Minggu, 15 Mei 2011

Love is Promise chap.4 (Saranghae)

Saranghae!

Walau tinggal 1 apartemen, kamarku berbeda dengan personil SuJu, maka aku harus mondar-mandir mengontrol mereka. Seperti pagi ini, aku langsung menyiapkan sarapan untuk mereka, mereka memang lelaki pemalas, padahal sudah jam 6 pagi, tapi yang bangun baru Ryewook dan Shindong. Ryewook membantuku menyiapkan sarapan, benar-benar lelaki yang perhatian, sedangkan Shindong langsung menonton TV.
“Nasi goreng buatanmu sangat harum, Rinna,” puji Ryeowook.
“Gomawo Wookie, kau juga baik mau membantuku.”
“Aku boleh mencobanya duluan?”
“Boleh-boleh, sini ku suapi.”
Ku ambil sesendok makan nasi goreng dari kuali lalu memasukannya ke mulut Ryewook, Ryewook agak kepanasan tapi langsung terdiam, senyumnya terkembang.
“Hem... Basta! Kau wanita yang hebat!”
“Gomawo.”
Kulihat jam, sudah menunjukan 6.30, dan anggota yang lain belum bangun, padahal jam 7.30 nanti akan ada wawancara boyband baru di studio M-net.
“Heum, teman-temanmu itu tidak bisa bangun lebih pagi?”
“Aku belum tahu, kita kan belum lama tinggal bersama.”
“O iya, aku lupa. Sekarang kau bantu aku membangunkan teman-temanmu yuk, jam 7.30 ada wawancara di studio M-net.”
“Baik.”
Aku masuk ke kamar yang berisi Sungmin dan Kyuhyun, kutepuk-tepuk pipi Sungmin lalu pipi Kyu.
“Sungmin, Kyu bangun. Ada wawancara di M-net.”
Tapi hanya Kyu yang sadar, ia langsung ke kamar mandi. Sedang Sungmin malah menggeliat tak jelas, aku mulai kesal dan menjitak kepalanya.
“Aww! Sakit, Unni!”
“Makanya, bangun. Ayo cepat, nanti kita terlambat.”
“Terlambat kemana, Unni?”
“Akan ada wawancara untuk dimasukan ke majalah dari M-net.”
“Kita masih baru dan sekarang sudah harus wawancara? Persiapan menyanyinya kapan, Unni?”
“Hari ini hanya wawancara identitas lengkap saja, akan diterbitkan jika kalian sudah punya album. Semacam penyesuaian untuk menjadi bintang.”
“Heum, persiapan ya... oiya, Unni. Setelah wawancara maukah kau menemaniku ke toko buku?”
“Boleh, tapi kau mau beli buku apa?”
“Aku mau beli buku chord gitar, jika ada waktu luang aku ingin belajar memainkan gitar pada Kyu.”
“Oke, dengan senang hati.”
“Kalau boleh tahu, instrumen apa yang Unni bisa?”
“Biola dan piano.”
“Aku juga bisa piano, kapan-kapan jika aku suntuk, maukah Unni menemaniku bermain piano?”
“Tentu, sudahlah, ayo bangun.”
Tiba-tiba Sungmin memelukku, hanya sesaat dan ia langsung keluar kamar, membiarkanku yang terpana karna tindakannya.
“Sungmin!”
“Saranghae Unni!!” teriaknya dari ruang makan.
Saat tiba di ruang makan, semua pasang mata menatapku dan Sungmin bergantian.
“Maukah kau menjadi kekasihku?” tanya Sungmin sambil berlutut di hadapanku.
“Ini hanya akting, kan? Sudahlah, sekarang kalian bersiap-siap.”
“Rinna, aku serius,” ucap Sungmin lagi.
Semua hening, lalu aku teringat pada ucapan Eul Ra saat wawancara, bahwa antara manager dan personil tak boleh ada cinta.
Aku ikut berlutut, lalu kuacak-acak rambut Sungmin, tersenyum padanya dan berbisik.
“Kita jalani saja semua dengan alami, sekarang aku belum bisa mencintaimu, tapi mungkin suatu saat nanti.”
“Benarkah?”
Aku hanya mengangguk, walau hanya kebohongan, tapi ini demi kebaikan Sungmin.
^^
Tepat jam 7.30 kami baru berangkat ke M-net. Di dalam mobil, kejadian aneh selain Sungmin menyatakan perasaannya padaku ada pada Kyu. Ia memandangku cukup lekat, dengan penuh keheranan.
“Kyu, kau kenapa?” tanyaku.
“Sepertinya aku pernah melihatmu sebelumnya.”
Aku langsung tersentak, dan memalingkan wajah dari Kyu. Aku baru ingat jika Kyu ini teman seangkatanku, ia anak yang pendiam dan tak terkenal, walau suaranya sangat bagus ia tak bisa langsung terbuka pada semua orang. Tapi kenapa sekarang ia bisa menjadi anggota SuJu? Dunianya memang sudah berubah.
“Kalau tidak salah namamu itu...”
Langsung kutahan mulutnya dengan telunjukku, aku memintanya untuk tidak berbicara lebih banyak.
“Nama Rinna yang sebenarnya apa, Kyu?” tanya Ryeowook.
“Em, Na Hyo Rin, kok.”
Fiuh... aduh, kenapa aku tak memikirkan resiko ini. Apa Kyu bisa menjaga rahasia, ya? Ish, sekarang aku ketakutan.
^^
Kami tiba di M-net, ke13 personil memasuki ruang wawancara, sedang aku keluar dari M-net, aku harus menghubungi Geun Han.
“Anneyong Seo,” ucap suara Hanna.
“Unni, ini aku. Rin.”
“Oh, Rinna! Ada apa?”
“Bagaimana keadaan Appa?”
“Appamu baik-baik saja, tapi ia selalu menanyakan keadaanmu, dan aku hanya bisa menjawab bahwa kau sedang sibuk di pusat kota.”
“Apa ia tanya pekerjaanku?”
“Tidak, ia percaya kau bekerja dengan terhormat.”
“Fiuh...”
“Kau sepertinya gelisah, apa aku yang terlalu sensitif?”
“Kau benar, Unni, aku memang sedang gelisah.”
“Gelisah kenapa? Identitasmu belum terbongkar kan?”
“Belum, tapi salah satu personil SuJu adalah teman seangkatanku, aku takut ia membocorkannya.”
“Jelaskan saja padanya, Rin. Aku yakin ia mengerti.”
“Begitukah?”
“Ya, aku yakin.”
“Gomawo, Unni.”
“Mian, aku tak bisa terus menemanimu.”
“Tidak apa-apa, Unni. Doakan aku, ya.”
“Pasti!”
Ku pandang awan mendung yang terhampar agung menutupi cerahnya langit, menutupi secercah cahaya yang seharusnya meronakan pipiku, aku teringat wajah Chan Di, wajah manisnya yang selalu tersenyum, saat ia malu, saat ia menceritakan keluh kesahnya padaku, dan saat terakhir kali kami bertemu. Raut wajah Chan Di yang tak bisa kulupakan, wajah yang membuatku berdiri di sini.
Lalu aku teringat Appa, wajahnya yang penuh kasih menentramkan senyumku, membuatku menitikan air mata, ketakutan pun menjalar ke seluruh tubuhku, semua terasa membeku, saat ku ingat Appa yang tak sadarkan diri karna penyakitnya, ia menyembunyikan penyakitnya demi aku, aku yang tak bisa berbuat apa-apa untuknya.
^^
Selesai wawancara, langsung kutarik Kyu menjauh, setelah merasa cukup aman aku baru berterus terang padanya.
“Aku mohon, sembunyikan ini.”
“Kalau namamu dan identitasmu palsu?”
“Iya...”
“Untuk apa kau melakukan hal ini?”
“Ini semua demi Chan Di.”
“Maksudmu?”
“Aku mengumpulkan uang untuk menyekolahkannya ke Jepang.”
“Hanya itu?”
“Appa, ia perlu perawatan khusus karna penyakitnya, maka aku butuh uang banyak untuk menjaganya.”
“Jadi semua ini demi uang?”
Aku terdiam, Kyu memegang pundakku. Lalu ia tersenyum.
“Aku akan menjaga rahasia ini, hingga kau mendapatkan tujuanmu.”
“Gomawo! Tolong jaga rahasia ini, semoga kita bisa bekerja sama.”
“Tentu, Park Seo Rin.”
“Kau tahu namaku?”
“Tak ada yang tak mengenal Rinna, presiden sekolah selama 3 tahun berturut-turut, peraih nilai tertinggi Ujian Negara SMA Kita. Dan sekarang aku yakin kenapa aku bisa kagum padamu,” kata Kyu, “Karna kau wanita pemberani.”
^^
Sesuai janjiku pada Sungmin tadi pagi, aku menemaninya ke toko buku, tapi tidak berdua saja, melainkan dengan Kyu, Ryeowook dan Yesung. Mereka juga ingin jalan-jalan, karna suntuk di apartemen.
Di toko buku, Sungmin berubah dingin padaku, ketika aku berbicara padanya, ia hanya menanggapi singkat. Anak ini kenapa sih? Aku mencoba tak peduli dengan menjauhkan diri dari ke4 anggota SuJu itu, aku terdiam di depan kios instrumen musik, dan aku tertarik pada sebuah biola berwarna putih yang terpajang disana. Sudah lama aku menginginkan biola sendiri, dulu aku belajar biola di rumah Chan Di, jadi tak leluasa untuk memainkannya. Aku masih ingat sebuah lagu soundtrack serial tahun 2002, judulnya Reason. Aku mulai memainkannya. Tanpa sadar semua orang di kios itu memperhatikanku, mereka mulai hanyut pada lengkingan permainanku.
Selesai bermain, seorang pemuda mendekatiku.
“Permainan biolamu bagus, apa kau berminat membeli piano ini?”
“Anneyo, aku... em.”
“Berapa harga biola ini?” tanya Sungmin yang tiba-tiba berdiri di sampingku.
“Hanya 500000 won.”
“Baik.”
“Tak usah repot-repot Sungmin.”
“Kau kan sudah setuju untuk berduet biola-piano denganku jika aku sedang suntuk.”
“Tapi...”
Sungmin menarik tanganku keluar dari kios. Kyu, Wookie, dan Yesung sudah menunggu.
“Kalian jadi beli biola?” tanya Yesung.
“Maksudmu apa? Jadi kau...”
“Aku memang ingin beli biola, bukan beli demi kamu.”
“Oh... ok, kita makan dulu yuk! Aku lapar.”
“Setuju!” seru Wookie, Kyu, dan Yesung bersamaan. Sungmin masih diam, kutepis genggamannya. Hari ini ia benar-benar mengejutkan.
^^
“Siapa yang membiayai pengobatanku selama ini, Hanna?”
“Rin, Paman.”
“Uang darimana anak itu? Sebenarnya ia bekerja apa?”
“Ia menjadi pengasuh sebuah asrama, Paman. Tenang saja, majikan di sana sangat baik, jadi Rin meminta gajinya duluan agar bisa membiayai pengobatan Paman.”
“Begitukah? Apa ada pekerjaan seperti itu?”
“Di dunia ini tak ada yang mustahil, Paman.”
“Lalu kenapa Rin menitipkanku padamu, kau ini menyusahkan saja, setiap ke sini pasti berisik, pusing aku.”
“Mian Paman, he he he.”
Hanna dan Appa Rin tertawa bersama, Appa Rin merasa Hanna sudah seperti anaknya sendiri, menggantikan Rin yang saat ini sedang bekerja keras deminya, demi kepercayaan sahabat, demi kehidupan yang lebih baik dalam keburukan.
^^
Heuh, lelah sekali hari ini, anggota SuJu harus latihan vokal sepanjang sore, dan aku hanya menatap mereka. Sebenarnya hidup seperti ini sangat membosankan, tapi mau bagaimana lagi. Hus! Rinna! Kenapa kau bilang begitu!? Kau harusnya bersyukur mendapat pekerjaan ini, menjadi manager sebuah perusahaan musik itu membanggakan lho. Fiuh…
Tak lama pandanganku tertuju pada biola yang tadi siang dibelikan Sungmin, ku ambil lalu mulai memainkannya. Tergambar wajah Chan Di dan tawanya, aku sadar aku rindu padanya. Apa ku telepon saja ya? Tapi bagaimana jika ia masih marah padaku?
‘tok-tok-tok.’
Kuletakan biola putih itu di tempat tidur lalu membukakan pintu, kudapati Ryeowook berdiri sambil tersenyum seraya membawa kantung kertas.
“Malam, Rinna!”
“Wookie? Ada apa?”
“Aku membawa roti untukmu, kulihat dari sore kau belum makan, kita makan sama-sama yuk?”
“Oke.”
Aku keluar dan hendak mengunci pintu, tapi Ryeowook menahan tanganku.
“Teman-teman sudah tidur, aku kesini karna aku tak mungkin kuat makan roti sebanyak ini sendiri, kupikir kau belum tidur, dan ternyata benar. Temani aku makan, ya.”
“Ke balkon, yuk. Pemandangan di sana indah deh.”
“Ayo-ayo.”
Kami masuk ke dalam kamarku, lalu ku suruh Ryeowook untuk ke balkon duluan, sedang aku membuat teh dan susu hangat karna malam ini udaranya cukup dingin.
“Kau benar Unni, pemandangan di sini sangat indah.”
“Pakai syal ini, kau pasti kedinginan.”
Ku serahkan syal wool berwarna putih, lalu Ryeowook memakainya sehingga ia agak terlihat lebih besar. Ryeowook masih diam seraya memandang lampu-lampu gedung yang terlihat seperti bintang, matanya berbinar seperti anak kecil, aku tersenyum melihatnya.
“Ku ambil 1 ya, rotinya?”
“Silahkan Unni.”
Roti isi coklat menjadi santapan pertamaku, sedangkan Wookie mengambil roti isi strawberry. Ia makan sangat lahap seperti tak makan seharian, padahal tadi siang di mall ia makan paling banyak. Tapi kenapa badannya masih saja kecil ya? Hi hi hi.
“Wookie.”
“Ya, Unni?”
“Kau mau jadi sahabatku?”
“Um? Maksudnya?”
“Iya, kau mau kan jadi sahabatku yang tahu semua rahasiaku, semua keluh kesahku?”
Wookie terlihat kaget, lalu meletakan rotinya, terlihat jelas rona merah di pipinya.
“Bo…boleh, tapi kenapa kau memilihku menjadi sahabatmu? Kenapa tidak Sungmin?”
“Ini rahasia pertama yang akan kubuka padamu, sebenarnya aku sedikit takut padanya.”
“Ha? Kok takut? Sungmin itu baik sekali lho.”
“Iya, aku yakin ia orang yang baik, tapi kau lebih baik.”
“Ka…kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau takut pada Sungmin?”
“Em… aku takut menyukainya.”
“Tadi pagi kau berbisik apa padanya?”
“Ku katakan padanya, agar kita menjalani kehidupan mengalir saja, saat ini aku memang tak mencintainya, tapi mungkin suatu saat nanti.”
“Kau berjanji akan mencintainya?”
Aku terdiam, lalu menatap biola putih yang dibelikan Sungmin, Sungmin terlalu baik untukku, untuk seorang yang rela berbohong demi uang.
“Tidak.”
“Apa karna kau manager kami, jadi kalian tidak boleh saling mencintai?”
“Ya, itu alasan kuatnya.”
“Jangan kau pikirkan ucapan Eul Ra itu, cintailah Sungmin, sepertinya ia tulus mencintaimu.”
“Tunggu setahun lagi.”
“Setahun? Apa kau membiarkan Sungmin menunggu selama setahun?”
“Kalau memang begitu adanya, ya…”
“Apa kau berniat meninggalkan kami setahun kemudian?”
Ryeowook menatapku lekat, kupandang juga matanya, masuk kedalam perasaannya, tak terasa air mataku mengalir hangat. Ryeowook tersentak lalu mendekatiku.
“Ma…maafkan aku, aku tak bermaksud membuatmu sedih.”
“Aku tidak sedih, hanya mengantuk.”
“Um, kalau begitu aku keluar sekarang.”
“Tidak, habiskan dulu roti-roti ini, nanti mereka menangis lho.”
“Tapi… apa kau benar-benar berniat untuk pergi setahun lagi?”
“Aku belum tahu, Tuhan sudah mengatur semuanya dan aku tinggal menjalankan semua itu.”
“Saranghae…”
“Apa Wookie?”
“Oh, tidak! Ayo makan semua roti ini agar mereka tenang!”
Kami pun kembali makan dengan lahap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini