Minggu, 26 Desember 2010

Rain from Heaven 12

A Secret

Kami berlima pun turun dari panggung, kembali duduk di tempat semula. Kak Alvin mengacungkan jempol pada kami. Ia tersenyum bangga untuk acara penutupan kali ini.
“Good job teman-teman!”
“Terimakasih kak Alvin” kata kami berlima kecuali Gaby.
---
Kami pun kembali ke kelas.
Gaby menjauhkan dirinya, dan duduk di teras kelas. Aku terus memperhatikannya dari dalam, tapi kak Alvin menyuruh kami untuk membereskan barang-barang kami dan juga mempersiapkan tempat tidur. Kami akan tidur di kelas ini. Berenam.
Anak lelaki tidur di pojok kanan kelas, sedang anak perempuan di pojok kiri kelas, para anak lelaki membuat pemisah antar daerah perempuan dan lelaki.
Ku lihat, Gaby masih saja di luar.
“Kak, aku keluar panggil Gaby ya”
“Yasudah, suruh ia bantu kita”
“Iya”
Aku pun berjalan pelan keluar, dan berdiri di sampingnya. Ia masih memegang biolanya. Aku tersenyum tipis padanya.
“Kau masih menganggapku aneh?” Tanyaku.
Gaby tersenyum tipis, ia menaikan biolanya. Memainkan sedikit nada dari biolanya. Menghentikannya. Lalu menatapku.
“Kau memang aneh”
Aku tertawa kecil, mendengar ucapannya yang cukup menentramkan hati, karna aku tahu. Ia masih Gaby yang dingin, tak tahu etika, dan tak manis, seperti yang ku bayangkan tadi saat ku tampil.
“Ayo masuk ke dalam, bantu kak Alvin dan teman-teman membuat batasan daerah”
“Ayo”
---
Angel mendekat ke Sivia, ia bersandar di punggung Sivia. Senyumnya terurai indah.
“Ada apa njel?”
“Aku ingin mengatakan sesuatu pada kakak”
“Katakanlah sayang.”
“Ini sebuah rahasia kak, kakak nggak boleh bilang ke siapapun”
“Iya sayang, pasti”
“Aku sedang menyukai seorang kakak kelas, tapi aku bingung. Apakah aku benar-benar menyukainya karna cinta, atau sebatas kagum.”
“Memang rasa itu seperti apa?”
“Setiap aku melihat senyumnya, aku selalu merasa ada di Surga, dan ketika aku ada di dekatnya. Seakan-akan semua menjadi gelap, dan hanya ia yang bersinar di dekatku”
“Hem.. begitu ya”
Sivia berfikir keras, karna jika ia salah bicara. Semua akan berantakan bagi Angel. Tanda-tanda yang Angel berikan cukup menjelaskan bahwa Angel.
“Kau kagum pada kakak itu, dan kau hanya sedikit mencintainya”
“Hah? Benar kak?”
“Iya njel, aku juga pernah merasakannya. Sebatas kesemsem”
“Lalu bagaimana cara agar aku bisa mencintainya banyak?”
“Hihi, cara bicaramu lucu sayang. Sebaiknya, kau cari cinta sejatimu saja Angel, tapi kalau kau yakin cinta sejatimu adalah kakak kelas itu, jadikan rasa cintamu menjadi sebuah janji dalam dirimu”
“Janji?”
“Iya, janji akan menjadikannya hanya satu di dunia ini. Cintamu pada lelaki lain harus di hilangkan, jangan bercabang kemana-mana. Tetap satukan hati untuk mencintainya”
“Sip kak! Tapi..”
Angel menatap Sivia lagi, ia kembali murung. Sivia mengelus rambut Angel.
“Tapi sepertinya kakak itu menyukai seseorang lebih dari ia menganggapku”
“Kalau begitu, kakak punya saran. Carilah orang yang mencintaimu. Tapi kau juga bisa mencintainya.”
“Menurut kakak yang seperti itu padaku siapa ya kak?”
Sivia memperhatikan ketiga anak lelaki yang sekelompok dengan Angel, dan matanya tertuju pada Kiki. Senyumnya mengepul, membuat Angel sepenuh hati berharap padanya.
“Anak itu”
Sivia menunjuk Kiki, Angel tersentak dan langsung menatap Kiki lama.
“Yakin kak?”
“Iya”
“Tapi Kiki itu temanku sejak kecil, kami sahabat selamanya. Mana bisa jadi..”
“Bisa njel”
“Yakin kak?”
“Sudah, jalani semua seperti air. Yang penting sekarang, kamu harus fokus pada sekolahmu. Tinggikanlah prestasimu.”
“Siap kak! Ayo tidur kak!”
Sivia kembali mengelus rambut Angel lalu berbaring bersamaan dengan Angel. Tertidur lelap bersama desiran hujan yang rintik-rintik turun, menurunkan suhu ruangan. Menjadi agak dingin. Memaksanya untuk merapatkan diri pada Angel. Orang yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri.
---
Kamami merapihkan kerudungnya untuk tidur, teman-temannya yang lain telah tertidur lelap. Saat ia hendak berbalik, ada yang melempar gulungan kertas dan mengenai kepalanya.
“Aww.” Rintihnya.
Kamami celingak-celinguk mencari pelaku kejahilan itu, dan ia menangkap sosok bayangan di luar kelas yang ia tempati. Karna penasaran, akhirnya Kamami keluar menghampiri bayangan itu.
“Eh, kak Obiet, mengagetkanku saja.”
“Hehe, maaf ya mi. Aku mau kasih ini padamu”
Obiet menyodorkan sebuah selimut tebal untuk Kamami.
“Ini punya kak Obiet khan?”
“Iya mi, pakai saja”
“Nggak kak, aku tahu malam ini sangat dingin. Aku akan marah jika kakak tak mau mendengarkan ucapanku”
“Kakak akan lebih marah jika melihatmu sakit flu besok”
“Ahaha, dasar. Nggak lah kak, aku khan udah ada selimut. Sudah sana, aku ngantuk”
“Benar deh. Ini pakai”
“Nggak kak, udah-udah. Kakak cepat kembali sana.”
“Heuh, adik tak berbakti”
“Hoo, kakak pemaksa”
Keduanya tertawa karna obrolan ngalor-ngidul mereka, setelah mengelus kerudung Kamami, Obiet pun pergi dengan selimut tebalnya.
“Aku punya rahasia, aku menyukai kakakku sendiri. Walaupun itu tak boleh, tapi jujur kak. Aku menyukaimu bukan sebagai kakakku. Tapi sebagai orang yang sangat special untuk menjadi pengisi hatiku” kata Kamami dalam hati.
---
Malam ini terasa sangat melelahkan untukku, mungkin karna penampilan tadi. Mataku yang sudah lelah pun belum bisa terpejam, karna badanku sungguh remuk semua. Mungkin tulangnya bolong-bolong. Hii. Lebih baik aku menghirup udara segar dulu di luar, agar perasaanku lebih relaks.
Wah, ternyata hari sedang hujan. Langsung saja ku sodorkan tanganku, agar aku bisa merasakan basah dan dinginnya tanganku di terpa hujan, ku lihat langit tak berbintang. Bulan pun enggan muncul, karna sudah tergantikan dengan indahnya rintik hujan dari Surga. Walau kufikir awan-awan hitam yang memenuhi langit tak terlalu indah, tapi tak apa. Mereka khan yang membawa hujan kesayanganku.
Sebentar lagi, semua teman-temanku pasti tahu satu rahasiaku. Yaitu Hujan dari Surga, karna aku selalu kelepasan dalam bicara soal hujan. Haha. Tapi, semoga mereka tak tahu rahasia tentang penyakitku.
Setelah airnya terkumpul banyak di tanganku, langsung ku basuh wajahku dengan kumpulan tetes hujan itu. Brrr dingin!
Tapi, Deg, suara biola?
“Gaby?” Tanyaku memastikan bahwa anak di sampingku adalah Gaby.
Ia menghentikan permainan biolanya, dan meletakan biolanya di lantai.
“Kau sedang apa di luar sendirian?” Tanyaku lagi.
“Karna aku ingin menghujat hujan jelek ini”
“Hujan jelek?”
“Ya, menurutku. Hujan itu hanya membuat penyakit saja, flu, demam, dan lain-lain. Pokoknya menyusahkan”
“Lalu, mau kau apakan hujan ini?”
Gaby memandang lurus kedepan.
“Hei hujan jelek, aku tak pernah menyukaimu! Kalau perlu, aku ingin menghentikan aliranmu. Agar tak membawa bencana dimana-mana!”
‘Plakk’
Tamparan ku luncurkan di pipi Gaby, mataku memandangnya tajam. Hatiku sakit karna ia telah menghujat kawan hidupku. Hujan.
“Apa yang kau lakukan? Sakit tahu!”
“Kau tak pernah tahu apa arti hujan untuk sebagian besar orang di dunia ini, karna kau tak punya hati!”
Gaby berganti menatapku tajam, tatapannya menakutkan. Tapi aku tak mau ia menghujat lagi hujanku.
“Aku memang manusia tanpa hati, karna hati hanya membuat orang jadi lembek! Sepertimu yang selalu menangis hanya karna hal sepele!”
“Hanya dengan hati, kita bisa hidup. Tanpa keangkuhan dan keegoisan, dan kau mau melihat cerminan orang tanpa hati? Pandanglah dirimu sendiri yang selalu membuat masalah!”
“Gadis aneh!”
“Hujan selalu memberiku momen dengan orang yang ku kasihi, tapi ketika aku bersamamu di kala hujan, aku merasa bahwa aku berada di lingkaran kebencian. Aku merasa menyesal turunnya hujan malam ini”
Tanpa menghiraukan kata-katanya lagi, aku masuk ke dalam kelas dan berbaring di samping Oliv yang sudah tertidur pulas. Aku terisak karna kejadian itu adalah kejadian terburuk dalam hidupku.
---
Suatu kejutan ku peroleh pagi ini, karna saat olahraga pagi. Pengumuman kelompok yang menang telah ada. Dan kelompok Nada 1 lah pemenangnya! Aku dan Oliv berpelukan karna senang.
“Suaramu mencengangkan bu Ucie de” kata kak Rio yang lewat di depanku.
“Terimakasih kak”
“Kelompok Nada 1 memang spektakular!” Seru kak Shilla.
“Terimakasih kak!” Seru Abner, Deva, Oliv dan aku.
“Dengan begini, kelompok kita pasti menang.” Kata kak Alvin yang tiba-tiba merangkulku.
“Iya kak”
Hari ini, ada pembagian kelas pula. Jadi lusa kami sudah bisa melakukan KBM disekolah ini. Yes! Ternyata papan pengumuman kelas sudah tertempel di mading utama Smp BM!! Aku dan Oliv langsung berlari meninggalkan kak Alvin.
---
Huft, antrian untuk melihat pengumuman kelas sangat melimpah ruah, aku dan Oliv pasrah menunggu hingga agak renggang dulu. Dan dalam waktu 3 menitan, kami bisa masuk ke dalam kerumunan.
Dea, Dea, Dea, ehem. 7F! Kelas yang selama ini kutempati selama MOS!! Yes! Ku lihat kebawah, apakah ada nama Kamami? Eh, Rahmi Amalia. Hem.
Ada!! Aku sekelas dengan Kamami!! Ya Tuhan!!, nah sekarang Angelica. Hem. Huft, tak ada namanya. Aku kembali mencari nama yang mungkin kukenal. Oliv, ada! Oliv! Tapi, Deg. Nama itu. Gaby Aji Setia Budi. Kenapa harus dengannya!! Arrgh.
Aku pun memutuskan untuk cepat keluar dari kerumunan, Oliv sudah hilang entah kemana, dan sekarang aku ingin bertemu Kamami.
“Kamu masuk kelas mana de?”
“Eh, kak Rio. Aku masuk kelas 7F”
“Wah, kelas yang sama denganku dulu.”
“Kebetulan banget ya kak”
“Iya, sekelas dengan anggota rumah Bunda lain?”
“Dengan Kamami saja kak”
“Ehem, ngomong-ngomong. Aku mau ya kapan-kapan mendengar permainan pianomu lagi”
“Boleh kak!”
“Nanti, ku tunjukan sebuah piano yang pasti akan sangat kau sukai”
“Dimana kak?”
“Di rumahku”
“Waduh, rumah kakak?”
“Kenapa? Keberatan ya?”
“Nggak kok kak, emm, boleh deh”
Tak ada lagi jawaban yang bisa ku katakan pada kak Rio, lagipula ini sebagai tanda balas budi ku pada kak Rio. Ia telah sangat banyak membantu.
Tak berapa lama, seorang gadis manis berdiri di samping kak Rio, menggangdeng tangan kak Rio dengan manja. Wajahnya, ia gadis yang dua kali telah ku senyumi.
“Akhirnya kau bisa tersenyum, aku ingin terus menatap senyummu itu”
Kak Rio langsung melepas pegangan anak itu, dan berlalu dengan tatapan sinis. Anak itu langsung berlari menyusul kak Rio, aku termangu sambil sesekali mencari Kamami.
“Dea!”
“Eh, Kama. Kamu darimana saja?”
“Hihi, sudahlah. Tak usah dipikirkan. Yang pasti kita sekelas!”
“Iya! Yes!”
“Alhamdulillah..”
Aku sedikit terkejut, ketika ada orang yang menggenggam tanganku.
“Ayo ke panggung lapangan de, mau di beri lencana tu” kata kak Alvin. Seraya menarik tanganku, dan kini. Hatiku kembali di hujani oleh cinta.
---
Aku duduk di samping Gaby, karna ia juga terlambat datang ke panggung ini, panggung yang akan menjadi saksi penyematan lencana Panitia MOS tahun depan, 10 anak terpilih sudah di seleksi untuk menjadi Panitia MOS tahun depan. Dan kelompokku mendapat kesempatan untuk menjadi Panitia kesenian.
“Dea..”
Aku tak mau menoleh ke arah orang yang kupanggil. Aku tak mau sama sekali menatap anak itu.
“Dea, aku minta maaf atas kejadian kemarin. Melihatmu menangis dan menamparku seperti itu sungguh membuat aku tak enak padamu”
“Kau tak pernah punya hati, untuk apa kau merasa tak enak padaku?”
“Aku memang takkan pernah punya hati, tapi. Semenjak aku melihat senyummu, aku..”
Ia terdiam, membuatku sangat penasaran, sebenarnya apa arti senyumku untuknya? Dasar anak aneh.
“Aku bisa merasakan ada secuil serpihan hati yang telah lama terpendam di dalam rongga-rongga hidupku, teronggok paksa karna DNA di dalam tubuhku mendorongnya. Walau hanya secuil, tapi aku sungguh merasakannya.”
“Sok puitis banget sih”
Aku tersentuh dengan kata-katanya, ia memang seniman sejati. Syair itu, kurasa ia memang telah menjadi siswa Smp BM yang sebenar-benarnya, walau terlihat di paksa, tapi kuyakin ia akan menjadi orang paling sukses nantinya.
“Jadi, kau mau memaafkanku?”
“Boleh deh, tapi jangan pernah kau menghujat hujanku!”
“Iya de, aku mengerti. Sahabat?”
“Anak aneh. Ehem. Iya”
Ia tersenyum tipis, walau masih terkesan dingin. Tapi wajahnya lebih ceria, ya Tuhan. Semoga semua akan menjadi lebih baik di Smp ini.
Kak Shilla dan kak Rio melangkah pelan ke depan, menyapa teman-teman kelas 1 maupun panitia MOS yang masih berjaga, hari ini akan di tutup dengan penyematan lencana dan banyak penghargaan.
“Assalamualaikum wr wb!” Seru kak Shilla.
“Selamat pagi semua!” Seru kak Rio.
Semua pun juga menjawab dengan semangat, kak Rio sedikit melirikku. Aku tersenyum padanya, tapi ia sungguh cuek.
“Ok, hari ini kita akan bacakan 10 panitia MOS inti untuk tahun depan!” Kata kak Shill.
“Nama-nama yang pasti, 5 anak kesenian yaitu Abner, Dea, Deva, dan Olivia!”
Kak Alvin kembali menggenggam tanganku, dan menyuruh teman-teman juga aku untuk maju kedepan.
“Cie, Alvin dari kemarin kayaknya perhatian sama Dea” ledek kak Shilla, kontan mukaku langsung me-merah. Dan aku langsung melepas pegangan kak Alvin. Mau bagaimanapun, aku adalah anak kelas 1, anak baru lho. Tak usah neko-neko.
“Huss, sudah-sudah. Ayo, segera sematkan lencana ini di seragam mereka” kata kak Rio. Ia cepat mengambil satu lencana, dan berdiri di hadapanku. Ia sematkan lencana perak itu di saku kiriku.
“Berjuang jadikan sekolah ini jadi sekolah favorite di depan adik-adik kelasmu tahun depan ya” kata kak Rio dan menepuk kedua sisi pundakku.
“Siap kak”
Ia kembali tersenyum, aku bisa merasakan isi hatinya yang sangat lembut, Tuhan. Terimakasih.
Setelah lencana itu selesai di sematkan pada kami berlima, kak Shilla menyebutkan 5 panitia resmi lagi.
“Ini 5 penitia lagi, Rahmi, Kiki, Debo, Oik, dan Keke”
Kenapa tak ada Angel? Ini begitu tak adil! Tapi, apa dayaku? Pandanganku meluas, mencari Angel yang pasti sedang kecewa. Tak berapa lama, aku melihatnya. Senyum bangga yang ia tujukan pada kami berempat, panitia yang terpilih karna MOS. Maafkan aku Angel, tak bisa membuatmu jadi panitia.
---
Setelah acara ditutup, kami anak asuh bunda Romi, di ajak PRINCE untuk berkeliling di sekolah ini. Pertama dari ruang kelas 7A, kelas yang akan di tempati Angel, kak Obiet menjelaskan tata letak kelas ini dengan sangat jelas.
Aku menjauhkan diriku dari kerumunan, karna aku masih lelah. Jadi aku duduk-duduk saja di pilar.
“Hei, ikut aku” kata seorang anak lelaki yang tak kukenal.
“Mau kemana?”
“Sudah, ikut saja”
“Aku mau pamit dulu pada teman-temanku”
“Tidak usah, sebaiknya kau rahasiakan ini.”
“Kenapa?”
“Sudah, ayo cepat”
Sebenarnya aku merasa aneh dengan ajakannya, tapi. Ya sudahlah. Akupun diam-diam meninggalkan kerumunan teman-teman. Mengikuti anak lelaki itu.
---
Ia mengajakku sampai ke lapangan basket yang berada di belakang sekolah, disana sangat sepi. Tapi setelah ku perjelas penglihatanku akan lingkungan sekitar, berdiri 3 gadis di samping gawang, gadis manis oriental jepang itu ada di antaranya. Aren pun ada disana, dan satu lagi, gadis berambut panjang. Ia sangat manis. Anak lelaki itu langsung berlari meninggalkanku. Aku tak terlalu menghiraukannya. Karna kuyakin, urusanku sebenarnya itu dengan mereka.
“Siang teman-teman” sapaku seraya berjalan pelan menuju ketiganya.
“Nggak usah sok manis” kata Aren.
“Iya, dasar gadis penggoda” ketus anak berambut panjang.
“Maksud kalian apa?!” Tanyaku agak protes.
Anak jepang itu berjalan mendekatiku, menarik kerah bajuku hingga leherku tercekik.
“Kau mau menggoda kak Rio?” Tanyanya.
“Aku nggak ngerti maksudmu”
“Aku, Keke. Adalah calon istri kak Rio! Maksudku, aku telah di tunangkan dengan kak Rio! Tak boleh ada yang merebutnya dariku!”
“Aku.. aku hanya bersahabat dengannya”
“Bohong ke, habisi saja dia!” Kata anak berambut panjang.
“Iya ke, sejak awal aku melihatnya, ia sudah kecentilan dengan kak Alvin, eh dia mau deketin kak Rio juga” kata Aren.
Keke melepaskan tarikannya pada kerahku, hingga aku bisa bernafas lega.
“Pegangi dia!”
Aren dan anak berambut panjang itupun memegangi kedua tanganku, sangat erat membuat tanganku sangat perih. Keke mengambil gunting kecil dari balik sakunya, apa yang akan ia lakukan padaku?!
Jantungku berdegup kencang tak terkendali karna gugup. Nafasku sesak karna tak kuat menampung perasaan takutku. Tuhan tolong aku! Ia semakin mendekatiku. Dan tangan kirinya menarik rambutku!
“Apa yang mau kau lakukan ke?!”
Ia tak menghiraukan pertanyaanku, ia pun memangkas rambutku hingga panjangnya tak beraturan, rambutku yang awalnya sepinggang, di pangkasnya hingga sebahu!
“Tolong ke, hentikan. Aku mohon. Aku berjanji takkan mendekati kak Rio lagi”
Tangannya pun berhenti memangkas rambutku, air mataku sudah banyak meleleh. Ia tersenyum licik, dan mengoreskan ujung gunting itu pada pipi kananku. Sebuah luka gores yang cukup dalam melekat di pipi kananku. Darah segar mengalir tak mau berhenti.
“Rahasiakan ini semua dari siapapun orang yang kau kenal, jika tidak. Bukan saja rambutmu yang ku hilangkan, tapi beasiswamu juga akan ku hilangkan”
Deg, beasiswa? Ya Tuhan, jangan beasiswa.
“Iya ke, aku akan merahasiakannya, dan aku takkan lagi mendekati kak Rio”
“Bersihkan semua ini, hingga tak berbekas satu rambut pun. Silvi”
Anak berambut panjang legam itu melemparkan sapu, pengki dan kantung sampah padaku.
“Cepat, bersihkan!” Kata Silvi.
Dengan sekuat tenaga, kugerakan kakiku yang sudah tak bernyawa ini. Membersihkan rambutku yang dipotong Keke. Selesai membersihkan rambut-rambutku, Keke merampas kantung sampah tersebut, dan membakarnya di ember yang ia bawa.
“Nasibmu bisa seperti ini, jika kau tak mau menuruti perintah-perintahku”
Aku hanya mengangguk, ketiga anak itu meninggalkanku yang masih gemetaran takut. Ku kuatkan lagi untuk berjalan. Meninggalkan Smp BM dan menenangkan diriku di rumah Bunda. Pipi kananku terasa sangat perih, karna luka yang di buat Keke tersentuh air mataku. Mulai sekarang, aku berjanji pada diriku sendiri. Aku takkan pernah mau mengenal yang namanya PRINCE. Aku akan menghilangkan semua kisah-kisahku dengan para sahabat dari PRINCE. Dan aku akan membuka lembaran baru bersama sahabat rumah Bunda, serta sahabat Smp BM. Agar aku bisa mewujudkan janjiku pada Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini