Minggu, 26 Desember 2010

Rain from Heaven 8

Sahabat Abadi

“Kamami, Dea. Bangun” Kata sebuah suara yang sangat kukenal. Suara Angel, ia menggoyang-goyangkan tubuhku sebentar, baru kemudian menarik selimut yang sudah menjadi temanku tidur lelap.
“Iya, Angel.” Sahutku.
“Cepat ya, Kamami juga nih. Biasanya ia yang selalu bangun pagi”
Masih kupejamkan mataku, kantuk terus memenuhi pikiranku, pengendali tubuh ini seperti berkata. “Tidur-tidur”. Hihi. Langkah kaki Angel mulai menghilang dari pendengaranku. Lega hatiku, karna tak ada lagi yang berisik membangunkanku. Tapi.
“Kamami belum bangun?” Tanyaku dalam hati. Aku langsung bangkit dari tempat tidur berbalut kain putih, warna kesukaanku. Menatap sekelilingku, dan menangkap sosok Kamami yang masih tertidur lelap di kasurnya.
“Hoaahm”
Tiba-tiba, Kamami bangun dan duduk sepertiku, ia menatapku dengan matanya yang sipit karna mengantuk. Kami merasa geli sendiri mengingat kejadian semalam.
“Hahahahaha”
Tawa itu kawan, tawa dua sahabat yang puas akan hasil melarikan diri diam-diam lalu berhasil juga melihat detik-detik terakhir gladi bersih acara MOS hari ini.
“Ayo, kita bersiap untuk menuju sekolah impian kita semua. Smp Betha Melody!” Kamami berteriak lantang, ia meninggalkan tempat tidurnya dan menarikku keluar, berlari melewati tangga. Ia turun dengan meluncur melewati pegangang tangga yang terbuat dari kayu berwarna coklat muda. Diameternya memang cukup lebar, jadi nyaman untuk meluncur mengalahkan gerak angin. Hari ini masih agak mendung, tapi tidak sampai turun hujan walaupun setitik dua titik. Semoga saja, alam berteman dengan akrab pada kami. Para pejuang dari Desa Summer, meraih cita kami sebagai seniman, dan aku? Menjadi seorang seniman sekaligus Dokter. Amin.
Di lantai satu, terlihat bunda Romi, Kiki, Debo, dan Angel yang sedang sarapan. Mereka sudah memakai pakaian rapih untuk pergi ke Smp BM, sedang aku dan Kamami baru saja bangun.
“Pagi semua!!” Teriak kami berdua, cukup mengangagetkan keempat anggota keluarga baru dalam hidupku. Bunda menyuruhku duduk di sampingnya, sedang Kamami di samping Angel.
“Pagi juga Dea, Kamami” Jawab bunda.
“Sudah jam 07.15 bunda, kami akan mandi dulu baru sarapan. Agar tak telat” usulku. Bunda hanya mengangguk seraya mengelus punggungku. Dengan sigap, aku dan Kamami menuju kamar mandi yang telah disediakan. Di sana, kami menemukan 2 stel seragam Smp BM, punya Kamami lebih tebal isinya, karna ia memakai kerudung. Sangat sejuk rasanya melihat kerudung putih lebar milik Kamami.
“Kita mandi bersebelahan ya mi” Kataku.
“Sipp”
Kami masuk bersamaan.

Semua persiapan di Aula Smp BM sudah selesai sempurna, semua berdoa bersama. Baru kemudian mereka makan makanan kecil untuk sekedar mengganjal perut, agar ketika tampil tak terlalu lelah. Rio masih sibuk membenarkan speaker micnya yang berbentuk bulat. “Agar lebih sempurna.” Pikirnya. Tapi pikiran Rio masih kacau, ketika ia teringat pesan bu Ucie tempo lalu.
"Oke. Ibu hanya ingin berpesan. Selain bernyanyi, kalian harus ramah dengan senyum kalian di acara MOS nanti"
Senyum, itu hal yang sangat sulit ia lakukan, senyum tulus dari Rio seakan tertahan di hati. Karna ia masih mencari kasih sayang. Tapi Rio langsung teringat Dea. Ia bahkan bisa tertawa lepas di dekat Dea, dan hari ini. Ia akan menatap Dea agar ia bisa tersenyum.
Alvin menghampiri Rio memberi segelas teh hijau untuk menyegarkan tenggorokan Rio sebelum tampil.
“Apa kamu sudah siap yo?” Tanya Alvin.
“Aku selalu siap untuk bernyanyi vin”
“Bukan bernyanyi, tapi.. tersenyum”
“Mungkin, ehem.”
“Mungkin?”
“Akan kucoba”
Alvin manggut-manggut arti percaya Rio akan tersenyum saat di MOS nanti.
“Hei, kata Dea. Kau pernah tertawa lepas di hadapannya?”
“Hah?! Bohong itu, Dea terlalu berlebihan. Mungkin karna aku tidak tersenyum saat awal bertemu dengannya, jadi saat sedikit tersenyum. Ia bilang aku tertawa, kau tahu khan. Dea itu sedikit aneh” Jelas Rio. Alvin tidak percaya pada omongan Rio, karna ia bisa merasa hal yang jujur dan bohong. Ia tepuk punggung Rio 2 kali. Dan tersenyum, mengingatkan Rio cara tersenyum yang tulus. Rio pun ikut tersenyum, tapi hanya garis tipis yang ia bentuk di kedua sisi bibirnya.
“Menurutmu, Dea itu anak yang seperti apa vin?” Tanya Rio
Alvin tersendak mendadak dan terbatuk karna kaget akan pertanyaan Rio.
“Maksudmu apa yo menanyakan hal itu padaku?”
“Nggak apa-apa vin, aku cuma mau tahu aja.”
“Menurutku ya, ehem”
Alvin berfikir keras, ia menatap Rio sesekali. Kedua jempolnya beradu putar, saling mengelilingi. Ia bimbang, karna ia tahu, Rio suka pada Dea. Dan sayangnya, ia juga menaruh sedikit perhatian pada Dea, sejak tahu Dea membuat Rio tertawa lepas, mengorbankan dirinya untuk sahabatnya yang sedang sakit. Dan satu lagi, entah kenapa. Jantung dan hati Alvin selalu tenang jika di dekat Dea. Mungkin perasaannya sama dengan perasaan Rio pada Dea. Tapi sebagai seorang sahabat, Alvin tak mau menyakiti Rio, ia bahkan ingin membantu Rio mendapatkan cintanya. Maka ia jawab.
“Menurutku, Dea adalah gadis dengan beribu cinta”
“Oh ya? Seperti yang dikatakan kakakku?”
“Ya”
“Apakah Dea menyukai hujan juga ya?”
“Aku pikir, ia juga suka hujan. Buktinya ia sangat suka berhujan-hujanan” karang Alvin tanpa ia ketahui, karangannya adalah fakta.
“Hem, makasih vin”
“Untuk apa?”
“Untuk pendapatmu”
“Oh, sama-sama”
Wajah Rio berubah menjadi berseri-seri, ia mulai tenang karna gadis yang sudah membuatnya tertawa menurut sahabatnya, punya beribu cinta. Alvin ikut tersenyum, walau tak setulus tadi. Karna kini, ia merasa ada yang mengganjal di hatinya.
‘Ya Tuhan, aku mohon. Jangan biarkan aku menyakiti sahabatku yang sedang merasakan kasih sayang’ doa Alvin.
---
Iel memandangi Sivia yang sedang membetulkan hak sepatunya yang ternyata lepas, karna sepatu itu sudah Sivia pakai sejak ia SD. Iel tahu betul, sepatu itu termasuk sepatu kesayangan Sivia, ibaratnya sudah seperti jiwa Sivia yang kedua. Iel pun mendekati Sivia.
“Vi, perlu bantuan?” Tanya Iel.
“Tidak yel”
“Membenarkan sepatumu?”
“Aku bisa melakukannya sendiri yel”
Iel kembali terdiam di samping Sivia, tak pernah tahu topic pembicaraan yang pas untuk Sivia, Iel buta akan pengetahuan tentang Sivia. Walaupun Sivia anak yang terkenal di sekolah, tapi privasi atau kebiasaan Sivia hanya sedikit yang ia ketahui.
“Vi, lem yang kamu pakai itu salah”
“Maksudmu yel?”
“Sini sepatunya”
Iel mengambil sepatu Sivia dan merekatkan hak sepatu tersebut dengan lem yang ia bawa. Beberapa menit kemudian, Iel berhasil merekatkannya dengan sempurna. Sivia tersenyum lebar, karna jiwanya telah kembali.
“Terimakasih ya yel! Aku akan beli lem seperti kepunyaanmu”
“Nggak usah beli vi, ini buat kamu”
Iel menyodorkan lem miliknya pada Sivia, Sivia kembali tersenyum lebar dan menjabat tangan Iel tanda terimakasih.
“Yaudah yel, aku mau siap-siap dulu ya. Aku khan urutan pertama” pamit Sivia. Iel hanya mengangguk, dan dalam hitungan detik. Sivia telah lenyap dari pandangannya. Iel hanya bisa menghelakan nafas sesal, karna ia lupa dengan tujuannya membantu Sivia. Yaitu untuk mengutarakan isi hatinya pada Sivia.
“Dasar pikun” kesalnya pada diri sendiri. Tapi ia langsung tersenyum, karna ia telah berhasil membantu Sivia.
---
Selesai bersiap, kami berlima bersama bunda Romi menuju Smp Betha Melody dengan mobil bunda, mobil yang berukuran bis mini. Memuat untuk 10 orang penumpang plus 1 supir di dalamnya.
Aku duduk di samping Kiki, oh iya. Karna hari ini hari pertama masuk sekolah, jadi kami di antar dengan mobil. Dan di hari selanjutnya setelah MOS. Kami akan naik sepeda. Sepeda yang di sediakan bunda hanya 3, jadi ada dua sepeda yang di pakai berpasangan. Sepertinya aku mendapat sepeda tunggal lebih sering, karna setahuku. Angel dan Debo tidak bisa naik sepeda. Maka mereka harus di bonceng oleh Kiki dan Kamami, sedang aku. Mungkin lain hari.
“Dea..” Panggil Kiki.
“Ya?”
“Kamu rindu Ibumu?”
“Tentu ki”
“Aku juga.. aku rindu paman, apalagi kini Paman sudah mulai sakit-sakitan”
“Kita disini, harus berdoa dengan orang-orang yang kita sayangi di desa Summer”
“Ya, kamu benar de.. tapi, kadang aku berfikir. Andaikan aku tak pernah masuk ke Smp BM. Mungkin aku masih bisa menemani Paman”
“Huss, kamu jangan pernah berandai-andai seperti itu ki. Tak baik”
“Aku tahu de, tapi masih ada penyesalan di hatiku.. karna aku meninggalkan Paman di saat yang tidak tepat”
“Perlu kau tahu ki, aku sama sepertimu. Bahkan Ibuku tak pernah setuju aku bersekolah di Jakarta”
“Hah?! Lalu kenapa kau masih bersikukuh sekolah di Jakarta de?”
“Karna sebuah pembuktian, aku ingin membuktikan pada Ibu, bahwa Jakarta tak seburuk yang ia pikirkan. Dan dengan sebuah janji suci ku dengan Ibu, akhirnya Ibu mau mengizinkanku ada disini, bertemu denganmu. Kamami, Angel, Debo, dan bunda Romi”
“Tentu, seharusnya aku bersyukur. Paman sangat senang jika aku sekolah di Jakarta, maafkan aku Dea”
“Berikan sebuah senyuman bangga pada pamanmu ki, ayo. Kita gapai bintang untuk orang yang kita sayangi”
“Ayo de, terimakasih ya”
“Sama-sama”
Aku tersenyum pada prilaku Kiki, aku tahu. Ia sangat mencemaskan Pamannya, sama denganku, mencemaskan Ibu. Tapi inilah suratan takdir kawan, suratan takdir yang harus kita ukir secara teratur agar menjadi catatan apik masa depan.
Sudah 30 menit perjalanan, dan kami tiba di depan gerbang Smp Betha Melody. Aku ingin melihatnya lagi. Plank nama SEKOLAH MENENGAH PERTAMA BETHA MELODY terpampang jelas menyegarkan mata, membuat air mataku merembes sedikit, membuat hatiku sangat tenang, membuatku bisa melihat cita-citaku yang ada di depan mata. Saat mobil Bunda melewati gerbang, aku bisa melihat cita-citaku semakin dekat denganku. Alunan nada yang sangat indah dapat menyihir siapapun yang mendengarnya, alunan nada yang penuh keajaiban nyata, aku merasakannya dengan hatiku. Hymne Smp BM begitu jelas terdengar seantero sekolah, menyambut kami semua. Siswa/I kelas 1 Smp Betha Melody. Yang akan mengukir sejarah baru di tahun ini.
Mobil bunda berhenti di bawah pohon rindang, kami berenam turun. Aku langsung menghirup udah sejuk yang di saring oleh pohon rindang di dekat kami. Kamami dan Angel meraih tangan-tanganku. Kami bertiga tersenyum lebar, air mata Angel mengalir. Ia tak percaya kakinya menginjak tanah BM, ia masih tak percaya akan takdirnya. Tapi aku menyadarkannya dengan ikut bernyanyi bersama Hymne Smp BM. Liriknya telah ku hafal sejak aku pertama mendengarnya kemarin.
“Ayo anak-anak, kita harus cepat ke Aula. Acara akan segera dimulai”
Kami berlima berjalan berdampingan mengikuti bunda Romi, Kamami dan aku sudah tahu letak aula. Jadi kami sempatkan melihat sekeliling, hiasan kertas yang sangat indah bertebaran di sepanjang jalan, banyak anak Smp BM yang lalu lalang, ku lihat segerombolan anak mengenakan pakaian aneh. Mungkin mereka sedang mempersiapkan drama atau semacam konser music yang hidup. Tapi tak kulihat PRINCE sepanjang pemandanganku. Mungkin mereka masih latihan.
Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya kami tiba di depan gerbang aula, dan masuk. Bunda mengarahkan tempat duduk kami agar sesuai dengan nama kami. Aku duduk di samping kiri Angel dan di samping kanan Kamami, duduk sesuai abjad dan menurut daftar ulang. Kami duduk di barisan kedua, karna kami termasuk dari 2 barisan anak-anak penerima beasiswa. Dan disini, aku bisa melihat dengan jelas panggung megah Smp BM. Ku lihat, anak oriental Jepang yang kemarin berada tak jauh dari tempat dudukku, hanya berbeda 5 kursi. Lampu ruangan mendadak redup, dan akhirnya mati. Lampu panggung langsung menyala megah, aku terpesona melihat perpaduan warna di Panggung megah tersebut, gradasi warna yang sangat indah, bergiliran muncul menyejukan mata, menghidupkan alam bawah sadar, menenangkan jiwa. Membuat kami larut dengan pemandangannya. Walaupun belum ada satupun penampil yang berdiri di panggung.
Tak berapa lama, seorang gadis dan seorang anak lelaki maju ke depan panggung, dan anak lelaki itu adalah kak Alvin. Mereka berpakaian resmi, dengan setelan seragam Smp BM. Terlihat sangat pas untuk keduanya. Penampilan sang gadis sangat berwibawa, kalem, dan ceria membuatku mengagumi kakak itu, sedang kak Alvin terlihat sangat tampan mengenakan seragam tersebut.
“Assalamualaikum wr wb untuk semua Siswa/I baru Smp Betha Melody!!” Seru sang gadis.
“Salam sejahtera dan selamat pagi untuk semuanya!” Seru kak Alvin.
“Kami disini selaku pembawa acara, akan memandu anda sekalian yang sangat kami sayangi, untuk menikmati acara pembukaan MOS Smp Betha Melody!” Seru sang gadis.
“Saya Alvin. Bersama Shilla akan senantiasa membacakan penampil yang akan segera mengisi acara sesuai urutan, tapi sebelumnya kami akan memanggil para penyambut sebagai pembuka acara megah Smp ini.”
Pertama, keduanya memanggil ketua pelaksana Acara ini, bernama Riko. Lalu ketua OSIS, kak Rio. Lalu komite sekolah, bu Ucie. Terakhir kepala sekolah Smp BM yang bertubuh tegap nan berwibawa, bernama bu Ira.
Setelah kurang lebih kami mendengar sambutan keempat orang inti dalam acara ini, kak Alvin dan kak Shilla. Memanggil penampil pertama, yaitu Sivia Azizah sang penari tunggal multitalenta dari kelas 8A.
Kamami dan aku langsung saling pandang, karna kakak itu yang mengantar kami ke balkon untuk melihat gladi bersih tadi malam.
“Mi” bisikku.
“Iya de, ternyata namanya Sivia” Kata Kamami.
“Kalian sedang berbisik apa?” Tanya Angel.
“Oh, nggak kok njel. Hehe” kata kami bersamaan.
Kak Sivia berjalan perlahan dengan jubah hitam yang ia kenakan. Lampu panggung meredup, kedua tangan kak Sivia terangkat 900 dari pinggangnya hingga sejajar dengan punggung. Alunan music yang mendebarkan jiwa terdengar sangat kencang volumenya, walau wajah kak Sivia di buat cukup menyeramkan. Tapi aku masih melihat paras manis kak Sivia, kaki kak Sivia bergerak maju, dan dengan suara drum yang sangat keras terdengar. Kak Sivia menyilangkan tangannya ke depan dadanya dengan cepat, dan merapatkan kakinya. Dengan efek cahaya yang langsung berubah seperti api. Ia membuka jubahnya, style yang sangat kusukai, karna sangat pas dengan tubuh kak Sivia yang tinggi dan ideal. Seperti style para penari meksiko. Dan kak Sivia sangat manis memakai rok renda tersebut, ia mulai menari dengan lincahnya. Aku tak bisa berkomentar terlalu banyak, karna aku sangat mengagumi gadis itu. Tak terasa sekitar 7 menit berlalu, dan penampilan kak Sivia hampir menuju akhir. Kak Sivia menutupnya dengan gerak tubuhnya yang menunjukan kesopanan untuk pamit pada para penonton. Tepuk tangan yang membuatku merinding langsung menggema di aula yang amat megah itu. Dan aku berjanji, suatu saat nanti. Aku yang akan berada di sana.
Kak Shilla dan kak Alvin kembali maju ke panggung, mengucapkan beberapa komentar untuk Sivia. Berlanjut ke penampil berikutnya. Musicalisasi puisi dari ekskul sastra 1. Dan munculah 5 anak, mereka bertubuh tinggi tegap, dan semua adalah lelaki. Anak yang duduk kedua dan keempat memegang gitar dan mulai membacakan puisi berjudul “mimpi”. Isinya kira-kira begini.
Malam ini begitu gelap.
Kenapa dengan kami Tuhan?
Kenapa dengan hidup kami?
Gelap, Kosong tiada warna.
Hanya ada putih dan hitam.
Kau jawab,
Mimpi.
Ya, Kami tak punya mimpi.
Kami tak tahu mimpi.
Kemudian kau berikan sinar berisi.
Mimpi.
Terang, Tuhan.
Berwarna, Tuhan.
Hidup, Tuhan.
Karna inilah kehidupan.
Penuh impian luar biasa.
Mimpi.
Dengan back sound sebuah lagu berjudul “Mirai E” dari penyanyi Jepang bernama Kiroro, lagu back sound di nyanyikan dengan indah oleh dua anak lelaki yang duduk di tepi, sedang satu anak yang duduk di tengah membacakan kata demi kata yang merasuk dalam ragaku, membuncahkan emosiku. Karna aku teringat Ibu, aku teringat janjiku pada Ibu. Karna benar, tanpa adanya mimpi. Aku tak mungkin bisa ada disini. Kata-kata singkat yang mungkin mempunyai sedikit makna itu mampu menyentuh hatiku. Di padu lagu yang penuh dengan mimpi itu, menambah esensi keindahan lembaran pendek tentang mimpi yang di bacakan lelaki itu. Ku tatap Kamami, ia sudah menitikan air mata walaupun ia tersenyum lebar. Tepuk tangan kembali menggema memenuhi seluruh rongga hatiku yang kini sedang bermimpi. Berbangga dengan air mata ku yang penuh dosa.
Kini ada dua kakak yang berbeda maju ke panggung, kak Sivia dan kak Iel. Keduanya juga memakai seragam, kak Sivia. Sangat manis!! Ia tersenyum pada semua penonton.
“Kami berdua, Iel dan aku Sivia. Akan menggantikan Shilla dan Alvin untuk membawakan acara hari ini, sebelum kalian para siswa/I baru Smp BM bergerak ria bersama semua panitia MOS besok” kata kak Sivia.
“Ya, langsung saja penampilan berikutnya adalah dari grup band yang cukup terkenal di Smp BM. Band Fight yang anggotanya terdiri dari 5 anak lelaki yang sangat popular serta berprestasi di Smp BM.”
Aku sangat menikmati alunan music Band itu, tapi kurasa. Mereka kalah dari Band PRINCE yang beranggotakan anak-anak keren itu. Aku tak sabar menunggu penampilan PRINCE, menunggu kak Rio mengucapkan kata-kata indah lagi seperti kemarin. Selain itu, aku rasa ini bukan perasaan biasa. Tapi benar, tak ada satupun orang tua siswa/I di ruangan ini.
Tak terasa sudah 9 penampil yang aku lihat, seperti ada 4 grup Kabaret yang sangat menyentuh hati, diantara keempat grup itu. Aku sangat menyukai grup Kabaret Diamond dream, mereka mengisahkan tentang seorang anak desa yang sedang meraih mimpi, dengan berbagai rintangan luar biasa. Aku bisa merasakan hal yang sama denganku. Di tambah 2 grup puisi yang sangat mengesankan, tapi tetap yang paling TOP adalah penampil kedua tadi. Baru satu grup yang bertemakan band. Penampil kesepuluh ini menutup pertemuan siang sebelum istirahat siang. Dan akan di lanjut jam satu nanti. Padahal kemarin, kukira acara ini hanya sebentar. Karna hanya sampai jam 9 untuk gladi bersih, ternyata gladi bersih kemarin banyak yang dipotong, jika setengah penampilan sudah bagus. Maka guru akan menghentikan pertunjukan. Dan hari ini adalah hari penampilan full semua penampil, maka dari itu. Acaranya lama, mungkin baru selesai jam 4-5 sore nanti.
Penampil kesepuluh adalah Princess terdiri dari 2 personil dan salah satu personilnya adalah kak Shilla, ia memegang mic. Sedang temannya duduk di depan piano. Piano yang sangat cantik, aku ingin memainkannya. Andaikan boleh. Aku ingin memainkan lagu kesukaanku, “Flowing tears” atau “The untold love story” yang di populerkan Shandy Putra di cerita Agnes Davonar kesukaanku.
Keduanya memainkan lagu yang berjudul “Melangkah lagi” dari Gita Gutawa. Aku menikmati alunan piano dan suara kak Shilla, mereka berdua nyaris sempurna. Jika di kaitkan dengan band kak Rio, mungkin cocok.
Setelah 5 menit berlalu, penampilan keduanya usai. Dan acara setengah hari ini di tutup. Seluruh anak kelas satu berbondong-bondong ke ruang makan bersama, dan akan saling berkenalan satu sama lain.
Aku tetap menggandeng tangan Kamami dan Angel. Debo dan Kiki pun masih ada di belakang kami bertiga. Sebuah ruangan yang lebih kecil dari aula, tapi masih terbilang besar kami masuki, dan aku yakin. Ini ruang makan.
Kami semua duduk melingkar, sungguh luas, sebanyak 200 anak berkumpul membentuk lingkaran yang pasti sangat besar jika di pandang dari langit-langit. Makanan telah tersedia di hadapan kami, alhasil. Langsung kami lahap isi kotak putih itu. Satu ayam goreng dengan sambal tomat, lalapan serta buah jeruk sebagai penyegar. Air putih sebagai minumannya.
Terlihat kak Rio yang bertindak sebagai pengawas berjalan mengitari kami, tersenyum tipis. Entah kenapa, aku merasa takut jika ia melihatku. Jadi ku sibukan diriku dalam makan dan terus menunduk, sesekali kulirik Kamami, ia tersenyum pada kak Obiet yang juga pengawas. Aku terus melahap makananku, tapi karna terlalu cepat. Aku malah tersendak.
“Lho?? Dea, kamu kenapa??” Tanya Angel panik, anak di sekitarku langsung memperhatikan tingkahku, aku memukul-mukul dadaku sendiri, Kamami langsung memberiku minum. Langsung ku teguk minuman pemberian Kamami. Dan merasa lega, aku tersenyum pada semua anak yang melihatku. Kini aku seperti orang paling bodoh di mata semua orang, tapi. Ku kira mereka akan menatapku sinis, mereka malah tertawa melihat tingkahku barusan. Hingga satu ruangan memperhatikan anak-anak yang sedang menertawakanku.
“Jeh, orang tersiksa malah tertawa!” Seruku.
Semuanya malah mengeraskan tawa mereka, kak Rio yang hampir keluar, masuk lagi dan bertanya apa yang terjadi.
“Ada apa ini?” Tanya kak Rio.
Seorang anak lelaki berhenti tertawa walaupun masih tersenyum menahan tawanya.
“Itu kak, anak itu tadi tersendak dan mukanya sangat lucu!”
Kak Rio langsung menoleh ke arahku, ia menatapku dingin. Aku hanya menatapnya ketakutan, ia berjalan mendekatiku. Dan duduk di depanku.
“Kamu” katanya, tangannya langsung mengambil nasi yang ada di pinggir kiri bibirku. Aku sangat terkejut, begitupun semuanya. Beberapa anak perempuan langsung berteriak histeris. Sedang aku, masih terdiam karna sangat kaget. Kak Rio tersenyum, ia tersenyum dari hati kawan. Tulus di depanku. Ia kembali tersenyum di dekatku, dan kulihat paras geli tergambar di wajahnya. Akhirnya, aku kembali membuatnya tersenyum. Yes!
“Dasar aneh” kata kak Rio, lalu meninggalkanku.
Selepas kepergiannya, semua anak langsung tertawa lagi. Kata “Aneh” dari kak Rio ternyata sangat menggelikan untuk mereka. Huft.

Jantungku berdegup saat menyaksikan punggung kak Rio yang semakin mengecil, hingga akhirnya hilang. Wajahku masih merah seperti buah apel merah yang merekah. Beberapa anak masih memperhatikan kelakuan konyolku yang terbengong-bengong. Masih ada yang tertawa kecil, ada juga yang sudah melepas pandangannya dariku. Fiuh.
Tapi, kedua kawan di sampingku ternyata masih tertawa kecil, dasar.
“Hei, kalian ini. Tak pernah bisa menyenangkan teman sendiri!” Gerutuku.
“Haha, maaf deh de. Abisnya kamu sama kak Rio itu kocak. Masih ingat deh aku pas kamu bertabrakan dengan kak Rio tempo lalu. Benar-benar kejadian mencengangkan” kata Angel dengan nada meledek.
“Hah? Aku nggak lihat!” Seru Kamami.
“Huh, sudah-sudah” kataku kesal.
Kak Rio selalu saja membuatku seperti anak bodoh didepan teman-teman. Tapi, walau sejahil apapun kak Rio itu, aku tetap mengaguminya. Hanya sebatas kagum, yang ada di hatiku hanya.. Kak Alvin. Hehe.
Selesai makan siang, kami kembali ke aula untuk menyaksikan 10 penampil terakhir, dan pikiranku sama sekali tak focus pada 9 penampilan sebelum akhirnya aku bisa melihat kak Alvin bersama kawan-kawannya.
5 penampil pertama adalah tarian-tarian khas dari DKI Jakarta, Aceh, Riau, Lampung, dan tari campur seluruh tari Indonesia. 4 penampil selanjutnya, aku sama sekali tak memperhatikannya.
Tak sabar menunggu, mendengar suara kak Rio yang halus, pernyataannya yang menenangkan hati. Wajah ramahnya, dan semua tentang PRINCE.
Ku lirik Angel, ia juga sedang celingak-celinguk mencari seseorang.
“Kau cari siapa njel?” Tanyaku
“Kak Alvin de..”
“Hah?!”
“Kenapa de?”
“Oh, nggak apa-apa kok”
Angel kembali sibuk mencari kak Alvin, ku urungkan niatku untuk mencari kak Alvin juga. Lalu ku senggol siku Kamami.
“Ada apa de?”
“Menurutmu, Angel sedang jatuh cinta?”
Kamami memperhatikan Angel sejenak, lalu senyumnya mengepul.
“Ya, ia sedang kesemsem”
Pernyataan Kamami membuat dadaku sesak, tak mungkin penglihatan Kamami akan sinar mata orang itu salah. Jantungku berdegup sangat kencang dan mulai terasa perih. Tapi, apa aku sangat egois jika tak memberikan kak Alvin pada Angel? Dan jawabannya. Ya. Aku sangat egois. Dan ku putuskan untuk membalas semua kebaikan kak Alvin dengan mencarikan gadis terbaik pilihanku. Angel. Sahabatku.
“A..aku, keluar dulu ya”
“Mau kemana de?” Tanya Angel.
“Ke kamar mandi dulu”
Ku lewati orang-orang yang berada satu baris denganku, aku sudah tak kuat lagi menahan perihnya dada ini. Obatku ada di mobil, jadi ku putuskan untuk ke mobil, karna aku tak mau teman-teman tahu kelemahanku selama ini.
Air mataku merembes cukup banyak, karna dadaku sangat sakit. Urat syarafku seperti mati semua, tapi tetap ku paksakan kakiku ini melangkah. Nafasku pun semakin susah di atur, beginilah kawan, seorang gadis lemah dengan mimpi-mimpi konyolnya. Dokter? Menjaga diri pun aku belum mampu, mana mungkin aku menyebut mimpi utamaku adalah dokter.
Pandanganku buyar, aku hanya bisa menerka arah dengan memegangi tembok. Dan sebuah bisikan terngiang di telingaku.
“Aku, aku hanya ingin memperlihatkan sebuah sinar kehidupan pada Ibu. Walau aku harus menukarnya dengan nyawaku, aku ingin membuat Ibu percaya pada Jakarta, dengan semua sinarku. Karna aku berjanji. Aku akan menjadi bintang paling terang di Smp Betha Melody, Smp seni yang mengadakan beasiswa tersebut bu”
Kata-kata itu sama persis dengan ucapanku pada Ibu, janji itu terasa meleleh. Tapi, aku tak boleh menyerah! Aku tak mau mengecewakan Ibu.
“Karna sebuah pembuktian, aku ingin membuktikan pada Ibu, bahwa Jakarta tak seburuk yang ia pikirkan. Dan dengan sebuah janji suci ku dengan Ibu, akhirnya Ibu mau mengizinkanku ada disini, bertemu denganmu. Kamami, Angel, Debo, dan bunda Romi”
Ucapan itu pula terngiang di telingaku, ucapanku pada Kiki pagi tadi. Aku merasa menjadi gadis paling konyol jika aku berakhir hanya karna penyelamat hidupku. Dulu, kak Alvin yang menyelamatkanku dari kematian, dan sekarang. Ia hampir membuatku hilang dari dunia ini.
---
PRINCE pun keluar dari belakang panggung, wajah Angel berseri saat melihat kak Alvin di panggung, sedang Kamami melambai pada Obiet dan begitupun sebaliknya dengan Obiet.
Rio memandangi Obiet, yang akan mengantarkannya ke barisan bangku anak asuh bunda Romi, ia perhatikan satu persatu anak asuh bunda. Dan ada satu bangku kosong di samping Kamami juga Angel. Ia yakin itu bangku Dea.
“Kemana Dea?” Tanyanya dalam hati.
“Yo, kita mulai saja” saran Patton.
“Sebentar patt, aku sedang menunggu seseorang” kata Rio.
Alvin mengambil mic dan berkata.
“Mohon maaf, kami akan memulainya sebentar lagi”
Rio tersenyum pada Alvin, kemudian ia menerawang ke seluruh pelosok aula. Tak ia temukan sosok Dea. Alvin tahu betul nama orang yang di tunggu Rio, lalu ia ikut mencari ke seluruh pelosok aula. Hingga matanya bertemu dengan mata Angel. Alvin tersenyum pada Angel, dan Angel membalasnya. Senang bukan main kini hati Angel. Mendapat senyuman dari Alvin ada suatu anugerah yang indah baginya.
“Yo, mau sampai kapan menunggunya?” Tanya Iel, karna semua anak sudah mulai lelah menunggu penampilan PRINCE yang di sebut sebagai band legendaris Betha Melody. Rio hanya diam sambil terus mencari. Sungguh, perasaannya saat ini sangat tak enak.
Sedangkan di bangku Angel, Kamami, Debo, dan Kiki. Mereka juga mulai bosan menunggu, Angel pun berpindah ke tempat duduk Dea untuk mendekati Kamami.
“Mi, mereka menunggu apa sih?”
“Nggak tahu njel.”
“O iya, Dea belum kembali. Susulah ia, aku akan berjaga disini”
“Ok, tapi kamu nggak apa-apa disini?”
“Nggak apa-apa mi”
Kamami pun berdiri dan meninggalkan aula, demi menyusul Dea.

Setelah bertanya letak kamar mandi, Kamami pun bergegas ke toilet terdekat. Karna Dea tak mungkin terlalu jauh pergi.
“De?”
Tak ada tanda-tanda adanya penghuni di kamar mandi itu, Kamami buka satu persatu pintu kamar mandi. Tak ada juga. Otaknya berputar cepat, dan.
“Mobil!” Kata itu yang langsung terlintas di benaknya.
Ia berlari menuju mobil bunda Romi, dan segera membuka pintu mobil. Matanya langsung terbelalak.

Tubuhku terkulai lemas di dalam mobil, aku lupa membawa obat cadanganku. Jantungku masih berdegup kencang, mataku sudah hampir tertutup dan kesadaranku sudah 50% menghilang. Ku lihat sebuah bayangan menghampiriku. Ia menepuk-nepuk pipiku. Dan ku tahu, ini sentuhan Kamami.
“De, kamu kenapa?!”
Aku tak bisa menjawabnya, karna semua syarafku sudah kaku tak tahan menahan penyakitku yang kambuh. Padahal aku ingin mengatakan padanya, “Aku tak apa-apa mi”. Agar ia tak cemas dengan keadaanku.
Kamami mengambil botol obat yang sejak tadi ku genggam.
“De, kamu?”
Kamami kini sudah tahu penyakitku, dan aku hanya pasrah menerima kenyataan bahwa aku menderita penyakit jantung akut.
“Aku akan panggilkan bunda. Kau tunggulah! Bertahan untuk semua orang yang kau sayangi Dea”
Kamami pun meninggalkanku. Aku hanya bisa berdoa semoga semua akan kembali seperti semula, penampilan PRINCE pun tak bisa ku saksikan. Hari ini cukup buruk untukku.
---
Angel merasa ada yang tak beres dengan semuanya. Kamami dan Dea pun lama tak kembali.
“Debo, Kiki. Kita keluar yuk. Aku punya firasat tak enak dengan Dea”
“Iya njel, sama” setuju Kiki.
Mereka bertiga pun kompak keluar aula, dan kejadian itu di tangkap Rio, hati Rio semakin tak tenang, akhirnya ia memegang mic.
“Adik-adik, maaf ya. Ada kesalahan di penampilan kami. Jadi untuk hari ini, di tutup tanpa kami. Tapi kami janji, kami akan menggantinya suatu hari nanti.”
Anggota PRINCE selain Alvin tercenung. Akhirnya setelah mengucap salam, anggota PRINCE turun ke belakang panggung. Dan di hadapan mereka, bu Ucie telah menghadang. Dengan tatapan marah, ia mengajak seluruh anggota PRINCE ke studio latihan.
“Mau kalian apa?” Tanya bu Ucie.
“Kami, ehem.” Patton tak bisa menjelaskan, Rio maju dan memandang bu Ucie dengan sinis.
“Kami menunggu seorang anak yang perlu mendengar lagu kami,”
“Bukankah semua anak sudah tiba? Tak ada yang absen” kata bu Ucie.
“Tidak bu, ada sebuah masalah pada anak asuh bunda Romi” kata Alvin.
“Untuk apa mempedulikannya?” Tanya Oik yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu.
“Karna kau tak tahu apa-apa” kata Alvin kesal.
“Kalian menghancurkan acara pembukaan angkatanku.” Kata Oik.
“Kami akan menggantinya di lain waktu! Dan secepatnya!” Kesal Rio.
“Menunggu anak-anak penerima beasiswa itu?” Tanya Oik.
“Kami akan memberi kejutan pada angkatanmu. Tenang saja” kata Iel menjadi penengah.
“Aku pegang janji kalian, tante. Sebaiknya tante cepat menutup acara hari ini” kata Oik.
“Kalian urus dulu saja anak-anak itu, jika kalian memang ada hubungan kuat dengan mereka. Cepatlah, kemungkinan besok akan lebih sibuk dari hari ini”
Bu Ucie dan Oik meninggalkan PRINCE, Rio mengambil jaketnya dan hendak meninggalkan PRINCE.
“Kau mau kemana yo?” Tanya Obiet.
“Ke rumah bunda”
“Kami ikut”
---
Tubuhku kini sudah tak bisa bergerak, tak ada yang dapat kulihat, semua gelap. Tak ada yang hidup dalam tubuhku, aku kaku seperti orang mati.
“Dea, kumohon. Sadarlah!!” Teriakan itu langsung membasuh jiwaku. Semua terasa dingin, panas, semua perasaanku saat ini bercampur aduk. Ibu, tolong bantu aku.
“Anakku Dea, bertahanlah untuk semua orang yang kau sayangi. Juga untuk ayah”
Tak kupercaya suara yang kudengar. Itu suara ayah, ayah yang selama ini ku rindukan. Ayah yang telah lebih dari 3 tahun meninggalkanku. Ia kini berada di dekatku, menyuruhku untuk sadar. Menemani orang-orang yang kini ada di lingkunganku. Bunda, Kamami, Angel, Kiki, Debo, PRINCE.
---
Anggota PRINCE kecuali Iel yang tak ikut. Tiba di rumah bunda Romi, dan di rumah bunda hanya ada Angel, Kiki, Debo.
“Angel, Kiki, Debo. Bunda dimana?” Tanya Rio.
“Ke rumah sakit kak” jawab Angel.
“Siapa yang sakit? Kamami kah?” Tanya Obiet panik.
“Bukan kak, tapi Dea” kata Kiki dengan wajah hampir menangis.
“Dea?!” Teriak Rio dan Alvin bersamaan, semua saling pandang. Angel melihat kelakuan kak Alvin sinis, dan ia tahu. Ini adalah perhatian kak Alvin untuk Dea, tapi Angel coba menahannya dan berpikir positif, karna Angel tahu Dea tak mungkin menyakitinya.
“Rumah sakit yang sama dengan dulu Kamami di rawat?” Tanya Alvin.
“Iya kak.” Kata Kiki.
“Patton dan Obiet tetap disini jaga Angel, Kiki, Debo. Alvin dan aku akan ke rumah sakit” kata Rio.
“Sip, beritahu jika ada hal yang tak beres ya” kata Obiet.
“Pasti” kata Alvin dan Rio bersamaan lagi.
---
Bunda Romi menitikan air matanya, Kamami mengelus punggung bunda, matanya juga sebam.
“Bunda gagal mengasuh kalian.”
“Nggak bun, jangan bilang begitu”
“Kemarin, kamu yang harus masuk rumah sakit, Debo pun hampir masuk rumah sakit. Dan sekarang, Dea..”
“Ini semua adalah takdir bunda, bukan salah bunda sama sekali, tapi kalau saja kami tahu Dea punya penyakit itu, aku akan menjaga Dea”
“Hal ini permintaan Dea mi, Dea tak mau jika teman-temannya tahu akan penyakitnya, ia takut menyusahkan kalian semua”
Kamami terdiam, ia yakin. Ia juga akan melakukan hal yang sama seperti Dea. Tangannya bersimpuh, meminta kesembuhan sahabatnya Dea.
Tak lama, Alvin dan Rio sudah berada di hadapannya. Kamami langsung terkejut dengan kedatangan mereka.
“Bunda, Kamami. Kenapa dengan Dea?” Tanya Alvin.
“Kami belum bisa memastikan” kata bunda.
Rio memandang ke arah pintu UGD, senyum Dea terbayang di benaknya. Ia teringat kejadian saat kakaknya meninggalkannya. Sama seperti ini. Tangan Rio bergetar, lalu ia dekatkan tangan kanannya ke dadanya. Merasakan jantungnya berdetak, merasakan kehidupan yang nyata, merasakan khayalan yang ingin segera ia hancurkan. Alvin merangkul punggung Rio.
“Ayo, kita duduk dan berdoa untuk Dea.”
Tapi belum sampai keduanya duduk, seorang dokter keluar dari ruang UGD. Alhasil bunda, Kamami, Alvin dan Rio langsung berhambur ke dokter berkacamata itu.
“Ibu, orang tua Dea?”
“Ya, saya ibu angkatnya”
“Untung saja Dea cepat dibawa kesini, jika tidak. Mungkin Dea sudah.. ehem, sebaiknya obat Dea segera di cukupi lagi, persediaan obatnya tinggal seminggu bukan?”
“Iya. Terimakasih dok” kata bunda. Rio dan Alvin bersamaan memandang Kamami untuk tahu hal yang sedang terjadi. Lalu keduanya menarik tangan Kamami. Mengajaknya menjauh dari bunda dan dokter.
“Ada apa ini mi?” Tanya Rio.
“Aku nggak bisa jawab dulu kak”
“Tolong mi,” yakin Alvin.
Kamami menatap dengan seksama keduanya.
“Ini permintaan Dea kak, tolong jangan paksa aku”
Kamami meninggalkan Alvin dan Rio, ia tak mau mereka tahu akan penyakit Dea, pada orang serumah pun Dea menyembunyikannya, apalagi pada dua orang yang tak terlalu dekat dengannya. Kamami tak mau lancang.
---
Semua masih gelap di hadapanku, tapi aku coba untuk bertahan menemukan jalan kehidupan.
When you cried, I'd wipe away all of your tears
When you'd scream, I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have all of me
Sepenggal lagu itu membuatku dapat melihat cahaya, suara halus itu. Suara kak Rio. Sebuah genggaman hangat bertepi di punggung tangan kananku. Air mata yang hangat mengalir lewat sentuhan itu. Aku bisa merasakan kehidupan karna sentuhan dan air mata itu. Tanpa sadar, air mataku juga mengalir lembut melewati pipiku. Dan perlahan, mataku terbuka.
“Dea!!”
Suara Kamami memanggil namaku begitu jelas terdengar, ia langsung memelukku. Air matanya membasahi bahuku.
“Aku akan selalu ada di sampingku, karna kau adalah sahabat abadiku!”
“Kamami..”
“Jangan tinggalkan aku, kau harus tetap ada. Kau tak boleh membuatku cemas” kata Kamami masih terisak.
Sentuhan itu masih terasa hangat, ku tolehkan ke arah sentuhan itu, kak Rio sedang menggenggam tanganku. Air matanya mengalir, kak Alvin juga menangis.
“Terimakasih.” Kataku. Kata terimakasih ini ku tujukan khusus untuk sahabat-sahabat terbaikku. Terimakasih kawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini