“Aku lupa sama sekali mi. Gimana dong?”
“Kamu sih, terlalu senang kencan sama 2 orang.”
“Enak aja, aku khan lupa!”
“Hehe, iya-iya. Yaudah, kamu khan hanya sekali tempo jalan sama dua anggota PRINCE itu, jadi nanti aku yang urus absenmu”
“Benar mi? Boleh-boleh..”
Dan semoga urusanku pun selesai dengan lancar.
---
Sesuai janji kak Alvin, ia menjemputku di depan kelas, aku pun berjalan berdampingan dengannya, persis seperti sepasang kekasih. Hehe.
Kulihat kak Rio sudah menunggu kami di depan gerbang, kak Alvin memberi isyarat padaku untuk ikut kak Rio saja, ya aku menurut saja.
"Ke Café Aurora?" Tanya kak Rio demi memastikan.
"Iya yo."
Tak berapa lama, kami bertiga tiba di Café Aurora, agak sepi rasanya, mungkin karna ini hari Sabtu kebanyakan siswa/I BM menghabiskan waktu di tempat lain.Kami bertiga memesan menu yang sama, tiramishu dan kentang goreng, dengan coklat panas sebagai penyegarnya.
“Sabtu ini sepi juga ya..” gumam kak Rio memulai pembicaraan.
“Iya kak.” Setujuku.
“Lagu di Café ini menyentuh banget ya.” Puji kak Alvin.
“Iya kak.” Setujuku lagi.
Kedua kakak itu pun menatapku, lalu tertawa bersama.
“Kamu gugup ya, jalan sama kita?” Goda kak Rio.
“Nggak kok kak.”
“Daritadi jawabanmu itu, iya kak.” Lanjut kak Alvin.
Mereka berdua ini mau apa sich? Ngalor-ngidul, sepertinya memang hanya aku yang punya niat penting bertemu keduanya.
“Kak..”
“Ya?” Keduanya langsung merespon panggilanku.
“Aku ingin tanya,”
“Tanya apa de?” Tanya kak Alvin serius.
Aku terdiam, karna agak ragu untuk mengucapkannya. Aku pun menatap luas ke jendela Café yang berembun, udara sore ini cukup dingin, untung saja di tanganku kini ada coklat panas yang mampu menghangatkan tubuhku. Bayangan wajah kak Cakka terbentuk apik di hatiku, menyapa pikiranku agar aku segera bertanya tentangnya.
“Kak Cakka..”
Kak Rio dan Kak Alvin serentak langsung terkejut, aku ikut terkejut melihat tingkah mereka. Tapi berusaha tenang dengan memakan tiramishuku. Keduanya langsung saling pandang, baru kemudian menatapku lekat.
“Apa urusanmu dengan kakakku?”
“Aku hanya bertanya kak.”
“Banyak gadis yang menyanyai kak Cakka, dan mengaku dirinya sebagai putri masa lalu kak Cakka, apa kau juga mau mengaku seperti itu de? Aku kecewa padamu”
“Daritadi kak Alvin terus bicara, tolong berikan kesempatan padaku.”
Ucapanku membuat kak Alvin yang agak naik darah kembali tenang dan ia langsung menyeruput coklat panasnya. Kak Rio tak kalah lekat menatap ke arahku, jika aku bilang aku memang putri kak Cakka secara langsung, mungkin keduanya takkan percaya. Jadi aku akan pelan-pelan mengutarakannya dengan caraku sendiri.
“Jika awan itu bisa berbicara, mungkin aku akan memintanya untuk menemui kalian, berkata semua kebaikan kak Cakka 5 tahun yang lalu.”
“Basi.” Kesal kak Alvin, aku jadi kesal juga. Tapi demi kak Cakka, aku akan berusaha.
“Jika hujan juga bisa bernyanyi, kuyakin mereka lah yang mengantarkan melody suara minta tolongku pada kak Cakka.”
“Kau ini, mau berpuisi terus?”
“Vin, sabar dong.” Kata kak Rio.
Aku menghela nafasku yang telah kuhirup dalam-dalam, kutatap kak Alvin. Kini mata kami beradu, sangat dalam mengingatkanku pada kak Cakka, air mataku tiba-tiba saja menetes, mengingat wajah kak Cakka membuatku sakit, sakit karna takkan pernah bisa menemuinya lagi.
“Semua gadis yang mengaku pun menangis pura-pura karna ingin mendapatkan perhatianku, busuk”
“Kau memang bukan kak Cakka, hatimu pun bukan milik kak Cakka, matamu yang indah itu masih kalah drastis dari kak Cakka, aku sama sekali tak mau kau perhatian padaku kak, aku hanya ingin bertanya, apakah kak Cakka sama sekali tak menitipkan janjinya padamu?”
“Janji? Kau tahu apa tentang janji kak Cakka?!”
Aku sudah kesal dituduh oleh kak Alvin, aku pun berdiri dan mengucapkan 2 kalimat terakhir sebelum aku pergi.
“Rain From Heaven. Hujan terindah sepanjang masa”
Aku pamit pada keduanya, lalu pergi tanpa peduli dengan perkataan lain dari kak Alvin. Aku hanya mau tenang karna telah mengutarakan maksudku.
---
Alvin terdiam mendengar perkataan Dea barusan, ia terus mengingat ucapan terakhir Dea, “Rain from Heaven. Hujan terindah sepanjang masa”, Rio mengejar Dea sekaligus meninggalkan Alvin yang masih sangat terkejut. Tapi tiba-tiba senyumnya terurai lebar, ia tersenyum karna senang telah menemukan putri kak Cakka.
“Ternyata kau mendengar do’aku kak, kau sangat baik bahkan setelah kau pergi.”
Alvin berdiri dan berlari menyusul Rio dan Dea.
---
Kini aku kembali berada di motor kak Rio, perasaanku lebih tenang ketika berada di dekat kak Rio, seperti semua kejadian yang baru saja terjadi sudah hilang. Aku bisa tersenyum kembali, apalagi kak Rio mentraktir eskrim dan bernyanyi untukku.
“Terimakasih untuk eskrimnya kak, nyanyiannya juga.”
“Sama-sama de, kau itu nggak usah berpura-pura jika kau suka Alvin”
“Lho? Nggak kok kak, aku hanya berkata yang sebenarnya.”
“Jadi benar kau putri Cakka?”
“Iya.”
“Ini malah yang membuatku khawatir.”
“Khawatir? Kenapa?”
“Nggak apa-apa.”
Kak Rio memandang ke arah lain, matanya kosong. Aku merasa perkataan Angel ada benarnya, walaupun aku nggak boleh terlalu percaya diri, tapi aku bisa melihat sinar mata kak Rio yang begitu kecewa saat ia tahu, aku benar-benar putri kak Cakka. Aku hanya bisa tersenyum seraya memakan kembali eskrim rasa coklat pemberian kak Rio, di lain sisi aku sadar, kak Alvin tak sebaik kak Cakka maupun kak Rio, ia mempunyai sisi jelek juga. Terlalu berprasangka buruk, walau aku tahu, karna sudah terlalu banyak gadis yang mengaku sebagai putri kak Cakka.
“Kak.”
“Ada apa, De?”
“Sebenarnya, sudah berapa gadis yang mengaku sebagai putri kak Cakka?”
“Heum, berapa ya? Banyak dech, De. Ada sekitar 20 orang mungkin”
“Hah?”
“Kenapa, De? Kamu kecewa ya?”
“Nggak, pantas saja kak Alvin bersikap seperti itu.”
“Iya, hahaha”
Kembali kuingat kejadian barusan, kak Alvin memang marah, tapi matanya tetap berharap. Apa aku kembali terlalu percaya diri? Aku tak bergitu kawan, jika bisa dibilang aku memang bisa melihat suasana hati seorang hanya dengan melihat sinar matanya. Itulah keistimewaanku selama ini, maka dari itu aku ingin menjadi dokter yang selalu sabar dan mengerti keadaan seseorang.
Ku dongakan kepalaku ke langit, langit masih saja mendung. Kenapa kau tak ceria sedikit? Hiburlah aku, dengan matahari yang bersinar tenang. Aku pun berfikir, apakah hujan akan memperbaiki keadaan jiwa orang? Aku sich mungkin bisa, tapi orang lain? Aku tak bisa menjaminnya. Buktinya Gaby pernah sangat benci pada hujan.
Kak Cakka, apa sebenarnya maksudmu Rain From Heaven? Hingga kini aku belum bisa menemukan jawabannya, bahkan setelah aku sudah bertemu dengan kak Alvin.
Tak berapa lama, kak Rio mengajakku pulang, aku setuju dengannya karna aku sudah sangat lelah.
---
Putri, kata itu terus mengiangi pikiran Alvin, ia tak bisa menemukan Rio dan Dea jadi ia putuskan untuk pulang. Pikiran Alvin masih tak tenang, karna ia melepas putri kakaknya yang selama ini ia cari, ia mengendarai motor dengan perasaan kacau.
Sebuah mobil besar tiba-tiba saja melaju cepat dari arah yang berlawanan dari arah Alvin. Dan..
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini