Minggu, 01 Mei 2011

Love is Promise chap.1 (Endless Friendship)



Annyeong haseyo*1, namaku Rin, lengkapnya Park Seo Rin. Aku berdarah Korea-Indonesia. Ummaku asli Indonesia, sedang Appaku pasti kalian tahu, asli Korea. Umma dan Appa sudah 1 tahun bercerai, dan aku ikut Appa. Aku punya kakak, namanya Park Geun Na, tapi sekarang ia berganti nama menjadi Aurel Putri, karena ia ikut Umma ke Indonesia. Selama 17 tahun ini aku tak pernah ke Indonesia, tapi suatu saat nanti aku pasti ke Indonesia, begitu kata Appaku. Dan semua sudah dipersiapkan sejak dini, aku fasih berbahasa Indonesia, Korea, dan Inggris. Kata Appa, aku harus mahir di berbagai bahasa untuk kesuksesanku.
^^
14 Januari 2005
“Rin.”
“Ada apa Chan Di?”
“Menurutmu, apakah kita bisa diterima di Universitas Tokyo?”
Aku tersenyum mendengar pertanyaan sahabatku Gil Chan Di. Ya, sebentar lagi Chan Di dan aku akan lulus dari SMA, malah sekarang kami hanya menunggu wisuda. Impian kami masuk ke Universitas Tokyo mungkin hanya impian, tapi mungkin juga kenyataan. Sekolah tinggi itu punya banyak persyaratan, biayanya juga tak murah. Bagaimanapun kami bukanlah orang kaya, apalagi setelah ditinggal Umma, Appa dan aku harus banting tulang mengumpulkan biaya hidup. Tak jarang aku kerja sambilan bersama Chan Di. Ia sahabatku sejak TK.
“Hei Rinna, jawab pertanyaanku dong.”
“Bisa kok, aku yakin kamu bisa masuk Universitas Tokyo dengan beasiswa penuh,” yakinku agar Chan Di bisa lebih bersemangat.
“Test masuk tinggal beberapa minggu lagi, aku sangat takut, Rin.”
“Jangan takut, aku selalu ada bersamamu.”
“Apa kau juga ikut test itu?”
“Aku belum tahu, jika aku ke Jepang, Appa akan tinggal sendiri.”
“Ma... maafkan aku.”
“Maaf untuk apa? Kamu nggak salah Chan Di, sekarang kamu bisa belajar sebentar, biar sisa pekerjaan ini aku yang tanggung.”
Ani*2, aku akan berusaha seperti usaha kamu.”
“Sudahlah, sekarang kamu duduk dan bacalah buku ilmu Alam ini, hari sudah larut dan sebelum kamu mengantuk, beberapa materi harus kamu simpan di memorimu. Agar lebih siap.”
“Aku nggak akan mau kehilangan sahabat seperti kamu.”
Mata Chan Di berkaca-kaca, ia memang gadis yang mudah tersentuh. Tapi aku suka dengan sifatnya yang seperti itu, karna aku yakin hati sahabatku ini penuh dengan rasa syukur dan cinta.
Chan Di duduk dan mulai mendalami ilmu Alam, sedang aku kembali ke pekerjaanku menata dan memastikan jumlah roti di Bakery ini. Di sela pekerjaan, aku selalu bersenandung menyanyikan lagu-lagu Indonesia yang dikenalkan Umma lewat Appa. Harus kuakui, suaraku cukup bagus. Hi hi, dan itulah sebabnya aku juga bekerja di Cafe yang menerima penyanyi sebagai pengiring jam bukanya. Bakat bernyanyiku berasal dari Umma, beliau penyanyi terkenal era 80-an dan itu juga kenapa Appa mengenal Umma. Terkadang firasatku mengatakan bahwa jodohku juga Penyanyi, dan akan lebih abadi dibanding Appa-Umma. Tapi aku tak terlalu berharap, hanya Tuhan yang tahu semua rahasia itu.
Hem, semua roti sudah pas di tempatnya dan jumlahnya, waktunya pulang! Ku letakan jaket Bakery ini dan menuju dapur. Ternyata Chan Di tertidur, anak itu pasti kelelahan karna belajar sambil bekerja. Hal itu yang membuatku yakin Chan Di akan mendapat beasiswa ke Jepang. Semangat Chan Di!
“Chan Di, Gil Chan Di,” panggilku seraya menepuk pipinya.
“Ah, Ye*3.”
“Ayo bangun, kita pulang.”
Chan Di membuka matanya, dan mengambil tasnya lalu mengikutiku. Setelah pamit pada Bos, kami pun pulang.
^^
Hari wisuda pun tiba, waktu terasa sangat cepat. Karena 2 minggu lagi test masuk Universitas berlangsung, dan pilihan pertama Chan Di adalah Universitas Tokyo dengan beasiswa penuh. Hanya anak-anak cemerlang yang bisa mendapatkan itu semua, Chan Di termasuk ke dalamnya. Sedangkan aku? Sebaiknya aku bekerja dulu setahun, barulah tahun depan menyusul Chan Di.
“Kau yakin tak mau mencoba beasiswa itu?”
“Tidak, Chan Di. Aku ingin mengumpulkan uang dulu, semoga saja aku bisa menyusulmu tahun depan.”
“Aku percaya kau bisa, doakan aku ya.”
“Pasti.”
Hanya kata itu yang bisa kuucapkan pada Chan Di, walau pasti, tetap saja hal itu cukup sulit dicapai. Pemanggilan peringkat pun akan dimulai, aku yakin Chan Di menjadi peringkat 1 seperti biasa, dan aku masuk 5 besar saja sudah sangat untung.
“Juara kedua, Gil Chan Di!”
“Aku juara 2, Rin! Yeah!”
Chan Di maju ke panggung bersama keempat juara lainnya, wah sepertinya tahun ini aku banyak menurun. Wajah Chan Di selalu berseri walau ia bukan yang pertama, aku salut padanya. Sedang aku? Wajahku sudah berlipat banyak hanya karna tidak masuk 5 besar, fiuh aku harus banyak belajar pada Chan Di.
“Dan peringkat pertama SMA Kita. Park Seo Rin!”
Aku menguap dengan mulut terbuka cukup besar, tak sadar namaku sudah dipanggil MC dan semua orang menatapku. Aku menengok ke kiri dan kanan. Bingung dengan kelakuan mereka.
“Rinna! Kau juara 1!” Seru Chan Di dari panggung, tubuhku kaku mendengarnya, wajahku langsung pucat pasi. Ini pertama kalinya juara 1 tersandang olehku, aku berdiri dan berjalan perlahan sambil terus menduduk. Wajahku memerah karna sepanjang langkah, tatapan 1 aula menuju ke arahku, ada juga yang berbisik senang atas keberhasilanku. Kini aku sudah menginjak panggung. Chan Di langsung memelukku, sebuah piagam dan bingkisan bunga kuterima.
“Kerja bagus, Rin. Aku yakin kau bisa masuk Universitas mana saja kau mau,” ucap Tuan Yang, kepala sekolah SMA saat kami berada di belakang panggung.
“Oh tidak, Tuan. Aku belum mau kuliah, naega meonjeo ilhago sip-eoyo*4.”
“Hah? Kerja? Kenapa kau sia-siakan kemampuanmu?”
“Aku belum siap, Tuan.”
“Baiklah kalau begitu, selamat atas keberhasilanmu, ya.”
Gomawo*5, Tuan.”
Setelah Tuan Yang berlalu, beberapa anak mendekatiku dan memberi ucapan selamat padaku, Chan Di juga sibuk dengan kawannya yang lain. Sekilas kupandang wajah manisnya, ada sebersit raut yang tak biasa dari Chan Di. Raut kecewa yang tak bisa ia tutupi, kenapa ia kecewa? Apa karna peringkatnya? Aigoo*6.. apa yang kulakukan? Selama ini Chan Di belajar giat untuk mendapat peringkat 1, dan sekarang harus aku yang menyandangnya.
Aku harus mengembalikan senyum Chan Di!
^^
Sebelum para tamu wisuda ini pergi, aku menahan mereka, aku kembali naik ke panggung. Ya, demi Gil Chan Di.
“Tunggu sebentar, maaf jika saya lancang menahan Anda semua. Tapi saya ingin menyampaikan sesuatu untuk sahabat saya, agar ia bisa tersenyum lagi.”
Semua tamu duduk kembali untuk mendengar pernyataanku.
“Gil Chan Di, kau selalu menjadi nomor 1 di sekolah ini, sejak kelas 1 hingga sekarang tak ada yang bisa menandingimu. Hari ini pun, peringkat ini tak pantas kuterima karna mungkin saja mesin pemeriksa ujian itu rusak, atau hasil kita tertukar. Aku tak tahu, yang kutahu senyummu itu akan menjadi semangat hidupku. Aku tak mau melihat kau kecewa, teruslah tersenyum Unni. Semua orang di sini pun tahu, hanya kau yang pantas menyandang peringkat ini. Kau masih ingat? Saat kita pertama kali bertemu, di pinggir jalan Taman Kanak-kanak kala Appamu belum menjemput, kau menangis karna waktu menunggu yang terlalu lama. Aku memasang wajah lucu, dan kau tertawa puas sampai Appamu tiba. Di sanalah pertama kali kita bersahabat, dengan waktu yang selama ini kita lalui, jangan lupakan aku jika suatu saat nanti kita harus berpisah. Dan kalimat terakhirku, semoga kau bisa masuk ke Universitas impianmu. Terimakasih, aku sayang kamu Chan Di.”
Tepuk tangan pun menggema, aku turun panggung dan mendapati Chan Di yang pipinya sudah basah karna air mata, ia memelukku erat.
“Aku juga menyayangimu, Rin. Maafkan aku karna aku harus iri padamu, sampai kapanpun hati kita takkan terpisahkan.”


*1 : halo
*2 : tidak
*3 : Ya
*4 : saya ingin bekerja dulu
*5 : Terimakasih
*6 : Ohh

NB : Please comment if you like my fiction story :D, thank's

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini