Minggu, 15 Mei 2011

Love is Promise chap.9 (Endless Friendship II)

Endless Friendship II


Beberapa jam kemudian, akhirnya aku tiba di depan rumah Chan Di. Ku helakan nafas cukup panjang dan memandang sebuah taman yang cukup besar di samping rumah Chan Di. Aku masih ingat saat kami bermain dengan air hujan yang mampu menghapus seluruh kesedihan kami. Aku ingat air mataku yang jatuh di hari perpisahan kami, pelukan hangat yang kuberikan pada Chan DI sekarang begitu terasa hampa. Semua terasa sepi, gelap dan sakit, sakit sekali di hati ini.
Lagi, kulangkahkan kakiku ke rumah ini, rumah yang sering kukunjungi untuk bertemu dengan sahabatku.
‘tok-tok-tok’ kuketuk pintu rumah Chan Di.
Pintu pun dibuka, seorang lelaki paruh baya yang kuyakini Ayah Chan Di menyambut kedatanganku.
“Rinna? Benarkah itu kau?”
Ku lepas kacamata hitamku.
“Benar, Paman. Ini aku Rinna. Chan Di ada?”
“A…ada, mari masuk.”
Ayah Chan Di terlihat gugup saat mengantarku, beliau mengantarku ke taman belakang rumahnya. Terlihat Chan Di sedang melukis seperti hobinya. Ayah Chan Di menyuruhku sendirian mendekati Chan Di. Aku melangkah perlahan, aku sangat merindukannya karna berbulan-bulan tak bertemu dengannya. Ia tak sadar akan kedatanganku, sedikit kuintip lukisannya. Aku tahu lekuk wajah itu, gaya rambut itu, seragam itu. Karna lukisan itu adalah aku. Chan Di menggambarku? Untuk apa?
“Gi… Gil Chan Di.”
Tangan Chan Di terhenti, ia terdiam dan perlahan menoleh ke arahku. Matanya sayu, ia terlihat sangat lelah.
“Ri…Rinna? Apa itu kau?”
Aku mengangguk pelan, ia langsung menjatuhkan kuasnya dan berlari memelukku. Sangat erat.
“Jangan, jangan pernah pergi dariku.”
Gadis itu mulai terisak.
“Ada apa denganmu, Chan Di?”
“Tak ada yang dapat kubenci selain diriku sendiri.”
“Maksudmu apa, Chan Di?”
“Kau bukan pecundang, akulah yang pecundang.”
Chan Di meregangkan pelukannya, ia menatap mataku dalam hingga hatiku. Ia lalu mengenggam tanganku dan mengajakku duduk di depan lukisannya.
“Perkataanku beberapa bulan yang lalu bukanlah untukmu, tapi untukku. Aku telah gagal memberikan hadiah terakhir untukmu sebelum kita berpisah.”
“Hadiah apa itu?”
“Beasiswa ke Jepang.”
Jantungku seperti berhenti berdetak, apa maksudnya Chan Di?
“Sebenarnya aku ingin terus terang padamu di hari pengumuman tempo lalu, tapi hatiku terlanjur hancur ketika sadar aku tak bisa membahagiakanmu. Setelah upacara perpisahan, kau memberiku hadiah dengan naik ke panggung dan memberiku semangat untuk beasiswa itu. Tapi aku sadar, mimpiku terlalu tinggi jika bisa mendapatkan beasiswa itu, aku pun tak berniat masuk ke Universitas Tokyo, semua seruanku tersirat untukmu. Aku yang sebenarnya ingin memberi semangat untukmu, tapi kau masih memberiku kesempatan untuk ikut terlebih dahulu. Di sana aku sadar, aku tak bisa diam membiarkan potensimu, jadi aku memakai identitasmu dan prestasimu untuk masuk Universitas Tokyo. Dan jika berhasil, aku ingin kau yang melanjutkan perjuanganku. Itu hadiah untukmu Rinna. Maafkan aku karna aku gagal mendapatkannya untukmu. Sampai kapanpun aku tak bisa percaya pada siapapun selain keluargaku dan kau. Ingatlah, kata pecundang itu bukan untukmu. Tapi untukku.”
“Kau bukan pecundang, Chan Di. Akulah yang pecundang, membiarkan sahabatku depresi hanya untuk kebodohanku yang tidak sadar akan seruanmu.”
“Jangan menghilang lagi, Rinna. Jika kau ingin pergi kau harus pamit padaku!”
“Aku akan selalu disampingmu, dan kita akan masuk ke Universitas yang sama tahun depan.”
“Terimakasih, Rinna.”
“You are my Endless friend.”
“So you’re.”
Sesuai janjiku pada Eul Ra, jika aku sudah menemukan kata itu lagi, aku akan berhenti dan membiayai operasi Appa dengan uangku sendiri. Tapi aku sangat mengenal Eul Ra, ia orang yang keras kepala. Ia masih saja membiayai pengobatan Appa.
Akhirnya beberapa hari setelah operasi Appa, Appa mengajakku ke Indonesia untuk tinggal di sana, maksud Appa agar aku juga bisa dekat dengan Umma. Aku dan Chan Di juga akan kuliah di Indonesia, kuajari Chan Di bahasa Indonesia yang baku, ia cepat belajar karna hanya 2 bulan saja ia sudah lancar menerjemahkan huruf hangul menjadi huruf alphabet dan fasih berbahasa Indonesia. Kami juga kursus Bahasa Inggris lebih dalam selama 3 bulan baru di bulan terakhir kami focus untuk belajar pelajaran di Indonesia, kami akan mengambil bidang MIPA di Universitas Indonesia. Oiya, Hanna juga telah menjadi bagian keluarga kami, Appa mengangkat Hanna sebagai anak angkat, dan kami akan pindah ke Indonesia bersama.
Di tengah kesibukan kami, ada 1 hal yang selalu kuingat. Janjiku pada Super Junior untuk tidak meninggalkan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Bashing just positive. oke?

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini